Pages

Monday, July 6, 2020

Uninstall Instagram untuk Kedua Kalinya!


Sebut Saja Instagram Itu Racun!

Mungkin kalimat di atas pernah aku lontarkan di akhir tahun 2017. Kenapa? Saat itu sedang sibuk-sibuknya ngurus skripsian dan banyak konflik berserakan yang harus aku bereskan. Dan, laman instagram pribadiku lebih banyak menampilkan "keindahan" dari pencapaian orang. Aku lupa follow akun siapa saja, yang penting, mostly, adalah teman-temanku. Entah itu teman yang mana, yang penting keberadaan mereka menjejak dengan peninggalan yang harus aku lihat lewat jejak digital yang mereka tinggalkan.

Aku ngiri? Jelas. Haha. Gak mungkin aku secara gamblang mengatakan, aku baik-baik saja dengan mereka semua. 

2017 akhir aku sepakat harus saying goodbye. Itu mungkin satu dari sekian banyak hal paling yang berani. Diam-diam kabur sama seperti yang dikatakan Moon Kang Tae.

"Jika hidup ini menjadi sangat menyiksa, solusi termudah adalah kabur." (Moon Kang Tae) 



Sebelum Kim Soo Hyun mengatakan itu di drama Its Okay Not To Be Okay, aku sudah melakukannya, sayang. 

2018, dimana momen terberatku secara psikologis namun juga tahun penuh syukurku. Beruntung sekali aku mendapatkan dan menemui 2018. Meski begitu, tahun itu, aku masih di tahap untuk mengurung privasiku serapat-rapatnya. Aku melihat lagi postingan di blog tahun 2017 yang ternyata sangat-sangat normal. Masih waras. Coba klik saja!


Saat aku lihat, aku masih ada energi untuk membuatkan cerita pendek yang aku dedikasikan pada Romdon. Romdon adalah lelaki yang biasa, tapi setidaknya dia sabar menemani teman-temannya yang lain. Ketika itu dia kehilangan bapaknya. 


2018 adalah tahun penuh kesuraman. Tapi banyak makna yang berserakan. Aku mengumpulkan maknanya dari kejadian setiap orang. Kemudian mendapatkan secercah (bahkan senokhtah) rasa syukur yang tiada hentinya. Setidaknya begitu, aku menjalani tahun itu. 

Jika menelisik apa yang terjadi di tahun kemarin (2019) bisa dikatakan tahun tersebut adalah masa stress healing-ku. Cukup menyenangkan, banyak cerita yang aku dengarkan melalui podcast, termasuk cerita horor, banyak lagu bagus yang aku dengarkan. Terima kasih indie folk central dan alexrainbirdsmusic

((Bahkan ketika aku menulis postingan ini aku pun juga mendengarkan San Cisco - On the Line.))

Kembali ke bahasan instagram! Mulai berdamai dan kembali install aplikasi ini di tahun 2019. Tepatnya di awal bulan Desember 2019, karena handphone baru. Aku mencoba dealing dengan mengatakan pada diri sendiri, nggak papa kok, mencoba sedikit terbuka.

Dan aku melakukannya dengan baik. 

Apakah ada rasa penyesalan? Harusnya tidak ada. Sesederhana orang install instagram pada umumnya. Membutuhkan eksistensi diri atas keberadaanmu di hingar bingar dunia maya. Meskipun, aku tidak peduli, siapa yang akan melihat story-ku. Toh, aku membuat story juga sebulan sekali, i mean, aku gak cukup mampu memanajemen sosial media. Posting foto? Dude, terakhir yang mempostingnya di Desember 2017.

Kembali ke kronologi!

Tahun 2020, di bulan Juli tanggal 7, berarti sudah terhitung 7 bulan sudah aku kembali aktif bermain sosmed. Bermain sosmed di sini lebih banyak ke akun instagram. Dimana aku spending time sekitar 1 jam lebih 12 menit (menurut rata-rata aplikasi instagramnya itu sendiri). Aku gak tau kebanyakan orang bermain sosmed apalagi di instagram berapa lama. Mungkin, aku terlalu too much saat tahu angka bermain sosmedku segitu, apalagi di saat pandemi seperti saat ini. Kamu mengharapkan hiburan dari mana sih? Kalau tidak salah satunya lewat instagram?

Lalu apa sebab musabab harus uninstall lagi?

Mungkin pucaknya terjadi kemarin lusa. Di tanggal 5 Juli aku merepost postingan temanku dan membuatnya di ig story. Kemudian, aku tulis dan membenarkan, pernyataan bahwa aku menghilang dalam kurun waktu tertentu. Di status itu pula, aku menuliskan aku bukan lagi menghindar dari sosmed tapi aku bahkan mematikan handphone dengan kesadaran penuh selama mungkin hampir 4 bulan. Mematikan hp dalam arti yang sebenarnya. Tapi faktanya sesekali aku hidupkan, buat ngecek dia masih layak digunakan atau tidak, tapi dengan posisi paket data tetap aku matikan. Jadi ya begitulah, anggap saja hp benar-benar dalam kondisi mati. Bisa dibilang apa, kalau hp nyala tapi tidak nyambung ke internet, ya kan?

Kemudian, satu dua tiga temanku mengomentarinya. Kebanyakan teman lama dari SD dan SMP. Aku mengatakan bahwa aku menghadapi momen yang tough. Haha! Katakanlah demikian, aku menghadapi masa sulit tapi aku berdiri sendiri. 

Aku ceritakan kisah sebenarnya. Iya, aku menghadapi kenyataan sulit pada tahun sebelum ini. Aku mencoba berdiri sendiri. Sebagai anak pertama yang tidak tahu nyambat ke siapa, berkonflik dengan orang tua (karena disuruh kuliah, aku gak mau), menutup semua pertemanan (karena mematikan hp selama 4 bulan itu), aku berasa gagah buat bangkit dari kerapuhanku dan berdiri tegak.

Iya itu sulit. 

Sendirian adalah hal yang sulit, tapi maksudku, meskipun kenyataan yang aku menyadarinya sekarang itu adalah hal yang sulit, sebenarnya aku lupa menyelipkan fakta sesungguhnya. Bahwa aku pun bahagia dengan kondisi seperti itu. 

Obrolan via dm itu sangat panjang, aku harus berkali-kali menjawab fakta yang sama dengan orang-orang yang berbeda. Kemudian, satu temanku ini memancing apa karena toxic positivity yang aku dapat? Enggak juga, aku kan tidak menerima sentuhan kata-kata semangat dalam lingkaranku, karena keburu kabur terlalu cepat tanpa meninggalkan jejak. 

Tapi memang benar iya. Aku berada di lingkaran pertemanan yang semuanya teratur mendeskripsikan hidupnya. Cambukannya sederhana, mengabdi, berkontribusi, menjadi bermanfaat atau kata lainnya yang mewakilkan dua kata itu. 

Dan aku gak mau. Aku gak mau hidupku harus termotivasi untuk melakukan hal-hal itu. Sungguh! Entah kenapa aku mendadak merasa terintimidasi dengan segala kalimat yang menyertainya. Nah, mungkin itu alasan radikal aku meninggalkan instagram itu sedemikian lama, dan lama pula menyembuhkan waktuku di sana, karena aku merasa bergesekan dengan hal-hal itu.

Bahkan ketika aku kembali (dalam arti membuka sosmed dan kembali scrolling), aku masih menemukan berserakannya hal-hal itu. Tapi aku lebih bisa dealing. Maksudku, ketika adek tingkatku membuat desain dan opininya tentang hidup dan bla-bla lainnya (sebenarnya ingin segera unfollow, tapi apalah daya itu seperti tindakan pengecut saja dan pada akhirnya tidak aku lakukan). Aku lebih banyak diam.

Sama seperti tujuan aku membuat blog ini, aku ingin bersenang-senang. Dengan bedebah isi otakku. Aku tidak harus mendapatkan dukungan, atau jika dibaca syukur jika tidak yaudah. Anggap saja ini arsip hidupku bahwa pernah aku berpikir alay juga.

Tujuanku sama dengan instagram. Aku ingin bersenang-senang. Time line isinya desain arsitektur, lukisan abstrak (aku follow beberapa artist lukisan abstrak, termasuk di dalamnya choi seung hyun, top big bang yang rumahnya isinya galeri seni), potret kota london, pretty london, amsterdam, atau apalah itu yang ngasih gambaran nyata pemandangan yang benar-benar terjadi di negara lain, terus portal berita, washington post, kompas.com, bbc news, tak lupa bookstagrammer.

Titik dimana semuanya hal yang artsy, tiba tiba aku harus berdialog panjang lebar mengenai diriku di sosmed, itu menjadi turn point-ku. Aku tidak menyalahkan fakta yang sebenarnya terjadi, yang aku sesalkan justru lebih ke tindakan-ku. 

Alay sih kalau dipikir. Tapi entahlah. Momentum kemarin, aku jadikan titik balik untuk kembali berseberangan dengan platform instagram. Menjadi orang yang dirundung kekepoan dan bertukar pikiran mengenai apa yang aku lakukan sampai menguras rasaku. Sampai aku sedikit banyak harus mengulang apa yang terjadi (pada momentum aku menghilang) itu pada temanku (yang membuat postingan itu, read) melalui chat wasap. 

Ah seharusnya, aku tidak terlalu terbawa suasana. Hal itu yang aku sesalkan. Bukan pada postingan atau fakta yang sudah ada itu. Tapi pada manajemen rasa yang aku beri walau sedikit setiap aku membalas semua jawaban diskusi itu dengan teman-temanku. 

Lagi-lagi, aku tidak ingin membangun sebuah ikatan emosional dengan dunia maya.

Tujuan yang awalnya bersenang-senang lewat instagram kemudian bergesekan pada tujuan yang tidak seharusnya, itulah alasan (mungkin) untuk kembali lagi kabur, dalam arti sebenarnya.

Kapan aku akan kembali? 

Kamu hanya perlu percaya pada takdir, nak. Kalau takdir yang aku hadapi indah dan baik-baik saja, kita akan bertemu di sana.

09:22
07/07/2020
Tanggal cantik untuk keramas sebelum bekerja

***

Uninstall Instagram untuk Kedua Kalinya!

3 comments:

  1. Saya juga awalnya gak berencana punya instagram dulu waktu sedang hits-hitsnya, tapi temen2 pada ngajak ayolah buat akun ig biar bisa ditag kalo foto bareng. Ya udah, saya turutin.

    Sekitar dua tahun jadi pengguna pasif instagram, saya memutuskan untuk menghapus semua foto2 di feed saya dan jadi semakin jarang buka aplikasi itu. Pengen uninstall tapi kadang masih perlu juga aplikasinya buat nyari2 sesuatu atau liat2 sharing temen di dm.

    Jadi yaa begitulah hubunganku dengan instagram sekarang :')

    ReplyDelete
  2. saya juga love hate gitu sama instagram, nggak cuma uninstall. Saya pernah delete akun IG saya dulu hehe dan rasanya nyesel sekarang sih :( soalnya kan saya suka nulis di IG macam micro blog bahkan ketika micro blog belum ngetren kayak sekarang, jadi kayak ada kenangan yang hilang gitu tulisan-tulisan saya sendiri :( baru tahun lalu bikin baru lagi.

    ReplyDelete
  3. Saya juga udah sebulan lebih ini uninstall intagram mba😁 Awalnya deactivate sementara, tapi belum ini saya terpaksa login di web untuk cari beberapa info. Sebelum-sebelumnya tuh dalam satu hari bisa 3 jam rata2 pemakaian, mungkin karena memang lg pandemi sih, bingung hiburannya darimana. Kalau dibandingkan sama sebelum pandemi, paling lama saya main IG itu 1,5 jam. Walaupun begitu, tiga jam buat saya bener2 waktu yg panjang dan sia2 buat sekadar dihabiskan di IG. Belum lagi saya sering ngerasa insecure liat pencapaian2 temen di instastory, maklum saya juga lg pusing sama skripsi, jadinya suka triggered kalau ngeliat temen2 yg udah pada sidang atau wisuda duluan. Apalagi kalau yg sering update skripsinya😂😂 Karena itulah saya decided untuk nonaktifkan sementara. Hasilnya saya bisa lebih tenang dan lebih punya banyak waktu untuk lebih produktif. Setelah sudah merasa tenang ini, barulah saya pelan2 buka sebentar kalau memang sedang butuh mencari informasi tertentu, itupun via web karena kalau install lg kemungkinan dosis pemakaian saya bisa tinggi kayak sebelumnya, hehe. Btw maaf ya mba saya jadi curhat kepanjangan😁

    Salam kenal ya, mba!😊👋🏻

    ReplyDelete