Pages

Saturday, October 10, 2020

Aku Bermimpi, Memikirkanmu

Sempat ku bermimpi, aku berlari bersama teman. Lari dari tekanan waktu yang membuat kita lepas. Kemudian tertawa. Senda gurau karena kekonyolan yang kita lakukan. 

Ada adegan dalam mimpi yang tak terlewat. Aku dan temanku menikmati pesta di pinggir kolam renang. Mungkinkah di mimpiku aku menyesap wine merah. Kemudian sahut menyahut bercerita tanpa lelah. Diikuti ledakan tawa yang membuat senyum merekah indah 

Setelah bangun, aku langsung mengatakan, "hei kita kemarin party pool."

Dia justru membalas dengan curahan hatinya yang sudah 7 bulan tidak pulang ke rumah gara-gara pandemi.

Dilanjut dengan masalah kantornya yang masih melegitimasi lulusan terbaik negeri ini.

Tapi dalam mimpiku, 'hei kita bahkan bersenang-senang.'

Realita yang kita hadapi memang semrawut. Menelan pil pahit dari kenyataan yang tak seindah untuk dibayangkan.

Dunia harmonis, aman, tenang dan damai seolah terenggut dari genggaman tangan.

Akhirnya, mimpi indah aku bersama temanku justru berakhir dengan keluh kesah yang memuakkan. Mengulang kembali hal-hal tidak indah dalam kenyataan dan berakhir dengan tertawa getir.

Tak lagi menyenangkan untuk dihadapi.

**

Mimpi kedua yang baru 2 hari lalu aku alami.

Mungkin jawaban. Dari ketidakmungkinan meraih seseorang di kehidupan nyata. Berakhir dari teguran Tuhan yang (mungkin) mengatakan, 'hei, dia sudah ada yang punya. Jangan berkhayal-lah!'

Dalam mimpi itu aku juga bermimpi sama. Sama-sama berlari dengan senang hati. Namun dihadapkan realita bahwa laki-laki yang membuatku tersenyum adalah milik wanita lain. 

Yang begitu jahat bak seorang penyihir. Ingin rasanya diriku yang menjadi protagonis membuatnya sadar bahwa perempuan itu tidak baik baginya.

Ah, aku lupa. Di akhir justru dia menggandeng wanita itu tepat di depan mataku.

Lalu aku terbangun. Sadar bahwa maknanya begitu dalam.

Tuhan ingin agar aku melupakan dia dan berfokus pada masa repetisi yang tidak anggun sama sekali menghadapi pandemi yang membuat semua orang bak terkurung dalam tempurung.

**

Sisi hatiku yang lain menyuruhku untuk, 'udahlah, kirim al-fatihah saja pada dia yang tidak tahu siapa'. Jadi mari kita membayangkan saja sosok yang belum dipertemukan Tuhan ini.

Seuntai rasa terima kasih dan harapanku sudah cukup menjelaskan. 

"Hei kamu, terima kasih telah memilihku di antara milyaran manusia di bumi ini. Aku bukan sosok ideal. Aku mungkin akan menilai hal yang sama pula tentangmu. Tapi, mari kita mendewasa bersama. Saling bergunjing yang mengasyikkan."

"Jika kamu sosok kaku, maka tepat memilihku. Aku humoris orangnya. Pamormu memang sudah menggeser sahabat dekatku, tapi mari kita menjadi orang yang menyenangkan satu sama lain. Tertawa terguling-guling untuk sesuatu hal konyol. Serius seperti politisi ketika melakukan lobi politiknya. Dan, menua bersama debu sampai mati. nantinya."

**

10/10/2020

16:06

Hujan, sambil memikirkanmu

Aku Bermimpi, Memikirkanmu



No comments:

Post a Comment