JUST ONCE(?)

9:57 PM

Nabila N Chasanati

Aku ingin mengungkap ini sekali saja. Sebenarnya aku malu untuk mengakuinya. Tapi apalah arti malu, ini hanya sebuah pengakuan sederhana. Bahkan tidak tertebak oleh akal logikaku sendiri.

Namanya Kai.

Aku menyukai lelaki matahari ini. Selalu terkapar sinar mentari pagi. Setia dengan jalannya yang lebar. Sekali ia melangkah, cukup mampu membuatku harus melangkah dua kalinya. Rambutnya acak berantakan dan dibiarkan panjang sampai dahinya lebat oleh anak rambut. Bibirnya penuh. Setiap tertawa selalu kudapati deretan gigi putih bersih yang rapi. Rahangnya keras tegas, tetapi yang selalu membuatku gemas adalah kedua pipinya. Rasanya aku ingin mencubit keras-keras pipinya yang gembul itu. Seperti balon. Ah… dia termasuk miliaran manusia yang pekerja keras dan pantang menyerah. Aku tak habis pikir, tersisakah manusia seperti itu di dunia ini?

I did my best, but I guess my best wasn’t good enough.

Cause here we are back where we were before.

Seems nothing ever changes, We’re back to being stranger.

Wondering if we ought to stay or head on out the door.

Terdengar cover lagu James Ingram berjudul Just Once lewat acara radio malam. Alunan musiknya sederhana, tetapi bermakna sangat dalam. Terasa begitu menenangkan.

Bagaimana pun lelaki ini membuat satu mingguku belakangan ini menjadi sangat berwarna. Hingga berantakan tak karuan oleh coretan abstrak dalam duniaku. Tapi aku tahu dia tengah sedih sekarang. Sahabatnya pergi. Tidak ada lagi waktu kebersamaan seperti dahulu kala. Ingin rasanya aku menghiburnya. Dan mengatakan segala sesuatunya akan baik-baik saja. Aku tahu ini pasti berat. Namun jika aku mengatakan di depannya, rasanya aku hanya berbicara hal-hal normatif. Sekedar omong kosong. Sudah barang tentu, ia tidak akan mendengarkannya.

Aku paham.

Jadi, lelaki metahariku, jangan bersedih. Pedih rasanya melihatmu berkabung dalam hari-hari beratmu. Lantunan suara panjang penuh rintihan atau dengan gerung tangisan yang membuatmu terjatuh berkali-kali, aku tidak ingin mendengarnya. Alih-alih melihatnya langsung lewat sorot mata kekecewaan ini.

Bisakah aku melihat deretan gigi putih nan rapi itu untuk waktu yang lebih lama. Bila waktu terus beranjak dan tak mau berjalan mundur, aku ingin bercanda denganmu. “Apakah itu senyum yang sama seperti dulu?”

Just Once,

Can’t we figure out what we keep doing wrong

Why we never last for very long?

What are we doing wrong?

Kebahagiaan itu sederhana. Saat pulang ke rumah dan menggunakan arah yang berbeda, kau akan mendapatkan sesuatu yang baru. Hanya waktu yang membuatmu bisa mempertahankan suasana barumu itu. Sama ketika kau kehilangan sahabatmu. Waktu yang mengubahmu menjadi rasa terbiasa tidak ada lagi dia disisimu.

Kau pernah berkata seperti itu. Jujur, aku ingin menyentuh bahumu. Dan bila kau memuntahkan hujan di pelupuk matamu, aku bisa menjaga janji untuk tidak mengatakan pada siapapun bahwa kau sedang menangis.

Kai, kesedihanmu berarti bermuram durganya rembulan di atas awan bumiku.

Jendela kamar kubiarkan terbuka sampai menghembuskan angin malam yang mengibarkan poni rambutku. Aku kembali berjibaku menulis pengakuan sederhanaku. Radio masih kubiarkan menyala. Sembari memberikan pengaruh yang magis agar cepat menyelesaikan pengakuan ini.

Just Once,

Can’t we find away to finally make it right.

To make the magic last for more than just one night.

If we could just get to it, I know we could break through it.

Jauh untuk mengirim pesan padamu. Aku ingin sekali mendukungmu. Menyampaikan perasaan terdalamku padamu. Jauh dari apa yang kau tahu dariku. Lembaran kertas ini pasti tidak akan berhenti bercerita mengenaimu.

“Tidakkah ini berlebihan?” tanyaku.

“Sederhana.”

Aku berpikir liar bagaimana tanggapanmu. Apa yang akan kau sampaikan. Mungkin, kau tidak sepenuhnya memahamiku. Kau hanya mengetahui sebagian besar dari penggemarmu pasti akan mendukungmu. Itu jelas. Aku hanya ingin kau bahagia. Selalu sehat, terhindar dari jatuhnya butiran air dari matamu.

Just Once,

I want to understand.

Why it always come back to good-bye.

Why can’t we get ourselves in hand and admit to one another.

We’re no good without each other.

Take the best and make it better.

Find away to stay together.

Malam ini ditutup dengan desahan sengau dedaunan yang bergesakan antar udara. Mengerikan. Kai, bisakah hidupmu berpola lebih teratur. Tidak terlalu memikirkan banyak hal pada ekspektasi tertinggimu. Mengutip dari perkataanmu, bahwa kau ingin hidup sederhana. Aku ingin hal itu terwujud.

… Just Once. We can get to it….

Kuselesaikan satu lembar pengakuan tentang keterkagumanku padamu dari jauh. Sekali helaan, nyanyian cover lagu milik James Ingram pun usai. Aku ingin titip pesan pada angin. Pengantar pesan yang pastinya jauh lebih lambat daripada kabel fiber optik.

Aku seorang perempuan yang selalu merindukan sapaan rembulan, berharap pada lelaki matahari disana untuk selalu kuat. Selalu sehat seperti permintaanmu. Agar kau tidak mudah mengecewakan banyak orang dengan kesedihanmu. Hei, perempuan itu juga berharap bahwa kau bisa memberikan kesempatan baginya untuk mengenalmu lebih jauh.

Just Once…

**

Solo, 25 Maret 2015 at 10.58 pm

You Might Also Like

3 Comments

  1. lagunya james ingram nganngenin, sis :)

    ceritanya kurang diperkuat lagi penokohannya :)

    ReplyDelete
  2. kyaaaa......

    kai, kai, kai :) bikin gemes kalo dua tokoh jadiin satu setting yang berbeda.

    ReplyDelete