Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini
    Cerah banget kan awannya, tapi bikin gerah.


    Tepat hari ini tanggal 20 Juni, sudah 16 hari yg lalu dan absen nulis 2 kali :( di blog. Nggak tau kenapa, males banget. Otak burn out terus. Nggak bergairah blas. Ini kalau gak nulis lagi 2 minggu lagi bisa ditendang dari grup perwasapan, yang which is its okay juga :)

    Tepat hari ini pula, adalah perayaan Idul Adha. Ada yang spesial tahun ini. Yaitu aku ikut berkurban. Hanya kambing sih. Awalnya ditawari ikut iuran sapi di sebuah kelompok di masjid. Tapi sudah ada yang ngisi. Nggak papa. 

    Bentuk ikhtiar kebaikanku. Mengikhlaskan berapa juta itu untuk dibelikan kambing. Kemudian berbagi pada sesama. 

    Merasa banyak-banyak syukur setelah dikasih banyak sekali kebaikan.

    Orang tua positif covid-19. Bapak terinfeksi Desember 2020 berjuang sendirian, tanpa ina itu, isolasi di rumah. Ibuk baru saja sembuh juga beberapa pekan lalu. Terinfeksi bulan Juni lalu, baru sembuh 2 minggu ini.

    Alhamdulillah.

    Sebuah kebaikan yang aku dapatkan di tengah kebisingan kita mendapati banyak kabar duka.

    Alhamdulillaah.

    Punya dua adek yang menyenangkan sekaligus menyebalkan di satu sisi wkwkwk. Sebuah kebaikan lainnya yang aku terima.

    Mutual twitter yang menyenangkan. Teman-teman yang saling dukung satu sama lain. Alhamdulillah banget.

    Ya Allah, aku merasa mendapatkan banyak kebaikan dari segi rezeki, dukungan, dan limpahan semuanya.

    Masih bisa menghirup dan menghela napas. Merasakan rasanya nikmat makan. Menikmati secerca harapan. Berkhayal. Merasa cukup waras dan baik baik saja.

    Semoga, semoga, semoga. Kita semua diberi ketabahan di dalam musibah yang datang. Kemerdekaan di atas penjajahan. Kebaikan yang meluas di tengah situasi yang semrawut.




    (*)

    16.22
    20/7/2021



    Continue Reading

    Sebuah perjalanan panjang yang aku benci adalah menggunakan bus. Ah, bau mesinnya menyeruak dan selalu membuatku mual. Rasanya ingin menyumpal itu mesin mesin dengan karung, andaikan bus itu bisa berjalan tanpa mesin, sudah kulakukan jauh-jauh hari. Langkahku terasa berat untuk melangkah menuju bus. Temanku Nadia dan Azizah--aku tidak tau kenapa kedua teman SD-ku bisa menjadi teman seperjalanan jauhku--sibuk dengan aneka ragam tas. Barang bawaan mereka cukup banyak hingga menghabisi tempat. Lagi-lagi aku juga tidak mengerti perjalanan yang seharusnya memakan waktu semalam bisa menggunakan bus rukun sayur. Halo? Apa kabar dengan revitalisasi transportasi umum. Hoak. Aku tidak percaya bisa hidup semalaman ditemani bau mesin. Ini perjalanan gratisku. Lagi! Yang namanya perjalanan gratis aku zdddtidak boleh banyak bacot. Cukup tenang. Dan kalaupun harus muntah, muntahlah. Diwadahi alas besi cukup menyeruak bau kerumunan. Biar aku tidak jadi pergi. Ayahku orang yang cukup peduli dengan kesehatanku selama perjalanan, beliau pasti mau untuk menjemputku di tengah jalan. Jika bus sudah terkena muntahku, untuk melindungi seluruh penumpang pasti sopir bus dengan siap sedia menurunkanku di jalan manapun. Persetan dengan agenda wajib!

     

    Nadia memberikanku cukup ruang. Dia memilihkan tempat dekat dengan jendela. Dan berada di sisi depan. Aku bisa dengan leluasa memandangi kaca. Memandangi setiap lekuk perjalanan panjangku. Tapi apa yang kulakukan. Aku bergumul dengan kesendirian dan tetap tenang. Aku tidak ingin kedua temanku merasa khawatir dengan kondisiku. Jelas. Sudah pasti pusing dan tiba-tiba suhu badan naik. Maklum. Kondisi ini selalu aku dapati saat akan melakukan perjalanan jauh. Apalagi dengan menggunakan bus. Demamku langsung naik tinggi.

     

    Sebelum aku sempat tertidur, kulihat sawah sawah hijau. Baru saja ditanam. Meski bulir bulir padi masih tumbuh. Sebelah sawah,  ada lapangan tak cukup luas. Tapi mampu membuat penduduk desa memanfaatkan untuk ajang pertandingan voli. Bermain dengan anak tetangga saat usia senja tak lama lagi. Pancaran matahari sudah terlihat jarang. Karena awan mendung menggenangi membuat tua usia. Seperti wajah Nenek Wardoyo. Melihat pemandangan jalan pun tidak cukup bagus view-nya. Aku hanya melirik sinis pada dunia. Sopir di sampingku terlihat fokus dengan jalanan. Cuaca mendung seperti ini saja ia tak cukup mampu dengan melihat jalan tanpa kaca mata. Mencolok sekali dengan celana jeans longgar kaos polo merah dan topi. Tak lupa kaca mata hitam. Untuk ukuran sopir bus rukun sayur ia terlihat modis. Harusnya ia dipekerjakan di bagian bus jarak jauh yang bagus. Bus yang ber-ac. Bus dengan fasilitas lengkap seperti televisi dan sound yang cocok untuk berkaraoke. Bus yang tak ketinggalan dengan fasilitas wifi. Itu harusnya. Faktanya tidak demikian.

     

    Lalu ketika matahari merangkak turun bumi, awan pecah di ufuk timur, tergambar jelas melalui siluet putih deras. Hingga membuat jarak pandang perjalanan semakin meringkuk sendu. Jalanan belum basah. Bus yang kutumpangi jalan cepat menghindar dari peluru air di langit yang siap menghujam. Menusuki bus kami. Lagi- lagi aku merasa mual. Hatiku seolah dibuat tentram dengan ulah pasukan langit yang tidak menyerah mengajar keberadaan kami yang menjauh ke arah utara. Deru bus yang semakin lama semakin berjalan cepat. Sesekali harus ngerem dadakan. Ah, kepalaku.

     

    Nuansa sore dikejar kejar oleh pasukan langit, harusnya aku keluar dari bus sambil menggegam erat payung, berjalan menyusuri petang atau menembus waktu dengan sepeda motor. Mengantri membeli martabak. Di sisi jalan, banyak aneka warung. Dan roti bakar. Mie ayam dan bakso. Tinggal pilih salah satunya. Memikirkannya saja membuatku merasa hangat. Selip dingin bisa membentuk hegemoni keromantisan. Ditemani bau tanah yang menusuk wangi. Harusnya lagi ditemani belahan hati. Duh, hatiku.

     

    Hei, bagaimana kabarmu? Terakhir bertemu saat kamu menemaniku di Langenharjo. Pesanggrahan milik Pakubuwana. Senja di Bulan Suci Ramadhan. Sekembali dari sana, kita buka puasa bersama. Momen itu hanya sekelumit saja. Karena itulah aku merindumu. Tapi, kamu sudah mendapatkan ganti perempuan. Katanya mahasiswi pendidikan. Wah, calon guru. Pasti sabar. Pasti penyayang. Cocok untuk dijadikan istri. Tidak sepertiku. Pemberontak dan keras kepala. Lagi-lagi aku memang tak sebanding dengan perempuanmu.

     

    Udara semakin dingin. Ac alami memasuki ruang di bus reyot ini. Lalu gerimis. Bus ini pun menyerah pada keputusan bahwa dia memang kalah. Angin yang membawa butir peluru airnya sedikit demi sedikit masuk. Lewat jendela kaca. Sampai sampai membuat embun. Hingga sesekali jatuh di tanganku. Petir tak kalah meramaikan dengan gemanya yang mengagetkan penduduk bumi. Aku melek. Aku sadar. Nuansa romantis tak akan aku dapati. Hanya sebuah khayalan. Gerimis ini membangunkanku dari pikiran panjang tentang kamu. Langit tiba tiba saja gelap. Habis energinya. Menyimpan kembali untuk esok hari.

     

    Bus masih melaju. Meninggalkan kenangan yang tiba tiba hadir tanpa perintah. Tidak cukup satu. Sebelum tidur, aku bermimpi. Tentang kamu. Lagi. Masih dalam hitungan menit. Tentang kamu yang pernah menyambutku dengan senyum lebar. Saat akan memasuki ruang kuliah. Menyapaku. Dan memintaku untuk mewakili angkatan untuk pertandingan futsal. Oh, tentu aku menyanggupi. Lalu aku meringis. Kaku. Entah kenapa, hatiku menjadi semakin ringan. Karena memikirkanmu. Tapi selalu berat di akhir. Mungkin karena kamu sudah punya gandengan. Menyesakkan.

     

    |||

     

    Aku terkesiap. Nadia membangunkanku dari mimpi panjang. Rasanya ringan. Hatiku tak sekeruh kemarin. Sekembalinya ke alam nyata, ternyata aku masih di bus. Sesampai di masjid untuk menjama' sholat maghrib dan isya, aku langsung mapan tidur. Dalam tidurku, aku berharap kembali memimpikan kamu. Tapi, nyatanya Tuhan memberiku petunjuk tentang acara esok hari. Ya, esok hari itu adalah hari ini. Dan bus masih melaju. Entah sampai kapan akan tiba. Aku malas menanyakan. Hari masih petang. Jam di tangan menunjukkan pukul 3 pagi. Sebentar lagi subuh. Rasa sesal kembali mengguncangku. Harusnya aku tidak bangun. Kembali bangun sama artinya harus merasakan pusing dan mual. Suhu badanku bisa naik lagi. Padahal kemarin malam hujan sampai titik-titik airnya mengenaiku, aku dalam keadaan sehat wal afiat. Tidak untuk aku bangun.

     

    Kulirik jalanan. Berusaha untuk mengalihkan perhatianku dari rasa mual dan pusing. Kulihat plang besar di tengah jalan. Wow, sudah memasuki Bogor ternyata. Ah, macet. Padahal baru pukul 3 pagi. Wajar juga, karena bus ini melalui jalanan dekat Pasar tradisional. Ibu-ibu bangun pagi hanya untuk mendapatkan sayuran segar. Jalanan hanya diisi sebagian besar angkutan yang mengangkut hasil bumi untuk dijual. Aku berusaha mendinginkan perasaanku. Sebentar lagi sampai. Sebentar lagi.

     

    Nadia yang membangunkanku ternyata ingin punya teman melek. Duh, orang ini. Kalau bukan teman baikku, aku pasti berusaha untuk tidur lagi. Aku mendengarkan banyak sekali cerita darinya. Mulai urusan keluarga sampai hati. Aku hanya cukup mendengarkan. Karena dia cerita. Tak nyaman rasanya untuk menimpali. Buat apa  antusias. Karena ini masih terlalu pagi. Pagi-pagi cerita hanya aku balas deheman, anggukan atau ber-o ria. Maklum saja. Energiku aku simpan bila suatu waktu aku muntah. Bau mesin lagi-lagi menusuk hidung. Rasanya ingin ku minta Pak supir untuk menghentikan perjalanannya. Sudahlah. Cepat atau lambat perjalanan ini akan berakhir.

     

    Jika Nadia tidak menunjuk sebuah plang besar bertuliskan zona Madina, aku mungkin sudah akan bersiap untuk kembali tidur. Menjemput mimpi indah yang tertahan. "Setelah ini kita sampai."

     

    Kata 'setelah' tidak akan cepat aku percaya kalau bus yang membawaku ini putar balik di jalan dan menurunkan kami semuanya di pelataran jalan menuju zona Madina. Langkahku semakin ringan untuk melangkah. Walaupun harus berdesakkan ingin keluar dari ketidaknyamannya bus reyot ini. Kalau aku punya kuasa, aku ingin bus ini cepat di pensiunkan. Kasihan rakyat yang memakai.

     

    Waktu sudah menunjukkan pukul empat lebih, rasanya seperti mimpi melewati perjalanan jarak jauh hanya dengan berbekal dua tas. Satu tas punggung dan satu tas yang khusus aku gunakan untuk menyimpan pakaian. Nadia dan Azizah membawa tiga tas. Satu tas tunggu dan dua diantaranya adalah tas cangking. Aku tidak tahu apa isi di dalamnya. Kalau berisi kosmetik apa sampai memakan tempat sedemikian besarnya.

     

    Aku bergegas segera mengambil air wudhu dan sholat subuh. Sebelum energi yang dihimpun matahari tersebar lagi di belahan bumi yang diterangi. Selepas sholat aku masih mengenakan mukena dan tergeletak di alas sajadah, melanjutkan tidur yang sungguh sungguh tidur. Efek tidur sambil duduk ditambah goyangan bus yang melaju sesekali ngerem dadakan, punya efek tersendiri di badanku. Dan aku benci itu. Punggungku seolah dicubit sampai memar semua. Setiap aku mencoba rilekskan, krekk-krekk sampai mau patah tulang-tulangku.

     

    |||

     

    Aku lupa kapan pastinya. Sampai-sampai aku sudah berbenah dengan baju rapi selepas bangun tidur di masjid. Aku mandi di toilet masjid. Tidak seperti kos-kosanku di jogja. Yang kamar mandinya pesingnya minta ampun. Ah, pilihan terbaik untuk hidup adalah pulang ke rumah. Semuanya serba rapi. Kalaupun kotor, aku tidak segan-segan untuk membersihkannya. Karena itu merupakan rumahku. Sebagian aku melalui masa hidup ya hanya di rumahku. Meskipun secara de facto merupakan rumah orang tuaku dan secara de jure merupakan rumah Nenek yang diwariskan untuk ibuku. Kalau mau bersih bersih kamar mandi kos itu rasanya ada yang ganjel. Karena semua kebersihan sudah ditangani oleh petugas kebersihan yang setiap pukul 8 pagi membersihkan lorong lorong kos dan menyapu daun mangga yang jatuh di pelataran rumah.

     

    Tak butuh waktu lama, kami peserta training digiring ke sebuah aula. Disana aku bertemu kembali dengan teman-temanku yang lain di berbagai Universitas. Rasanya seperti nostalgia. Karena terakhir kami bertemu saat temu Nasional di Bandung empat bulan yang lalu. Kami diperintah untuk membuat liukkan melingkar. Seperti ular-ularan. Seisi aula, penuh dengan jejeran ular-ularan yang kami bentuk. Tak tahu persis, di belakangku ada Irul, teman dari jogja. Dan dia laki-laki di deretanku. Depan dan belakang Irul perempuan. Pasti ada yang salah dengan formasi ini. Ah, turuti saja perintah trainer. Karena sesaknya, aula yang besar seolah tertutup dengan keberadaan kami yang berjejer membentuk formasi. Tubuhku ditopang oleh Irul dari belakang. Dan dia sudah bermacam-macam dengan tangannya. Lama sekali. Walau hanya sekedar mengusap-usap. Rasanya geli. Lalu enak. Sampai, seorang trainer perempuan dengan jilbab lebarnya memergoki kami. Ah, ini pasti gara-gara Irul.

     

    Kami berdua disuruh untuk maju ke depan. Tak ada kata depan. Seluruh ruang aula penuh dengan deretan formasi ular. Sampai kata 'depan' yang diminta adalah di tengah-tengah. Mukaku pucat. Kalau formasi ini dibentuk dengan sangat apik yang mengatur zona perempuan dan laki-laki mungkin tidak ada Irul di belakangku. Dia laki-laki diantara deret perempuan. Dan aku berada persis di depannya. Salah siapa ini? Salah siapa ruang aula penuh sesak? Kalau trainer yang baik tak akan menempatkan aula sebagai tempat untuk bermain ice breaking.

     

    Persis di tengah ruangan kami ditunjuk-tunjuk karena ulah kami. Mukaku, aku buat datar. Toh, menurutku aku tidak sepenuhnya salah. Aku membela diri dalam hati. Meskipun trainer perempuan dengan jilbab lebar itu selalu berbusa-busa mengeluarkan dalil agamanya, aku sepenuhnya sadar tetap tak kugubris. Masa iya, seorang Ariani yang selama hidupnya menjalani sistem single happy berbuat seperti itu. Ia sudah sangat takut dengan yang namanya dosa. Sejak kelas 2 SD saat temannya memamerkan rambut mereka, ia tutupi dengan jilbab. Seorang yang tidak agresif memperebutkan laki-laki yang disukainya sampai melepasnya pergi demi perempuan yang jurusan pendidikan itu berbuat hal yang seronok. Kalau dinalar, itu tidak mungkin. Ini pasti mimpi.

     

    Kulihat lelaki yang jurusan kedokteran yang menatapku dengan tajam. Wajahnya oriental dengan kulit coklat dan rambut berkarakter seperti landak. Sering nyigrak ke atas secara alami. Seorang yang aktif dengan lembaga dakwah kampus plus dia seorang Presiden Mahasiswa  BEM fakultas Kedokteran. Di dalam hunusan tatapannya aku merasa kotor. Adli, masih tak membiarkan aku kembali menatapnya karena malu. Ah, kalau aku bertemu dia sebelum bertemu kamu, aku pasti sudah jatuh di cintanya. Terpejam sebentar mataku. Aku berharap ini hanya sekedar mimpi. Tak berhasil.

     

    Sebuah deringan alarm pukul 05.15 berbunyi. Lagunya Reminds of you milik Byul menceritakan patah hatinya aku padamu. Karena mendapatkan perempuan yang bukan aku. Tepat! Aku bersyukur bisa keluar dari mimpi buruk. Mimpiku seolah ada celah cacatnya jika itu nyata. Bagaimana mungkin teman SD, Nadia dan Azizah bisa satu perjalanan denganku ke Bogor yang harusnya aku lakukan dengan teman aktifis kampus. Di dalam mimpiku pula, aku memimpikanmu. Kejaran peluru air masih melekat. Begitu nyata. Rasa mual. Rasa pusingku semuanya menyatu. Rasanya hatiku bergetar mengingatnya. Membayangkan kamu diantara lelaki yang ingin kucintai.


    Hanya kamu. Tetapi tercoreng dengan ditunjuknya aku di tengah-tengah deretan formasi ular sambil diceramahi panjang lebar bersama Irul. Tak kusangka orang yang bermasalah di mimpiku adalah orang yang tak terduga seperti Irul. Kalau bisa memilih, aku pasti memilih Adli. Cowok sholeh itu bagaimana jadinya jika bermain seronok denganku. Di tengah-tengah kerumunan. Ah, otak kotor memenuhi pikiranku. 


    Bergegas ke kamar mandi kos yang pesing. Kembali ke dunia yang benar-benar nyata. Jam 7 harus cepat-cepat ke kantor. Menekuri dunia. Sebelumnya aku cek di instagramnya. Adli sudah update dengan foto bersama bersama mahasiswa baru yang mengikuti expo UKM. Detik itu, maaf. Aku melupakanmu.

    |||

    menemukan cerita ini di file laptop

    2016 lalu

    Continue Reading

    Hei, beberapa hari yang lalu aku tengah sibuk merapikan playlist spotify-ku. Butuh hampir 3 jam lebih dari sahur sampai jam 8 pagi sebelum memulai kerja. 

    Dan terpikirkan (ngide) bikin tulisan alasan aku melakukan pekerjaan tidak penting ini. Haha, merapikan lagu di spotify itu semacam pekerjaan tidak penting tapi melelahkan. Menguras emosi dan nurani. Kenangan masa lalu muncul timbul dan menggetarkan.

    Tentu mengasyikkan melakukan sesuatu semenyenangkan ini. Jadi begini. Playlist spotify yang kerap aku dengerin terdiri ada 3 bagian kenangan yang menyenangkan, sendu, dan menggairahkan.

    1. at that past before we move


    Aku menyadari bahwa 2019 adalah tahun pembelajaran terbaikku. Mulai pertama kalinya bekerja. Di sebuah perusahaan individu. Berat, ah enggak juga. Kalau dipikir sekarang, aku malah ngakak. Bisa melewati semuanya dengan baik-baik saja. Menertawakan bahwa aku hidup nyaman dan bahagia saat ini. Berterima kasih atas nikmat yang luar biasa yang diberi Tuhan.

    Playlist ku masa itu, berkutat pada Tidal Wave milik Old Sea Brigade dan favoritku Rose  Petals.

    "It's heavy now, we don't change
    Come back down, keep it safe
    Spinning room, lost my mind
    Keep it up, killing time

    Don't wait up, it'll be okay
    Though it's coming at me like a tidal wave"

    (Tidal Wave - Old Sea Brigade)

    Bahkan masuk daftar Iron & Wine - Call it Dreaming, sudah membuatku berfantasi. Salah satu favorite line dari lirik Iron & Wine adalah when our hands hurt from healing, we can laugh without the reason.

    Ya, imajinasi kita ada seseorang di sebelah kita buat tertawa segetirnya ketika tengah merayakan kegagalan. Menangis pilu karena kehilangan. Dan bersemangat di satu sisi lainnya. Menggegam erat bahwa kita tidak sepenuhnya sendirian🥂.

    2. every may we'll be miss


    Sebenarnya aku bikin playlist ini di soundcloud dan sepertinya sama seperti di playlist sebelumnya juga. Tapi aku pindahin ke spotify karena 'aku sudah bayar langganan hampir satu tahun daripada mubazir' ya kan, pikirku.

    Playlist ini penyempurnaan playlist yang aku buat di bulan april 2020. Karena mengalami perpindahan dan suasana, aku bikin baru. Temanya (definitely) tentang semangat hidup. Itulah alasan 3 top lagu yang ter-capture adalah  It's A Beautiful Day dari Rob Drabkin, Sweet Arizona by East Love, daaaann tentu saja kesukaan (engga juga sih) Everything is Possible Now by Clouds And Thorns.

    Kayaknya hampir di setiap playlist selalu nyempil salah satu lagunya Clouds and Thorns deh. Gak tau kenapa. Oke movin, latar belakang playlist ini sudah ter-spill bahwa aku ingin menjalani hidup dengan semangat dan optimisme.

    Bahkan, semua playlist di folder every may we'll be miss cocok didengerin pas pagi hari. 

    Cause it's a beautiful day
    Sun on my face feeling ok
    Don't let it get away
    It's a beautiful day
    Feel so proud
    Scream it out loud
    It's a beautiful day

    (Rob Drabkin - Its a Beautiful Day)

    Dan salah satu kenangan 'nggilanik' adalah dorongan untuk memulai percakapan di saat lagi mendengarkan Everything is Possible Now by Clouds And Thorns.

    Haha 🥰

    3. when we love so much


    Adalah playlist yang belakangan bulan terakhir sering aku putar. I dont know why, tapi kecandu aja. Sebenarnya bosan juga sih haha. Itulah alasannya aku memberi nama when we love so much.

    Kamu cinta semua lagu lagunya meski bosen dan sering terputar, gitu aja sih alasannya. Gak ada spesial. Bahkan beberapa lagu adalah lagu patah hati. Coba cek yang ter-capture adalah Let Her Go by Passenger, Where's My Love dari SYML, dan Waiting Around dari Aisha Badru.

    Padahal semakin ke bawah playlist yang memastikan mampu menyelesaikan keseluruhan lagunya butuh 1 jam lebih ini, cukup menyenangkan. Ada Sign Me UP dari Mart Harke.

    "You keep me in my youth
    It gives me peace of mind
    That fifty years from now
    You'll still be in my life

    Ohhhhhhh
    I'll be here, here with you
    Ohhhhhhh
    I'll be here" 


    (Sign Me Up - Mart Harke)

    (4. the candle of June) 


    Belum juga bulan Juni, kenapa dikasih judul itu? Menarik. Alasannya karena lagu teratasku adalah I'll Just Remember dari Trevor Stott. Salah satu liriknya adalah the candle of June, jadi kenapa engga kalau dijadikan di judul playlist baru.

    Dan ini bakal jadi playlist baruku nanti. Haha. We'll see yah seberapa lama aku bertahan dengan playlist lagu di folder ini. Tapi beberapa aku spill lagu kesukaan yang harusnya aku masukkan di playlist sebelumnya, tapi buat menambah semangat buat playlist lagu baru, aku spill di sini. Salah duanya adalah Sorrow dari Plasi. Lagunya Plasi absolutely amajing, seneng banget dengerinnya. Dan Run by Horrison Storm. Ini lagu pengingat ku di saat butek ngerjain pekerjaan lama.

    Huaaaahhh.

    Noted : aku sudah kasih link di masing masing playlist. Feel Free for everybody to enjoy what i feel through my playlist 🥰🥂

    *

    12.58
    30 april 2021
    Bye April, nice to see you.
    Welcome May, be nice and kind yeah. 

    My music now Whisky and Blankets

    Darlin' it's alright, I'm not going anywhere
    I want to be right by your side
    Darlin' it's alright, I'm not going anywhere
    I want to be right by your side

    Continue Reading
    Nggak papa buat kita istirahat sejenak.

    Dulu kita selalu diceramahi, didengungkan, dinasehati, agar bisa ngelampaui keberhasilan orang lain. 'Tuh lihat dia aja bisa ranking satu, harusnya kamu bisa', atau 'dia aja bisa gini gitu, harusnya kamu bisa juga'. Trus banyak dari kita dicekoki sama buku buku motivasi bahwa kita bisa melampaui batas kemampuan kita. 

    Benar. Semuanya benar. Nasihat itu tak pernah salah alamat. 

    Aku juga percaya bahwa keberhasilan seseorang bisa dicapai, bisa direbut. Kuncinya kalau ada kemauan buat membuktikan. Katakanlah, lewat kerja keras, lewat perjuangan dan bla bla bla lainnya.

    Tapi yang jadi masalah akhir-akhir ini, jika sudah mencapai suatu keberhasilan tersendiri suka disalahgunakan pihak-pihak tertentu, termasuk kita. 

    Pertama buat pamer keberhasilannya. Wah ini fiks racun dan ngracuni banget. Dia cerita pengalaman, jatuhnya malah menonjolkan ke-aku-an-ku. Ini aku juga perlu merefleksi diri sih. Terkadang suka berpikir dan berperilaku demikian. 

    Sekedar pamer dan sharing emang beda tipis emang.

    Kedua. hal yang paling menjengkelkan selanjutnya jadi bandingan. Misal sama-sama mempunyai keberhasilan beli rumah, katakanlah demikian (dalam hati teriak Amin kenceng). Yang kayak gini ini bikin hati jadi runyam auto sakit hati. 

    Udah beli rumah di kabupaten, eh disindir mending di kota. Atau mampu beli di pinggir kota, disindir mending di kabupaten yang harganya murah, dan lain sebagainya-dan lain sebagainya.

    Yah, terkadang membungkam mulut orang yang turah energi itu menjengkelkan.

     Lebih-lebih di era sekarang. Semua orang punya kapasitas dan kemauannya sendiri. Punya mimpi sendiri. Lebih baik ngontrak daripada kpr. Atau lebih baik kpr daripada uang habis di kontrakan. Laah perdebatan yang tiada akhir, emang. Ya mbok ya udah.

    Mending mensholawati niat baik orang-orang lain dengan segala impiannya, dan tak lupa pula berdoa agar dimudahkan jalan kita menuju impian kita.

    Gitu.

    (*)

    4/3/2021
    Hari yang baik kan buat menjalin hubungan?
    Heh lebih baik ntar malam mikirin gimana caranya tidur nyenyak dan mimpiin johnny suh sih.

    Tolak Ukur Keberhasilan



    Continue Reading


    Senja Hari Ini

    Sayang, ketika daun bergesekkan dan berjatuhan, aku membayangkanmu. 

    Mungkin, daun jatuh itu sudah suratan takdir membawa memori terbaik kita. Bisa kita simpan sejenak saja menunggu senja sebentar lagi turun

    *

    Hari Pertama Masuk Sekolah, Juni 2010


    Bel masuk sekolah berdenting. Bapak penjaga sekolah yang berkumis tebal itu menjalankan tugasnya. Selepas upacara bendera, semuanya nampak ogah-ogahan. Sama sepertiku. 

    Hari ini pertama kalinya menginjakkan kaki di sekolah menengah atas. Biasanya setelah upacara dan sambutan awal kepala sekolah dan pihak guru, akan ada perkenalan. Atau biasa dikenal MOS, ajang perundungan itu datang.

    Upacara membosankan telah selesai. Dilanjutkan dengan materi yang akan diberikan guru. Sebelum itu, anak-anak baru kelas 10 diberi 'pelajaran' oleh kakak kelas. Kata teman sepantaran, kakak kelas yang bakal memberi 'pelajaran' berasal dari pasukan inti. Sebuah organisasi tersendiri yang aku tidak tahu persis apa manfaat mereka. 

    Mendapatkan selebaran mengenai sekolah, guru, dan sampai seluk beluk keorganisasian sekolah sudah ada di buku yang aku dapat di hari sebelumnya. Hari dimana aku membayar untuk sejumlah biaya sekolah, seragam, dan lain sebagainya. Jadi setidaknya sebelum aku menginjakkan kaki untuk pertama kali di sekolah, aku sudah mempelajarinya.

    Meski sudah diberi seragam, anak baru tetap memakai seragam dari SMP asal. Tak lupa juga beberapa hal yang diwajibkan untuk dibawa. Sebuah celah untuk melakukan perundungan, persis seperti kisah klasik novel teenlit. 

    Anak-anak Pasukan Inti masuk ke kelas kami satu per satu. Mereka langsung teriak-teriak tidak jelas. Kemudian menggledah apa-apa saja yang menjadi kesalahan kami anak-anak baru. Untungnya aku berada di meja paling depan. Masih sedikit diberi nyawa tambahan gara-gara bakal lama untuk memeriksa. Apesnya, kamu yang langsung datang. 

    Muncullah kamu. Perawakannya tinggi besar menjulang. Perawakan bak seperti militer. Rambutnya cepak. Sudah nampak cocok menyandang status sebagai prajurit. Hanya saja tatapannya tidak tegas, begitu sayu. Ada tahi lalat di sebelah pipi kirinya. Begitu nampak gara-gara kulitmu bersih.

    Matamu langsung mengarah ke meja paling depan. Memeriksa teman sebangkuku kemudian aku. Ada kesalahan yang aku lakukan. Pensil faber castel milikku belum teraut. Sementara temanku sudah. Dengan nada bentakkan memekakkan telinga, kamu menyuruhku maju ke depan. 

    Bersanding dengan anak-anak pembuat kesalahan lainnya. 

    Setelah waktu 'geledah-menggledah' usai. Kamu adalah satu-satunya anak Pasukan Inti yang paling menyebalkan. Aku sudah memberikan cap itu ketika kamu langsung dengan mata sinisnya menatapku. Mondar-mandir meneriakkan kesalahan kami. Bahwa kami sebagai anak baru di sekolah 'bagus' ini harus disiplin, bla-bla-bla. Semuanya konyol dan hanya aku telan mentah-mentah tanpa tercerna masuk otakku.

    Kemudian, si 'anak-anak tidak disiplin' kamu bawa ke lapangan basket belakang sekolah. Kamu dan gerombolanmu meneriaki kami lagi lebih lantang. Lebih keras. Lebih mengerikan. Mukamu masih terekam jelas dalam memori betapa menyebalkannya kamu saat itu. 

    *

    Oktober, 2016


    Kurang kerjaan banget kadang aku. Organisasi seabrek ingin didatangi rapat, belum lagi tugas kuliah, masih bikin proposal bisnis. Aku didorong teman baikku untuk mengikuti pendanaan kewirausahaan yang dibiayai dari kampus. Kita tinggal bikin proposal kewirausahaan. Nanti setelah dibikin, dipresentasikan bersama prototipe bisnisnya, kemudian kalau lolos bakal didanai. 

    Perasaan kalau menyangkut bisnis berbisnis memang aku tidak pernah ahli. Ah, biarlah. Daripada tidak dicoba. Lagian mau kapan, ajang ini hanya diselenggarakan setahun sekali. Tidak selalu ada. 

    Pagi hari yang dinanti untuk presentasi bisnis datang. Aku sudah siap bersama dengan puluhan anak yang mengikuti ajang yang sama. Kita berkumpul di jalan masuk menuju aula. Saling berdesak-desakkan memperebutkan kursi yang sudah disediakan di dalam aula. Hal pertama yang kita lakukan adalah mengikuti pembekalan terlebih dahulu.

    Lelaki yang wajahnya menyeramkan dan terpatri jelas dalam memori itu mendadak datang. Memakai kaos polo berwarna merah bata. Memakai jeans dan menyangklong tas ransel hitam. Dari kejauhan datang sendirian. Lelaki itu memang datang terlambat. Harus menduduki bangku di deret depan. 

    Kamu memang tidak mengingatku. Mungkin gadis polos yang kamu teriaki ketika masuk SMA itu tidak memiliki sejarah yang layak masuk dalam memorimu.

    Tapi ingatan wajah menyebalkanmu mendadak masuk. Menyeruak. Mengobrak-abrik bahwa hari ini aku tidak menaruh minat apapun pada apa yang aku lakukan. Persetan dengan proposal bisnis yang sebentar lagi aku presentasikan.

    *

    Kemarin,

    Sial!

    Tuhan menciptakan miliaran manusia, kenapa harus kamu sih.

    *

    Senja Hari Ini

    Ketika SMA, aku terkadang menghabiskan waktu mengikuti pertandingan basket. Kamu dan tim kamu bertanding. Perawakan tinggi bak militer itu pasti cocok jadi pemain basket hebat. Beberapa kali kamu dan tim basket sekolah sering mewakili kota. Bertanding di kejuaraan provinsi. 

    Kulit cerahmu tak menjadi hal yang menakutkan jika berhadapan dengan matahari. Ketika aku harus pulang sore demi mengikuti ekskul di sekolah, lebih sering mendapati kamu bermain basket sendirian.  Rasa-rasanya aku ingin duduk di pinggir untuk menamanimu. Di bawah guyuran hujan, di bawah sengatan matahari sore, di kondisi apapun. 

    Meski terkadang berdua, meski terkadang sendirian, atau ketika kamu duduk sendirian di bawah ring untuk beristirahat karena kelelahan main basket. Tak perlu kamu tahu, ketika itu pula aku sering mengamatimu. Dari jauh. Dari tempat motorku terparkir. Alih-alih alasan parkir motorku hanya sebuah pengalih kondisi. Atau aku sering mendapatimu bersama gerombolan sahabatmu di kantin. Tawa selepas-lepasnya yang diikuti dengan senyum dari matamu. 

    Hei, bisakah kita mencoba untuk saling menyapa dari awal. Sebelum berakhir pada takdir yang memuakkan ini. Takdir yang saling memisahkan. 

    Kemudian memori berharap kembali dari awal. Ah, nampaknya sudah susah membuat kisah cantik dengan takdir yang sempurna. Termasuk kehadiran senyum hangatmu dan wajah memuakkan itu datang bersamaan.

    Padahal kita bisa saling memandang langit senja yang sama. Lalu kamu bisa bebas bermain basket dan hanya aku yang menjadi penonton satu-satunya. Tentu saja, keahlian bermain basketmu itu yang sangat menghibur. Selain temperamen marah-marahmu yang tidak jelas ketika mengospekku dulu.

    ***

    10.48
    Kamis, 11.2.2021
    Mari Kita Lihat Sendunya Langit Sembari Kamu Bermain Basket

    Continue Reading

    Mungkin selama 2 bulan terakhir ini aku benar-benar dihibur lewat kehadiran drama True Beuaty. Agak telat mengikutinya. Baru mulai langganan di VIU pertengahan mendekati akhir Desember. Awalnya diperkenalkan oleh adik bungsu. Berakhir dengan setiap minggu mantengi hari Kamis - Jumat di pagi hari. Ya, karena VIU uploud-nya sepagi itu. 

    Kini drama True Beuaty sudah tamat. Padahal di webtoon-nya masih lanjot. Ya, antara webtoon dan drama punya industri yang beda. Jangan sampai deh nasib di webtoon kayak sinetron en-do-ne-sia yang beribu-ribu eps dan kalau tamat suka nyekek leher karena ceritanya terlalu dipaksakan. Jangan. Meski drama udah selesai, belum tentu aku juga akan menggantungkan kisah cinta Lim Ju Kyung - Lee Su Ho - Han Seo Jun ini. 

    Tak ku sangka, drama True Beuaty bakal jadi drama yang aku meninggalkan jejak menye-menye di hati ini. Meski sudah tamat, aku masih belum terima dengan nasib Han Seo Jun yang berakhir patah. Yah beginilah kalau nonton drama korea selalu di tim secondlead. 

    Tentu di luar bakal banyak ulasan terkait drama ini. Kalau lagi suka menye-menye, cinta bertepuk sebelah tangan alias tim secondlead, tontonlah kawan-kawan. Kalian akan merasakan betapa sakitnya ketika mengikhlaskan seseorang itu berada di level tertinggi dalam mencintai. 


    Di postingan ini memang cinta, kasih sayang, dan tulisan ini bakal didedikasikan ke tim secondlead alias Han Seo Jun. Jadi menurutku, aku perlu banyak mengambil hikmah pelajaran menjadi Han Seo Jun. 

    1. Cinta yang Bertepuk Sebelah Tangan (Udah 'kek Makanan Harian)


    Mungkin aku, atau kamu, atau kita adalah orang yang suka dengan orang (yang pada akhirnya) bertepuk sebelah tangan. Hanya kita doang nih yang usaha. Pihak sono mah biasa-biasa. Padahal segala usaha sudah dilakukan. Mulai doa, kadang cari perhatian, usaha apapun agar bisa bersanding manis dalam sebuah ikatan manis. Tapi apa daya, dikasih esem ngguyu aja enggak.

    Haduh, memang ya. Takdir tidak pernah seindah itu. Maka sangat-sangat-sangat bisa diterima di akal sehat bagaimana terpuruknya peran secondlead yang berakhir hanya mengungkapkan alasan. 

    Sama kayak kisah cinta Jungpal yang terjungkal gara-gara lampu bangjo. Niat hati mau memberikan pengakuan tapi semesta bak tak pernah ngasih dukungan. Kalah cepat sama Taek. 

    Maka petikan lagu dangdut lama karya Dayu Ag ini bisa jadi menambah lara hati yang sudah teriris taburan garam.



    Atau sama pula kayak habis pengakuan Seo Jun yang berakhir dengan tangisan di tangga darurat. Setelah Seo Jun memberikan 'kebohongan' yang mengatakan bahwa Su Ho bakal balik lagi ke US. Rasanya tak kuasa hati ini dibuat gembeng. Ingin ku berlari dan kupeluk tubuh ringkih Seo Jun. Kemudian berbisik penuh dengan kata-kata puitis menghibur luka yang tak berdarah ini. 2 taun masak jagain jodoh orang, huuhu.

    'Kamu tak sendirian, kawan'

    'Ada aku yang kisah cintanya tak pernah semanis hubungan Rain - Kim Tae Hee,'

    'Setidaknya kamu luar biasa, Seo Jun. Sudah mengakui rasamu. Apa daya aku yang punya nyali sebesar kamu. Nyaliku tengkurap dalam sangkar berdebu ini,'

    2. Dari Han Seo Jun, Aku Belajar Bahwa...


    Cinta itu persoalan ikhlas. Teringat kisah teman yang hatinya tercabik-cabik tahu pujaan hati menikah dengan adik tingkat. Padahal level kedekatannya sudah sangat wow sekali. Bagaimana bisa ada lelaki yang rela meminjamkan iphone XS nya untuk dipakai harian. Ketika itu temanku ini hape-nya rusak dan perlu komunikasi.

    Level kedekatan ini udah pasti menyejajari Han Seo Jun. Ia rela lakukan apapun. Pura-pura baik-baik saja, padahal hati lagi sakit-sakitnya. Jadi tempat keluh kesah sampai ungkap sakit hati Lim Ju Kyung kala dirinya tahu menyukai Lee Su Ho. 

    Ahhhh 😠

    3. Ketegaran Han Seo Jun Jadi Inspirasi Kita, Bahwasanya Level Tertinggi Mencintai Adalah...


    ... membuat orang yang kita sukai bahagia. Meski bukan lewat kita. Kita mungkin angin lalu. Kita tak ubahnya seperti orang lewat di jalanan. Sedangkan dia bertahan dengan orang lain yang menurutnya mampu membahagiakan. 

    Maka ketika itu, Han Seo Jun bak sedang naik bus BST, kini hanya bisa melihat paras Lim Ju Kyung yang sudah menepi, berhenti di pemberhentian Lee Su Ho. Dirinya hanya bisa menatap kepergian orang yang disayanginya. 

    Namun, percayalah Han Seo Jun. Kelak kamu akan menemukan 'rumah'-mu sendiri. Karena terkadang, arti rumah itu bukan melulu merujuk pada sebuah tempat. Bisa jadi itu adalah seseorang yang kamu sayang 😴


    Hwang In Yeop jadi Han Seo Jun (IG @hi_high_hiy)

    Huah, banyak kata-kata manis Han Seo Jun bertebaran di linamasa. Terakhir, mungkin ini pesan terakhir Han Seo Jun untuk kita (termasuk aku). Pernyataan ini harus jadi arah dan motivasi bagi kita yang masih berharap (halu) pada cinta sepihak kita.

    Bahwa sebenar-benarnya perjuangan adalah menyatakan perasaan meski berujung, 'maaf aku sudah lagi proses mengkhitbah perempuan lain'.

    "Semesta memintaku untuk melepaskannya, padahal aku belum sempat memiliki dia. Setidaknya aku tidak menyesal karena sudah berani untuk mengungkapkan perasaan yang selama ini kupendam" Han Seo Jun eps 16 True Beauty.

    Sing relo, berani melepas atas nama takdir yang tertulis di lauful mahfudz 😐

    Siap Komandan!

    Sedang membayangkan jalan-jalan ke Vienna.
    Jumat, 5/2/2021
    19.13


    Continue Reading
    Nggak tau awal Januari ini disambut dengan kegabutan yang tiada akhir.

    Contohnya, akhir-akhir ini pula hal aneh yang aku lakuin adalah nontonin orang makan mie ayam di YouTube. Shot out to Abdel Achrian yang menyediakan konten khusus makan mie ayam. 

    Kebetulan mie ayam itu kesukaan saya. Karena masih WFH dan nggak kemana-mana, maka jajan mie ayam sudah tentu harus dilakukan minimal seminggu sekali. Bahkan pernah dalam seminggu saya nggak makan mie ayam sama sekali. Kalau lagi kepingin aja, contohnya pagi ini.

    Mie ayam dan aku merupakan kolaborasi indah. Kita saling melengkapi bak saudara yang saling memenuhi hasrat. Saling mencinta. 

    Mie tak pernah lekang oleh waktu. Karena mie akan membawa pengaruh tersendiri dalam tumbuh kembangku. Eksistensi mie ayam ada karena memiliki penggemar garis keras sepertiku. Sementara di sisi aku, membawa nostalgia keromantisan jika sudah makan mie ayam.

    Karena ceritanya begini,

    Pas masih kecil makan mie ayam itu adalah hal yang mewah. Semangkuk harganya 7000 dan lebih baik uang segitu buat beli sayur yang bisa dimakan satu rumah. Istimewanya, makan mie ayam terenak adalah pas hari H Idul Fitri. Karena apa? Selesai salat Ied dan bersilaturahim ke tetangga dan sanak saudara terdekat, dan pasti terima amplop alias angpao alias (kami menyebutnya) fitrah.

    Terima banyak duit, kami gunakan uang itu dengan semestinya seperti membeli mie ayam di siang atau sore hari. Belinya ya di Mie Ayam 123 deket rumah. Mie ayam jawa yang mana kuahnya lebih manis dari es teh. Kuahnya lebih butek mirip kuah rawon demi apapun itu.

    Oke next. 

    Meski jadi mie ayam Top One pada masa kecil, beranjak dewasa dan punya duit buat eksplorasi, aku akhirnya menemukan yang cocok. Yang penting makannya jangan keseringan. Karena kalau keseringan jadi eneg. Belum makan tapi rasanya udah kayak habis makan, alias kita udah hafal cita rasanya.

    Nah yang sekarang jadi favorit itu adalah Mie Ayam Pak Domo. Lokasinya deket dengan pabrik Konimex dan Sobisco. Mie ayam pinggir jalan samping toko bahan bangunan.Yang jual mas-mas, padahal namanya Mie Ayam Pak Domo. Tapi yasudahlah.

    Nggak dapat banyak, nggak sedikit juga. Jadinya pass. Harga 8000 rupiah. Mie-nya bentuknya sama kayak mie yang dijual (kayaknya juga bukan buat sendiri). Manis dan asinnya pas. Duh aku ngiler. (*Bikin tulisan ini masih jam 8 pagi di hari Minggu dan aku udah kelaparan mampus). 

    Ini masuk kategori mie ayam jawa. Tapi nggak manis kayak Mie Ayam 123 menurutku. Passs ajaaa.

    Kemarin kapan di Hartono Mall Solo Baru ada yang baru buka kedai mie ayam. Pingin banget nyamperin tapi apalah daya ya, hanya wacana.

    Nih foto penampakan mie ayam kesukaan akuuu :)



    Kalau udah nemu Sobisco, enak tuh. Pinggir jalan. 



    Laah, niat banget aku nyariin via google maps demi Mie Ayam Pak Domo. Ngikuti jalan ini aja ntar ketemu mie ayam Pak Domo kiri jalan. Depannya ada Mie Ayam Bakso Pak Min sih. Itu lebih mehong harganya satu mangkuk 10 ribu. Kalau Pak Domo masih 8000. 

    Sama-sama enak sebenarnya. Tapi kalau Mie ayam yang juara emang Pak Domo. Kalau Bakso yang juara Pak Min. Haduh, kok bisa bleber ngomongin bakso sih.

    Kalau bakso aku ada juaranya sendiri. Tapi pagi ini ngilernya sama Mie Ayam Pak Domo. Sekian.


    08.22
    31 Januari 2021


    Continue Reading

    2020 sebentar lagi berakhir. Sedikit aku ingin merefleksikan apa yang sedang terjadi di tahun penuh ujian ini. 

    First thing first, kita masih bersyukur melewati cobaan di tahun pandemi ini dengan sedikit tersenyum. Kecut memang, tak apa. Terpenting adalah kita masih baik-baik saja. Masih bernapas dan menghelanya dengan sempurna. 

    Januari, 2020.

    Kilas balik yang terjadi di awal tahun adalah pertemanan. Selesai bekerja di perusahaan penerbitan, aku rehat selama 2 bulan. Aku banyak menghabiskan untuk bercengkrama dengan beberapa teman. Memotivasi salah seorang teman yang masih berjuang di skripsian. Kemudian merencanakan perjalanan. Ya, aku, imaf dan yayak sempat merencanakan perjalanan singkat di Jogja, ke rumah Yayak, niatnya.

    Februari, 2020.

    Awal. Tepat tanggal 3 Februari akhirnya terealisasi juga liburan mini kita. Akhirnya ke penginapan jadinya bukan di rumah yayak yang sedang membangun. Jadi gitu. Kita mempunyai ruang dan waktu yang istimewa. Alhamdulillah. Mengingat 2020, maka aku akan mengingat bulan Januari - Februari sebagai bulan dimana aku banyak menjejaring pertemanan sehatku.

    Dan, bulan ini pula aku masuk ke perusahaan baru. Selamat tinggal yang lama. Alhamdulillah, Allah kabulkan sesuai permintaanku. Aku menginginkan perusahaan yang menerima karakter seterbuka aku. Eh jebul, dikasihnya benar-benar yang terbuka. Perusahaan yang kinerjanya benar-benar diukur pakai angka, haha, karena dilihat dari traffic. 

    Jadi begitulah.

    Maret, 2020.

    Awal Maret sudah diumumkan bahwa ada 2 pasian Covid-19 pertama di Depok. Kemudian di tanggal 15 Maret Solo sudah ditemukan pasien lanjutnya. Selanjutnya, kami Kejadian Luar Biasa Covid-19. Meliburkan sekolah, dan perkantoran pun terpaksa WFH.

    Untung aku masih belum wfh. Masih suka ngantor. Suka ngdrama bareng teman-teman kantor. Ujan juga lagi datang deras-derasnya. Alhamdulillah. 

    April, 2020 - Desember 2020

    Yeay, kerja di rumah dan apa yang kamu harapkan, hah?

    Jeda waktu yang sangat lama ini aku banyak-banyam instropeksi diri. Banyak orang yang harus di PHK gara-gara pandemi. Kemudian, aku sadar pentingnya uang dana darurat. Saat ini pun masih aku kumpulkan. Alhamdulillah udah di angka 11 jutaan. Kemudian, aku belajar soal reksadana saham. Baru nyoba main di saham, baru 3 bulan terakhir. Alhamdulillah, nggak banyak return-nya tapi menjanjikan. 

    Banyak drama yang aku tonton, banyak pula aku bosan di rumah. Banyak buku yang baca, banyak pula aku ngalamunnya.

    Bersyukurnya, kita masih baik-baik saja. Dan semoga saja seterusnya seperti itu.

    Bapak - Ibu alhamdulillah sehat. Meski ibu tumbang di awal November. Bapak tumbang di awal desember, tapi kita baik-baik saja. Kita melewatinya dengan syukur alhamdulillah. Benar deh, bener-bener alhamdulillah terus. Ucap syukur terus.

    Kini,

    Sekarang aku sudah berbesar hati. 2020 ajang aku melupakan masa laluku. Hal-hal yang aku nggak suka, semacam organisasi berbelit macam perusahaan lamaku. Dijauhkan dari orang-orang munafik. Baik di depan, nggak tau dibelakang. Alhamdulillah, punya circle pertemanan terbaik. Punya orang tua yang suopportive. Punya keuangan sehat. Punya adik-adik lucu menggemaskan yang sering aku mintain tolong.

    Alhamdulillah, bener-bener alhamdulillah. 

    2021 di depan mata. Tentu aku mengharapkan akan datangnya jodoh eh coret untuk waktu dan ketentuan yang berlaku. Hehe. Semoga aja. Tapi entahlah, masih suka stag. Benar-benar menginginkan kehidupan seperti ini terus, jujur. Waduh, aku merasa nggak berkembang gitu, dan berada di tempurung.

    Apakah kamu sudah siap di tahun 2021? Tentu. Bismillah yok, bismillah.

    Untuk 2021 yang semakin kaya raya, sehat jaya, makmur, bermanfaat dan kamu datang ke sini aja. Iya kamu, aminkan dong. Hahaha.

    (*)

    Minggu 27 Desember 2020
    17:43

    Kilas Balik 2020


    Continue Reading
    Sayang, tidakkah kamu bermimpi untuk menyusuri pantai dengan kaki telanjang. Menikmati riak yang menepi dari gulungan ombak.

    Ombak tak pernah berhenti bergelombang entah sampai kapanpun. Terimakasih kita pada angin yang selalu semilir yang membuat aliran air seolah sejalan.

    Seperti mesin waktu yang sejalan dengan kerutan dahi.

    Sayang, pernahkah kamu berpikir bahwa akulah masa depanmu kelak. Melepas tawamu ketika memasuki pertambahan usiamu. Menjadi satu untuk selamanya hingga tak ada lagi waktu.

    Sembari mengurus hal remeh yang selalu menjadi perdebatan, tidakkah kita hanya melihat persatuan.

    Wahai sayang, tahukah betapa berartinya angka di penghujung tahun selalu membuat degup jantung seolah berteriak.

    'Ku sudah tak semuda lagi', pikir kita sama.

    Tapi jika takdir tak mempersatukan, apalah jadinya kesatuan jika berbuah cerai berai.

    Sayang, pernahkah berpikir jauh seperti aku memikirkan hal itu seperti jemariku yang menuliskan ini padamu.

    Sayang, temui aku dalam doamu. Di sepertiga malam, kita berdialog di sana!

    *

    18:26

    Selesai kerja di hari minggu

    Nunggu grandfinalrrq

    Temui Aku dalam Doa



    Continue Reading
    Memulai tulisan ini tepat pada 17:59. Benar, tepat di malam (yang harusnya) Tirakatan.

    Mengartikan kemerdekaan itu tanpa tekanan. Menurut saya pribadi. Sangat jauh jika dibanding tekanan yang dihadapi Barcelona hari-hari ini. Saya tidak bisa membayangkan sesakit apa rasanya menjadi fans Barcelona di waktu sekarang. Sudah jatuh tertimpa tangga dan dihunus panah yang menebus paru dan jantungnya di waktu bersamaan. Tidak enak betul rasanya. Muka bahkan tidak tahu mau ditaruh dimana.

    Masih mending Manchester City yang kalah 1-3 dari klub yang terakhir melenggang di perempat Liga Champion 10 tahun lalu, Lyon.

    Memerdekakan hati dari rasa yang bersifat iri dengki dan bahlul pada segala hal adalah koentji. Maka di malam di saat Indonesia merayakan kemerdekaannya, esok hari, refleksi yang bisa saya pribadi ambil adalah memerdekakan perasaan. Tidak iri dengki, tatkala (tiba-tiba tanpa hujan badai) Manchester United harus finish di 4 besar, misalnya. 

    Terlebih, tidak dirundung sakit, sesakit-sakitnya, ketika JerrAx dengan gagah perkasa meninggalkan squad OG yang menang TI dua kali. Iya, karena gak tau kenapa aku sesakit itu ditinggal Jesse yang wajahnya gak bakal aku lihat di kompetisi major dota bahkan TI sekalipun (usap air mata). 

    Argh, perasaanku seringkali bertaut mengenai orang lain. Itu sering kali. Ketika berjumpa dengan seorang teman adalah hal yang prestis yang tak bisa dijangkau di akhir-akhir ini. Sedangkan mengenal stranger lewat sosial media adalah hal mudah sampai membuat perasaan bak digampar orak arik, sangking rapuhnya. 

    Bahkan alunan piano di intro awal "The Outside - Scova Notia" aku sudah merasakan sakit hati sesakit-sakitnya hanya mendengar mereka bersenandung. Rapuh sekali memang (terkadang) perasaan ini.

    Tahun 2020 ini sudah diwarnai dengan kepiluan. Awalnya diri ini sudah bersemangat membawa semangat baru di tahun yang baru.Dengan semangat menggebu-nggebu. Sama seperti kita menyelesaikan soal trigonometri nomor 7 dan berpindah ke nomor selanjutnya. Merasa dengan bebas harus menentukan hal apa yang harus kita kerjakan setelah ini. 

    Namun, hal tak kasat mata bernama corona mampu mengobrak-abrik hingga bersua dengan teman adalah hal yang luar biasa menggairahkan jika dilakukan. Padahal kebiasaan ini sudah jadi darah daging di sendi kehidupan kita. Tertaut hanya lewat daring sedikit mengobati, tapi pikiran di tahun ini pula membuatnya menjadi tak mudah. 

    Satu dari sekian banyak faktor seperti kartu domino. Saling berkaitan dan terpaut bersamaan. Kalau kita tidak bisa bertemu dengan teman, ngga bisa haha-hihi, kemudian kapan jodoh ini datang jika keadaan sudah tertutup gara-gara bangsatnya corona(?). 

    Terpuruk lagi ketika melihat orang bisa haha-hihi gandeng-gendong sedangkan kita geli. Uwoh!

    Iya, yang paling ngeselin itu adalah pikiran mak nyut yang datang tak diminta (ya-iyalah). Tetiba harus kepikiran masalah jodoh, tiba-tiba kepikiran buat beli rumah (amin), tiba-tiba harus kepikiran buat deposito 30 juta dulu. Pikiran yang tiba-tiba ini yang kadang harus dibumihanguskan dari peradaban bumi ini, harusnya. Tapi sangat sayang nek harus hilang, bahkan kadang kepikiran ide bikin sesuatu, nulis sesuatu juga dari pikiran mak nyut.

    Lalu, hingar bingar dunia maya hanya membuat semuanya tambah ruwet. Melarikan diri ke tontonan drama hanya akan jadi oase sesaat. Bahkan mengejar untuk menyelesaikan buku pun juga mengobati kepiluan dari pikiran mak nyut itu datang mengehentak. 

    Maka hal tersial adalah menata hati. Aku juga tidak paham bagaimana the founding father  kita bisa dengan legowo mau memproklamasikan kemerdekaan tepat di tanggal 17 agustus di saat sebelumnya mereka harus ada acara culak-culik tokoh tua gara-gara ambisi "secepatnya" mumpung vaccum of power. Harus berani berdebat dengan golongan muda yang ambisius. Bahkan dari sejarah, bapak bangsa sudah mengajarkan bagaimana manajemen manusia (dengan pendekatan politis juga) mampu menerobos segala keruwetan. Menyatukan banyak golongan dan berbuah merdeka. 

    Tapi aku? Memanajemen hati aja, sulitnya ampun-ampunan.

    Kini, perasaan masing-masing manusia yang tinggal di bumi juga butuh didengar dan disimpati. Gaungnya agar terdengar di berbagai tempat di pelosok dunia sekalipun. Orang-orang ini ingin segala sesuatu mengikuti kemauan mereka. Berbeda pendapat dianggap adalah hal hina dan dijebloskan. Yah begitulah. 

    Sangat disayangkan ketika orang yang berbeda pendapat harus dibungkam macam Jerinx sama Anji. Jauh dari edukasi ahli tapi berakhir nestapa. Aduh, aku ngomong apa sih ini. 

    Sudahlah. Ruwet. Kalau mikirin negeri ini. Nggak dipikir aja udah ruwet apalagi kalau dipikir. 

    Definisi kemerdekaanku? 

    Écrire, c’est une façon de parler sans être interrompu. -Jules Renard

    : menulis adalah cara berbicara tanpa terganggu!

    Jadi, aku cuma pingin nulis ajah! 

    Bye.

    **

    16/08/2020

    18:35




    Continue Reading


    Ada seorang gadis yang kalut. Setiap pertemuan pada malam, dia terbelenggu. Hantu-hantu yang bergentayangan mampu merasuki jiwanya. Bahkan ketika untuk menengok cermin dia menyembunyikan paras ayunya. Ketakutan besar membelenggu setiap nafasnya. Ia penasaran dengan apa yang dilakukan oleh manusia-manusia di luar sana yang begitu bahagia, Ketakutan itu mengintimidasinya begitu kuat. Untuk keluar dari celah saja ia terlalu banyak pertimbangan.

    Tepat ketika, dia melihat orang-orang silih berganti di jalanan kota, ia merasa sepi. Ketika dilihatnya manusia saling bertegur sapa, membuatnya iri. Saat mereka saling bertukar senyuman, hatinya diliputi dengki. Ada apa dengan gadis itu?

    Dimanakah aku mendapatkan yang didapatkan orang-orang kebanyakan?

    Pertanyaan itu yang selalu dia gaungkan. Menghentaknya seakan dia adalah orang yang penuh dosa. Kemudian silih berganti. Antara takut, tidak berdaya dan tidak mampu. Ia merasa tidak berhasil tentang usahanya.

    Bi-bisakah, kalian bantu gadis ini. Ia tidak percaya diri untuk meminta bantuan. Semua rasa itu, ia pendam. Hatinya seperti galian kuburan. Perasaannya itu menimbun keberadaannya tanpa banyak orang rasakan. Jika ada gadis yang tertawa lebar, dia sebenarnya ingin mengatakan, “aku ingin seperti dia.”

    Semua berubah ketika, bertemu sekelompok orang yang menyambutnya dengan tangan terbuka. Lalu disambung dengan tawa sumbang milik mereka. Ia yakin, dalam kelompok ini ia masih berpura-pura. Ia tidak merasa kelakuannya aneh. Jika dia diterima dengan kata normal, maka ia harus berperan.

     “Berpura-puralah pada dirimu di depan orang-orang.”

    Menjinakkan kebisingan. Menundukkan keterpaksaan.

    **

    06/08/2020

    "kutipan dalam buku 'Reuni'

    Bermain Peran

    Continue Reading

    Hold your breath!

    Cause today, I wanna tell about lovey-dovey-story. But, dude-, first thing first, I am not into fallin in love with someone else. Its not yet. End of July 30th and I didnt open my heart for somebody else. It will be upsetting, seriously. 

    I would be.

    For all my bucket list what should I wanna write on this blog, this topic is not appeared. Not even mention about this. However, all things exist have their background. 

    Actually, I dreamed about going to beach. Rahma and I just go to beach as though as my house to beach just 10 minute. But, well you didnt even believe on your dreams right? Cause its just dream.

    So here I am, with this story about love in the middle of daydreaming. Specifically, about one side love. On my perspective. The story will be started with the last guy whoever I liked it. 

    dreaming sea
    I wanna fallin (again)

    Literally, my mind contemplates for many things which is make me think so hard. We talked about destiny, for sure. My mom unrelenting to persuade about marriage. Because this is "the right time" for all the lady as same my age to think about committed relationship. And push me up to think so seriously. 

    The romanticism story begin with question. How we meet. Who is he. And where does he exist before. Etc! 

    I dont know that he existed in the earth. Haha, cause this is the first time that I meet somebody like him before. This is for somebody who actually existed on city crowd right now. There are all these miles between us. Somebody who I liked at past time. Maybe, I have crush for the first time we meet, I dont know how this feeling started.

    So, this story will be "the things" a lot for me. 

    I met him when we wanted to go to west city by the train. The train leaves at night. Meet strangers and talked about "haha-hihi" for greetings. And now, they are be my friends.

    Specifically, we (my strangers friend and I) knew that there are another stranger (again) who will be our friend's in the same train. So, what I wanna go to do at the moment? Curious? Yes, I am. But, my back hurts because cramps sitting on the train. 

    Its just one moment, firstly, I met him. Like the spinning time, we are not close anymore because its fated. Destiny not bring us together for that moment.

    But, I have some the moment (thanks for quarter of second aka. mak nyut), when we are sitting on the bus and then we have a chat. We are both busy for how to breakfast (at the moment) properly. Indeed, the bus is driving like dingle-dangle. Just knew that our conversation mentions about how to be like javanese and being proud of this part.Yes, in fact we talked about being medok. And its okay for somebody menjadi medok.

    He alone and so do I. So yeah. A little bit conversation, indeed we are same region that feels like we are close. Connecting with him feels like we can open to each other in the other way. Feels warm and cold, basically what I feels knowing him. 

    First meeting, I am on the right time. Cause his birthday is last day our event (officially). And, he got a  gift. There are apple and chocolate. And then, the event is over and we're going back home. We are not awkward anymore. While on train, he borrowed my sleeping pillow. 

    Thats it. 

    Again! We met again for short scholarship. Hm, maybe I dont really care that much. As possible, I acted like normal people. Just chat, eat together, and endure a lot of things (because we have a lot of friends at the moment). It means like nothing happened with my feeling. Cause at the momentum, I just lost that feeling. I dont know why. Maybe he is not attractive anymore, and just bored. Haha!

    I wanna declare something. I am, the most aggressive person among others. Like, I pushed up to ask him for breakfast together (example).Or I tried for offering to do something like climbing tree to take some fruit. It too insufferable on my eyes to see how not enthusiasm he is. His character like doesnt have desire to attract other people. You can imagine that?

    our breakable breakfast

    I do not rely on to other guys who accompany me at the same time. We (all friends here) like just have each business. Indeed, we are on the moment to try the best we can do to get best score. All of these guys committed it. 

    Relaxing time, we go to the mount. Actually, I have a moment when he talked like everything whats the world going on. Suddenly, talked about her grandparents who is Hindu priest. I am speechless, and shouted :  Wow! I cant imagine how open he is to me. 

    The wheels turn, turn, but no good solution come to mind. At least whether my feeling still persist. And last year like my whole contravention works on it. First, I sent a massage. Just chit chat. Only, twice for a year. This year doing the same thing again. Chat just third time in this year. So until now, just fifth chat. Meanwhile, the fifth chat talked about his friend who looked for a english course. 

    And now I trapped on the shrugged moment. Really. Its means more. Not just give up. Just at the moment, you dont know whats going on after this. Whats feeling waiting for. Overwhelmed for not doing something again. I have a privilege that I have accessed to send a message again. But, why? For sure, I am not capable doing like trash.

    Every single step about what are you doing have an excuse. The meaning. The goal. Or what ever you wanna say that. And, my alter ego makes question to me, why you are not doing that? Are you afraid? No. I just have an excuse doing it again. Not until I prepared feeling for "this is a right time". 

    I just feeling relieved that its over. I mean, my feeling. Like bird fly to the sky and go away. Seriously,  I wanna fallin in love again. The right man on the right time. I hope. Soon! 

    This bird reflected my feeling!

    18:00
    30/07/2020
    my mom going crazy right now cause tomorrow is Ied Adha.
    Continue Reading
    Pikiranku berkontemplasi pada uraian-uraian pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Atau setidaknya jawaban itu sederhana tapi aku membuatnya semakin rumit.

    Apa ada dunia selain bumi? Jika ada, kenapa aku harus lahir di bumi? Apakah dunia kosmik di luar sana ada? Bagaimana eksistensinya?

    Lalu, untuk apa kita lahir di muka bumi?

    Dari milyaran penduduk, dari jutaan sperma yang dikeluarkan, kenapa harus terlahir sosok Nabila dan nama itu diberikan padaku?

    Kenapa harus Bapak Muhammad Taufan dan Ibu Suparni yang menjadi orang tuaku? Bukannya aku tidak bersyukur, tapi kenapa Tuhan memberikan dua sosok ini menjadi orang tuaku?

    Lantas, kalaupun aku bisa memilih, kenapa harus bersuku Jawa? Dan menjadi bagian dari kebangsaan Indonesia, alih-alih jika aku ingin menjadi warga Mayotte saja. Tinggal jauh lebih tropis dari khatulistiwa.

    Lalu, kenapa harus Solo tempatku besar? Alih-alih jika harus memilih, aku ingin tinggal di Pontianak saja. Meski begitu, sangking kuatnya aku mengakar di Solo, sampai aku besar aku tidak ingin jauh-jauh dari Solo kalaupun harus memilih. Ah, lagi-lagi memilih.

    Lalu, kenapa segala perbedaan setiap individu yang lahir, yang tinggal, yang bertumbuh kembang, yang memiliki prinsip, yang bernilai ini kenapa harus disetarakan? Alih-alih memandangnya sebagai suatu keistimewaan.

    Ah...

    Tiba-tiba aku teringat pada sosok Ibuku yang malunya minta ampun. Pada kedua adikku yang tinggal kelas 2 tahun. Iya. Adik pertama dan adik kedua, sama-sama tinggal kelas 2 tahun dan dia malu. Latar belakang Bapak dan Ibu seorang guru, dimana dia mengajari anak orang supaya pintar, tapi tidak sebanding dengan darah dagingnya sendiri.

    Baru beberapa waktu belakangan, adik keduaku tiba-tiba menggerutu. Begini katanya, "aku benci banget sama tetangga depan. Masak pas aku SD dia tanya-tanya ke aku, kok bisa aku nunggak (read: tinggal kelas)?"

    Jauh mengenal sistem, bahwa semua anak terlahir istimewa, namun lingkungan masyarakat bahkan budaya yang turun temurun mengatakan menjadi berbakat, baik, santun, punya tolak ukur yang sama yang dimiliki manusia lain adalah hal mutlak adanya.

    Padahal sebagai manusia kita kadang jalan di tempat, alih-alih untuk maju, berpikir saja susah. Jadi aku bilang ke adikku, "Iya, aku juga benci tetangga depan rumah."

    Kemudian kontemplasi pikiranku jauh lebih gila dari itu. Kenapa semua ingin kaya? Kenapa mereka yang miskin tidak berusaha? Apa yang terjadi pada mereka yang rentan?

    Alih-alih menanyakan hal itu, mungkin jiwaku yang lain melemparkan jawaban pedas pada diriku yang bertanya, "Kamu tidak pernah merasakan yang dirasakan orang-orang itu, Bil. Jadi, diamlah!"

    Ah, kadang kalau kita berpikir lebih, takut kalau itu bagian dari pikiran buruk yang tidak dibolehkan dalam agama.

    Maksudku begini, jika memang teman baikku menawarkan sebuah filosofi yang bernama Filosofi Yu Jum, tentu kita tidak merasa harus berlomba-lomba untuk menjadi unggul. Sebenarnya apakah benar, hakikat manusia di bumi ini hanya pengrusak? Maka jawabnya sudah jelas, memang iya. Lalu kenapa kita harus mengkotak-kotakkan antara diri yang satu dengan diri yang lain.

    Dia anak punk, dia jelek, dia buruk akhlaknya.

    Dia anak masjid, dia baik, dan sudah jaminan surga.

    Dia anak a, b, c, d, e, ------ z, dia begitu adanya.

    Padahal bukankah sebagai manusia, kita harusnya saling membaikkan. Alih-alih harus membuat klaster atau status tiap masing-masing orang.

    Lalu, jika dunia ini seragam, dan memiliki dosa yang sama, kenapa mereka tidak mau bahu-membahu pada apa yang terjadi pada bumi. Alih-alih yang mereka kerjakan hanya mendengar penceramah yang saling tuding kafir mengkafirkan dan seenak udel mereka, bahwa yang penceramah lakukan adalah bagian dari jaminan surga.

    Ah, padahal faktanya kita sama-sama membuat kekacauan (katakanlah) dengan berton-ton sampah plastik yang butuh waktu panjang untuk mengurainya dimana kita tak bisa lepas darinya. Kita membuat dosa kita sendiri. Tiap hari semakin besar saja pengrusakan yang kita lakukan. Toh, hanya  memupuk dosa-dosa jariyah.

    Ah, plus diriku yang suka  menggibah sinetron indosiar ini juga.

    Lalu juga, kenapa jika ada seseorang yang memperkenalkan teori katakanlah dari orang barat, orang yang mengaku beragama bilang, "ah di muslim ada tokoh hebat a, b, c, d, z, kenapa harus tokoh kafir yang harus dijadikan contoh?". Begitu kata mereka.

    Jiwaku yang lain ingin segera menimpali, "Bukankah kita manusia, dan kita makhluk Allah, (katakanlah demikian) yang sama-sama diciptakan pada status yang sama. Sebagai manusia!"

    Padahal Allah meminta iblis dan setan untuk menyembah manusia loh, tapi kedua makhluk ini murka dan mengajukan protes.

    "Aku kan dari api, sedangkan manusia kan dari tanah, kenapa harus menyembah tanah, secara status sosialnya kan bagusan dari api" begitu kata Iblis.

    Bak buah simalakama, kadang kita pun juga suka mengejek suku lain, memonyet-monyetkan suku dan ras A, menghitam-hitamkan suku dan ras B, dan lain sebagainya. Kemudian, kemudian, kemudian, bertumbuhkembanglah soal standar kecantikan. Begitu seterusnya.

    Kemudian, di umurku yang sudah harus memilih dan memilah ini, lagi-lagi kita dihadapkan pada banyaknya klaster. Dia pengajian A, B, C, D, Z. Kalau nggak sama satu pengajian, nggak boleh. Ah. Kenapa manusia ini begitu rumit. Bukankah sudah pas jika memakai satu agama sama dengan satu iman.

    Tapi hidup manusia yang rumit tak mau memudahkan itu, esmeralda. Meski satu agama sekalipun, pertanyaan yang dipermasalahkan (misalnya), mazhabnya apa dulu? Haruskah keluar pertanyaan itu?

    Sadar tidak sadar, untuk bisa bersanding dengan seseorang dalam mahligai pernikahan, kalau tidak satu pengajian = tidak mau. Ibarat sudah beda iman saja. Sepicik itukah manusia berpikir?

    Lagi-lagi perkara kita berkumpul dan berkehendak, harus ada tendensinya.

    Jauh dari yang namanya tendesi berpikir, wong kadang yang dilihat di mata saja sudah bisa menyimpulkan segalanya. Ah, dasar manusia itu makhluk unik. Sangking uniknya, sesama manusia saja aku harus menilai dan dibuat geleng-geleng kepala.

    Misal dari cara manusia berpakaian. Yang syari, pakai cadar, dan ulala lainnya. Berarti imannya bagus, begitu kata mereka-mereka.

    Wong, di masyarakat kita sendiri mudahnya mendapat label bahwa keimanan seseorang sudah bisa dilihat dari apa yang dipakai kan? Ah, kadang tuh, kita emang suka sok tau.

    Aku tahu, keberadaan alam berpikirku yang dangkal dengan banyaknya pertanyaan tak akan pernah terpuaskan dengan satu jawaban pamungkas. Setidaknya demikian, jika dipikirkan terlalu lama akan menimbulkan efek domino.

    Kututup kontemplasi berpikirku hari ini. Sama seperti jawaban penerimaan Ibuku pada kehadiran kami anak-anaknya di keluarga ini. "Alhamdulillah." Harus keluar kata itu lantaran Ibu harus melalui alur berpikir yang panjang. Tatkala, dia harus kondisi dan mental membandingkan kedua adikku dengan manusia berkebutuhan khusus lainnya. Lalu keluar ucapan penuh syukur itu.

    Ibuk mengatakan satu kata syukur itu harus melalui tangis air mata. Pun, secara jelas, ketika Ibuk mendadak 'mak nyut' kepikiran nasib kedua adikku.

    Tidak masalah jika setiap orang itu berbeda. Memang harusnya begitu. Kemudian Bapak menyahut paling kencang, ketika Ibuku depresi. "Memang kemampuan anaknya segitu, yaudah."

    Ah, sama seperti yang lain. Bahwa setiap orang secara naluriah akan berpikir menghargai perbedaan, menghargai nilai, menghargai kemampuan, menghargai kapasitas masing-masing. Memiliki standar yang sama dengan manusia kebanyakan, tidak akan menyelesaikan. Wong, secara hakikat setiap orang berbeda.

    Mungkin itulah jawaban yang tersirat. Tuhan menitipkan aku untuk tumbuh kembang, berprinsip, dan berkemampuan sampai menjadi bagian dari keluarga yang dibangun Bapak Taufan dan Ibu Suparni.

    Hm.

    Kontemplasi Alam Berpikirku


    Sesederhana menanyakan eksistensi keberadaan kita di muka bumi yang sudah sekarat ini. Kemudian berlanjut mengenai apapun yang tiba-tiba dan mendadak terjadi. Maka benar, jika aku menciptakan fantasi dan imajinasi dalam alam berpikirku sendiri. Terlebih membuatku sedikit lebih waras.

    Seperti bumi yang memiliki dua bulan kembar, berbicara pada kucing, kemudian tiba-tiba bisa turun hujan ikan salmon, gurita yang bisa ditemukan di kolam ikan belakang rumah, pelangi terang di malam hari, ah jika ketidakmungkinan itu nyata, maka nyatalah alam berpikirku.

    Imajinasi yang kuciptakan nyata, maka tak heran aku belajar menghargai pemikiran orang. Setidaknya hal itu yang sedang aku latih agar menjadi warga bumi yang baik hati dan mulia. Bukankah demikian, tanpa memandang segala perbedaan, toh kita hanya numpang hidup sebagai warga bumi saja.

    Sambil berpikir santai, bumi akan baik-baik saja kemudian hari. Memang seharusnya begitu.

    **

    19:47
    26/07/2020

    Continue Reading
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ▼  2023 (1)
      • ▼  Jan 2023 (1)
        • My Last Dance
    • ►  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ►  Jun 2021 (3)
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ►  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top