Halo Perempuan!
Tepat kemarin malam, tiba-tiba grup Srimulat Power Rangers yang biasanya membahas FLC tiba-tiba redup bergairah mengeluarkan deretan notifikasinya. FLC memang sudah selesai, harusnya grup ini juga selesai membuat notif yang membuat penghuni grupnya harus membukanya sekedar untuk menghilangkan tanda notif. Hal yang menjadi perbincangan hangat adalah peran perempuan, yang pembahasannya dipelopori oleh saudara Yayak.
Yayak sependapat dengan sebuah artikel bahwa perempuan yang terbiasa bekerja di ranah publik berpotensi menjadi istri idaman. Begitulah kata sebuah artikel. Oke. Aku setuju bagian ini. Seorang suami membutuhkan supporting system dari perempuannya untuk hal yang dikerjakan. Tentu, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman bagaimana laki-laki bekerja, sang istri harus memahami latar belakang pekerjaan yang sedang dilakukan kan. Apalagi hal itu berhubungan di ranah publik yang mendorong ia harus bertemu dengan banyak orang dengan banyak karakter kepribadian. Sehingga hal-hal yang tidak perlu dijelaskan tetapi dipahamkan harus tertanam di benak sang istri tersebut.
Begitulah sekiranya yang mereka diskusikan.
Sesungguhnya aku ingin sekali membahas tema yang berkaitan dengan perempuan ini sudah lama. Antara pilihan menikah, menjadi seperti apa di masa depan, dan peran perempuan dalam berkeluarga. Ingin banget dan momennya datang di saat ini. Karena tema-tema seperti ini erat kaitannya dengan duniaku yang selesai di kampus dan menentukan langkah selanjutnya. Sudah mapan secara umur yaitu 23, sudah selesai kuliah, nikah? Seolah itu sudah doa para orang tua mana pun yang melihat anak gadisnya bertumbuh dewasa dan menginginkna mereka mentas alias lepas tanggung jawabnya dari orang tua. Hm~
Nikah Muda Atau Tunda?
Aku meng-uninstall aplikasi Instagram sudah lama, ketika selesai pendadaran di bulan Januari dan aplikasi instagramku menuntutku untuk update. Memang harus update sih. Karena pada saat itu aplikasiku masih jadul dan belum ada instagram story. Padahal sekarang itu jaman manusia-manusia kepo bertebaran bagaikan lalat yang ingin tahu kehidupan pribadi penghuni jagat maya kan. Untuk menghindari pamer, tebar gambar kepalsuan, ikut ikutan arus jaman now dan serta melalui pemikiran yang cukup panjang, akhirnya aku uninstall saja aplikasi instagramku. Satu hal yang luar biasa membahagiakan adalah aku tidak lagi melihat postingan iklan nikah muda di timeline explore-ku. Itu sangat-sangat mengganggu.
Okelah, wahai perempuan yang tidak bisa menjaga dirinya dengan baik dan merasa kesepian dan sudah siap mental saya haturkan, silahkan. Banyak stimulus yang kurang ajar, ketika tetangga, teman, saudara jauh atau pun dekat menanyakan hal yang sama. "Kapan nikah?" Jeder! Bukannya tidak mau nikah ya Sob, ya. Tapi nikah itu bukan karena nyomot seorang arjuna di pinggir jalan dan takdirnya tidak seindah FTV SCTV kan? Pasti butuh kematangan dalam persiapan, baik mental ataupun keuangan. Kita tidak perlu munafik sih, uang itu kunci. Orang tua kita dalam menyecreening calon kita juga pasti nyari orang yang sudah mapan secara financial. Biar anaknya diurus oleh orang yang benar. Kamu gak perlu setuju, biar aku saja.
Pada akhirnya aku gerah. Menjadi perempuan yang hidup di era dunia langgas (millenial, read) itu susah dan dihadapkan dengan trend nikah muda. Kalau kata buku catatan Teori Sejarah Prof Warto yang mengatakan bahwa sejarah itu bisa saja siklus. Apa yang terjdi di masa lampau bisa terjadi lagi di masa sekarang. Contohnya fashion, dan tentu saja... trend nikah muda. Trend nikah muda yang ada jaman kakek nenek kita mendadak booming di era sekarang, dan bedanya ada instagram sebagai lahan kita buat pamer.
Terus akun-akun dakwah yang menjadikan ini sebagai lahan iklan persuasif mereka untuk menggerakkan nikah muda. Kalau kalian sanggup sih, silahkan. Kalau saya nggak sanggup ya jangan paksa dong. Memang benar menikah itu menyempurnakan setengah agama kita. Tetapi apakah setengah agama yang kita jalani sekarang sudah sempurna? Whehe...
Kalau saya sih, melalui narasi diatas bisa dikategorikan menjawab pilihan yang mana. Tentu aku sebagai manusia yang banyak dosa ini lebih banyak memperbaiki diri. Banyak memperkaya ilmu, banyak mengembangkan soft skill, ambisi, target pribadi. Jadi, dear perempuan Indonesia yang melahirkan generasi emas Indonesia, jangan karena capai menemui dosen buat bimbingan skripsi, susahnya menjalankan hidup, kalian punya pemikiran buat nikah saja. Emang gampang?
Apakah kamu Supporting Women atau Alfa Women?
Supporting Women bisa dikategorikan sebagai perempuan yang memberikan dukungan penuh pada sang suaminya. Tidak masalah, bahkan antara perbedaan yang sangat mencolok mentang-mentang diksi yang diberikan antara kata support dan alfa, bagiku keduanya mempunyai jalur yang sama dimana akan sejalan dikehidupan nyata seorang perempuan. Hm... tapi ternyata tidak semua perempuan.
Jadi begini, karena entah kenapa aku selalu mempunyai jejaring pertemanan dimana menjadi perempuan itu harus mandiri, maka tidak salah jika lingkungan pertemananku selalu melingkar orang-orang yang mempunyai kepribadian alfa women. Menjadi perempuan alfa women terkadang menimbulkan permasalahan menyangkut partner hidup mereka alias pendamping. Perempuan perempuan seperti ini bisa menyelesaikan masalahnya tanpa harus ada keterlibatan pihak lelaki. Segala urusan bisa diselesaikan sendiri. Mempunyai ambisi yang lebih besar untuk karier dan pencapaian pribadinya. Terkadang membuat lelaki yang melihat kadang ciut nyalinya, belum sanggup untuk menyejajarkan diri. Padahal perempuan alfa women tidak masalah jika suatu ketika pendampingnya menuntut untuk memulai dari 0 dan berusaha keras lagi dengan meninggalkan zona nyaman. Untuk artikel mengenai karakter alfa women kalian bisa lihat klik di sini.
Menjawab pertanyaan diatas, tentang menjadi perempuan seperti apakah aku? Maka aku akan menjawab dengan mengelaborasikan hal itu bersamaan. Bagiku menjadi supporting system seorang laki-laki itu perlu. Ketika masa kehidupan berdampingan ini menuntut kita menjadi orang yang mendukung apapun kerja yang dilakukan suami. Support tidak hanya berbuah doa tetapi mental kita menjadi pendamping terbaik bagaimana permasalahan yang dihadapi partner kita berujung pada pengambilan keputusan yang sulit. perempuan wajib hukumnya menjadi supporting women.
Tetapi menjadi perempuan yang kuat, tegar dan mandiri memang harus mempunyai semua karakter alfa women. Bukan karena kita perempuan menuntut hak yang sejajar dengan laki-laki, hanya saja pola berpikir menjadikan kita partner adalah jawaban. Kita bisa berdampingan bersamaan mengedepankan tujuan kebaikan, bukan hanya berhenti pada kepemilikan ego pribadi. Alfa women saya kira sudah cukup mewakili kebutuhan berpasangan kita di masa depan. Bukannya menjadi perempuan dengan karakter alfa women harus diwaspadai karena perempuan-perempuan seperti ini dinilai sanggup menyelesaikan tugas para laki-laki, tetapi cukup dengan dirangkul. Bahwasanya merekalah yang akan mendampingi kita (para laki-laki, read) dalam mengarungi perjudian di dunia ini.
Sebaik-baik pasangan adalah yang melengkapi. Aku tidak tahu bagaimana kriteria perempuan diluar alfa women. Aku juga jarang mendapati perempuan dengan egositas yang tinggi. Pemikiran yang masih bocah dan masih belum dewasa. Menjadi perempuan memang dituntut untuk multitasking menyelesaikan semua persoalan, permasalahan dalam kehidupan dengan tuntas. Diluar itu, menjadi perempuan tidak mudah. Dalam dirinya tumbuh perasaan yang cepat dan mudah rapuh. Sedetik saja hal yang diluar algoritma pemikirannya (dimana itu berbeda dengan kenyataan), pasti kacau, sedikit stress, butuh waktu untuk recovery. Ketika banyak laki-laki menganggap kita cukup mandiri, tetapi perempuan punya kepekaan. Dan perasaannya adalah sangat mudah patah oleh keadaan.
Itulah sebabnya, hakikat lelaki adalah imam benar adanya. Dalam pundak merekalah, para perempuan dengan karakter apapun akan bersandar jika mereka lelah.
Nabila Chafa,
dalam kekacauan berpikirnya tentang menjadi seperti apa dia.
9-10 Mei 2018
:::
Foto: Yayak yang difotoin oleh Abang Kesayangannya :)