Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini

    Hold your breath!

    Cause today, I wanna tell about lovey-dovey-story. But, dude-, first thing first, I am not into fallin in love with someone else. Its not yet. End of July 30th and I didnt open my heart for somebody else. It will be upsetting, seriously. 

    I would be.

    For all my bucket list what should I wanna write on this blog, this topic is not appeared. Not even mention about this. However, all things exist have their background. 

    Actually, I dreamed about going to beach. Rahma and I just go to beach as though as my house to beach just 10 minute. But, well you didnt even believe on your dreams right? Cause its just dream.

    So here I am, with this story about love in the middle of daydreaming. Specifically, about one side love. On my perspective. The story will be started with the last guy whoever I liked it. 

    dreaming sea
    I wanna fallin (again)

    Literally, my mind contemplates for many things which is make me think so hard. We talked about destiny, for sure. My mom unrelenting to persuade about marriage. Because this is "the right time" for all the lady as same my age to think about committed relationship. And push me up to think so seriously. 

    The romanticism story begin with question. How we meet. Who is he. And where does he exist before. Etc! 

    I dont know that he existed in the earth. Haha, cause this is the first time that I meet somebody like him before. This is for somebody who actually existed on city crowd right now. There are all these miles between us. Somebody who I liked at past time. Maybe, I have crush for the first time we meet, I dont know how this feeling started.

    So, this story will be "the things" a lot for me. 

    I met him when we wanted to go to west city by the train. The train leaves at night. Meet strangers and talked about "haha-hihi" for greetings. And now, they are be my friends.

    Specifically, we (my strangers friend and I) knew that there are another stranger (again) who will be our friend's in the same train. So, what I wanna go to do at the moment? Curious? Yes, I am. But, my back hurts because cramps sitting on the train. 

    Its just one moment, firstly, I met him. Like the spinning time, we are not close anymore because its fated. Destiny not bring us together for that moment.

    But, I have some the moment (thanks for quarter of second aka. mak nyut), when we are sitting on the bus and then we have a chat. We are both busy for how to breakfast (at the moment) properly. Indeed, the bus is driving like dingle-dangle. Just knew that our conversation mentions about how to be like javanese and being proud of this part.Yes, in fact we talked about being medok. And its okay for somebody menjadi medok.

    He alone and so do I. So yeah. A little bit conversation, indeed we are same region that feels like we are close. Connecting with him feels like we can open to each other in the other way. Feels warm and cold, basically what I feels knowing him. 

    First meeting, I am on the right time. Cause his birthday is last day our event (officially). And, he got a  gift. There are apple and chocolate. And then, the event is over and we're going back home. We are not awkward anymore. While on train, he borrowed my sleeping pillow. 

    Thats it. 

    Again! We met again for short scholarship. Hm, maybe I dont really care that much. As possible, I acted like normal people. Just chat, eat together, and endure a lot of things (because we have a lot of friends at the moment). It means like nothing happened with my feeling. Cause at the momentum, I just lost that feeling. I dont know why. Maybe he is not attractive anymore, and just bored. Haha!

    I wanna declare something. I am, the most aggressive person among others. Like, I pushed up to ask him for breakfast together (example).Or I tried for offering to do something like climbing tree to take some fruit. It too insufferable on my eyes to see how not enthusiasm he is. His character like doesnt have desire to attract other people. You can imagine that?

    our breakable breakfast

    I do not rely on to other guys who accompany me at the same time. We (all friends here) like just have each business. Indeed, we are on the moment to try the best we can do to get best score. All of these guys committed it. 

    Relaxing time, we go to the mount. Actually, I have a moment when he talked like everything whats the world going on. Suddenly, talked about her grandparents who is Hindu priest. I am speechless, and shouted :  Wow! I cant imagine how open he is to me. 

    The wheels turn, turn, but no good solution come to mind. At least whether my feeling still persist. And last year like my whole contravention works on it. First, I sent a massage. Just chit chat. Only, twice for a year. This year doing the same thing again. Chat just third time in this year. So until now, just fifth chat. Meanwhile, the fifth chat talked about his friend who looked for a english course. 

    And now I trapped on the shrugged moment. Really. Its means more. Not just give up. Just at the moment, you dont know whats going on after this. Whats feeling waiting for. Overwhelmed for not doing something again. I have a privilege that I have accessed to send a message again. But, why? For sure, I am not capable doing like trash.

    Every single step about what are you doing have an excuse. The meaning. The goal. Or what ever you wanna say that. And, my alter ego makes question to me, why you are not doing that? Are you afraid? No. I just have an excuse doing it again. Not until I prepared feeling for "this is a right time". 

    I just feeling relieved that its over. I mean, my feeling. Like bird fly to the sky and go away. Seriously,  I wanna fallin in love again. The right man on the right time. I hope. Soon! 

    This bird reflected my feeling!

    18:00
    30/07/2020
    my mom going crazy right now cause tomorrow is Ied Adha.
    Continue Reading
    Pikiranku berkontemplasi pada uraian-uraian pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Atau setidaknya jawaban itu sederhana tapi aku membuatnya semakin rumit.

    Apa ada dunia selain bumi? Jika ada, kenapa aku harus lahir di bumi? Apakah dunia kosmik di luar sana ada? Bagaimana eksistensinya?

    Lalu, untuk apa kita lahir di muka bumi?

    Dari milyaran penduduk, dari jutaan sperma yang dikeluarkan, kenapa harus terlahir sosok Nabila dan nama itu diberikan padaku?

    Kenapa harus Bapak Muhammad Taufan dan Ibu Suparni yang menjadi orang tuaku? Bukannya aku tidak bersyukur, tapi kenapa Tuhan memberikan dua sosok ini menjadi orang tuaku?

    Lantas, kalaupun aku bisa memilih, kenapa harus bersuku Jawa? Dan menjadi bagian dari kebangsaan Indonesia, alih-alih jika aku ingin menjadi warga Mayotte saja. Tinggal jauh lebih tropis dari khatulistiwa.

    Lalu, kenapa harus Solo tempatku besar? Alih-alih jika harus memilih, aku ingin tinggal di Pontianak saja. Meski begitu, sangking kuatnya aku mengakar di Solo, sampai aku besar aku tidak ingin jauh-jauh dari Solo kalaupun harus memilih. Ah, lagi-lagi memilih.

    Lalu, kenapa segala perbedaan setiap individu yang lahir, yang tinggal, yang bertumbuh kembang, yang memiliki prinsip, yang bernilai ini kenapa harus disetarakan? Alih-alih memandangnya sebagai suatu keistimewaan.

    Ah...

    Tiba-tiba aku teringat pada sosok Ibuku yang malunya minta ampun. Pada kedua adikku yang tinggal kelas 2 tahun. Iya. Adik pertama dan adik kedua, sama-sama tinggal kelas 2 tahun dan dia malu. Latar belakang Bapak dan Ibu seorang guru, dimana dia mengajari anak orang supaya pintar, tapi tidak sebanding dengan darah dagingnya sendiri.

    Baru beberapa waktu belakangan, adik keduaku tiba-tiba menggerutu. Begini katanya, "aku benci banget sama tetangga depan. Masak pas aku SD dia tanya-tanya ke aku, kok bisa aku nunggak (read: tinggal kelas)?"

    Jauh mengenal sistem, bahwa semua anak terlahir istimewa, namun lingkungan masyarakat bahkan budaya yang turun temurun mengatakan menjadi berbakat, baik, santun, punya tolak ukur yang sama yang dimiliki manusia lain adalah hal mutlak adanya.

    Padahal sebagai manusia kita kadang jalan di tempat, alih-alih untuk maju, berpikir saja susah. Jadi aku bilang ke adikku, "Iya, aku juga benci tetangga depan rumah."

    Kemudian kontemplasi pikiranku jauh lebih gila dari itu. Kenapa semua ingin kaya? Kenapa mereka yang miskin tidak berusaha? Apa yang terjadi pada mereka yang rentan?

    Alih-alih menanyakan hal itu, mungkin jiwaku yang lain melemparkan jawaban pedas pada diriku yang bertanya, "Kamu tidak pernah merasakan yang dirasakan orang-orang itu, Bil. Jadi, diamlah!"

    Ah, kadang kalau kita berpikir lebih, takut kalau itu bagian dari pikiran buruk yang tidak dibolehkan dalam agama.

    Maksudku begini, jika memang teman baikku menawarkan sebuah filosofi yang bernama Filosofi Yu Jum, tentu kita tidak merasa harus berlomba-lomba untuk menjadi unggul. Sebenarnya apakah benar, hakikat manusia di bumi ini hanya pengrusak? Maka jawabnya sudah jelas, memang iya. Lalu kenapa kita harus mengkotak-kotakkan antara diri yang satu dengan diri yang lain.

    Dia anak punk, dia jelek, dia buruk akhlaknya.

    Dia anak masjid, dia baik, dan sudah jaminan surga.

    Dia anak a, b, c, d, e, ------ z, dia begitu adanya.

    Padahal bukankah sebagai manusia, kita harusnya saling membaikkan. Alih-alih harus membuat klaster atau status tiap masing-masing orang.

    Lalu, jika dunia ini seragam, dan memiliki dosa yang sama, kenapa mereka tidak mau bahu-membahu pada apa yang terjadi pada bumi. Alih-alih yang mereka kerjakan hanya mendengar penceramah yang saling tuding kafir mengkafirkan dan seenak udel mereka, bahwa yang penceramah lakukan adalah bagian dari jaminan surga.

    Ah, padahal faktanya kita sama-sama membuat kekacauan (katakanlah) dengan berton-ton sampah plastik yang butuh waktu panjang untuk mengurainya dimana kita tak bisa lepas darinya. Kita membuat dosa kita sendiri. Tiap hari semakin besar saja pengrusakan yang kita lakukan. Toh, hanya  memupuk dosa-dosa jariyah.

    Ah, plus diriku yang suka  menggibah sinetron indosiar ini juga.

    Lalu juga, kenapa jika ada seseorang yang memperkenalkan teori katakanlah dari orang barat, orang yang mengaku beragama bilang, "ah di muslim ada tokoh hebat a, b, c, d, z, kenapa harus tokoh kafir yang harus dijadikan contoh?". Begitu kata mereka.

    Jiwaku yang lain ingin segera menimpali, "Bukankah kita manusia, dan kita makhluk Allah, (katakanlah demikian) yang sama-sama diciptakan pada status yang sama. Sebagai manusia!"

    Padahal Allah meminta iblis dan setan untuk menyembah manusia loh, tapi kedua makhluk ini murka dan mengajukan protes.

    "Aku kan dari api, sedangkan manusia kan dari tanah, kenapa harus menyembah tanah, secara status sosialnya kan bagusan dari api" begitu kata Iblis.

    Bak buah simalakama, kadang kita pun juga suka mengejek suku lain, memonyet-monyetkan suku dan ras A, menghitam-hitamkan suku dan ras B, dan lain sebagainya. Kemudian, kemudian, kemudian, bertumbuhkembanglah soal standar kecantikan. Begitu seterusnya.

    Kemudian, di umurku yang sudah harus memilih dan memilah ini, lagi-lagi kita dihadapkan pada banyaknya klaster. Dia pengajian A, B, C, D, Z. Kalau nggak sama satu pengajian, nggak boleh. Ah. Kenapa manusia ini begitu rumit. Bukankah sudah pas jika memakai satu agama sama dengan satu iman.

    Tapi hidup manusia yang rumit tak mau memudahkan itu, esmeralda. Meski satu agama sekalipun, pertanyaan yang dipermasalahkan (misalnya), mazhabnya apa dulu? Haruskah keluar pertanyaan itu?

    Sadar tidak sadar, untuk bisa bersanding dengan seseorang dalam mahligai pernikahan, kalau tidak satu pengajian = tidak mau. Ibarat sudah beda iman saja. Sepicik itukah manusia berpikir?

    Lagi-lagi perkara kita berkumpul dan berkehendak, harus ada tendensinya.

    Jauh dari yang namanya tendesi berpikir, wong kadang yang dilihat di mata saja sudah bisa menyimpulkan segalanya. Ah, dasar manusia itu makhluk unik. Sangking uniknya, sesama manusia saja aku harus menilai dan dibuat geleng-geleng kepala.

    Misal dari cara manusia berpakaian. Yang syari, pakai cadar, dan ulala lainnya. Berarti imannya bagus, begitu kata mereka-mereka.

    Wong, di masyarakat kita sendiri mudahnya mendapat label bahwa keimanan seseorang sudah bisa dilihat dari apa yang dipakai kan? Ah, kadang tuh, kita emang suka sok tau.

    Aku tahu, keberadaan alam berpikirku yang dangkal dengan banyaknya pertanyaan tak akan pernah terpuaskan dengan satu jawaban pamungkas. Setidaknya demikian, jika dipikirkan terlalu lama akan menimbulkan efek domino.

    Kututup kontemplasi berpikirku hari ini. Sama seperti jawaban penerimaan Ibuku pada kehadiran kami anak-anaknya di keluarga ini. "Alhamdulillah." Harus keluar kata itu lantaran Ibu harus melalui alur berpikir yang panjang. Tatkala, dia harus kondisi dan mental membandingkan kedua adikku dengan manusia berkebutuhan khusus lainnya. Lalu keluar ucapan penuh syukur itu.

    Ibuk mengatakan satu kata syukur itu harus melalui tangis air mata. Pun, secara jelas, ketika Ibuk mendadak 'mak nyut' kepikiran nasib kedua adikku.

    Tidak masalah jika setiap orang itu berbeda. Memang harusnya begitu. Kemudian Bapak menyahut paling kencang, ketika Ibuku depresi. "Memang kemampuan anaknya segitu, yaudah."

    Ah, sama seperti yang lain. Bahwa setiap orang secara naluriah akan berpikir menghargai perbedaan, menghargai nilai, menghargai kemampuan, menghargai kapasitas masing-masing. Memiliki standar yang sama dengan manusia kebanyakan, tidak akan menyelesaikan. Wong, secara hakikat setiap orang berbeda.

    Mungkin itulah jawaban yang tersirat. Tuhan menitipkan aku untuk tumbuh kembang, berprinsip, dan berkemampuan sampai menjadi bagian dari keluarga yang dibangun Bapak Taufan dan Ibu Suparni.

    Hm.

    Kontemplasi Alam Berpikirku


    Sesederhana menanyakan eksistensi keberadaan kita di muka bumi yang sudah sekarat ini. Kemudian berlanjut mengenai apapun yang tiba-tiba dan mendadak terjadi. Maka benar, jika aku menciptakan fantasi dan imajinasi dalam alam berpikirku sendiri. Terlebih membuatku sedikit lebih waras.

    Seperti bumi yang memiliki dua bulan kembar, berbicara pada kucing, kemudian tiba-tiba bisa turun hujan ikan salmon, gurita yang bisa ditemukan di kolam ikan belakang rumah, pelangi terang di malam hari, ah jika ketidakmungkinan itu nyata, maka nyatalah alam berpikirku.

    Imajinasi yang kuciptakan nyata, maka tak heran aku belajar menghargai pemikiran orang. Setidaknya hal itu yang sedang aku latih agar menjadi warga bumi yang baik hati dan mulia. Bukankah demikian, tanpa memandang segala perbedaan, toh kita hanya numpang hidup sebagai warga bumi saja.

    Sambil berpikir santai, bumi akan baik-baik saja kemudian hari. Memang seharusnya begitu.

    **

    19:47
    26/07/2020

    Continue Reading
    Hei!

    Its 13:00 pm at Thursday. In the same time, I join at Webinar. Just waiting this talkshow will going on. I dont know why, I have been realized that I quite lazy for making a post at this blog. Maybe aroud 2 weeks. But seriously, I have a lot of list on my journal what topic I gonna share with.

    Life is fluctuating. And here I am. I have been in lowest shocks at the momentum.

    Just trying figure it out. You know that I recently deleted instagram apps for some reason. Maybe my brain needs taking a long time for to go back again. Its not false being instagram room. Just sharing and whatever you want to do. But, every social media has its own segmentation. Hm, and Its hard for me to able join this room.

    But today, I just wanna share what I recently doing for past a few days.Yess! I recently make gratitude journal. Jurnal Syukur everyday.

    My gratitude journal

    This is be able my new experience before I go to bed. Making gratitude journal. Not just journaling. Its not hard anymore. O ya, I started making journal everyday from within last year.

    2019, this year, I've been looking for methods or systems to incorporate to myself more productive, more effective, more balanced. Because my brain always thinking so hardly make my own problem has been solved effectively. Yes, called it "quarter life crisis" or whatever you wanna called.

    SO, making journal such a compliance my soul, haha, I dont know how to describe it so well. Like, when I visited other rekan kantor which is not on a good way for life. They are just enough with standard city salary  (UMR) and have to spend their cost for living, another bill, and etc. I thought that I am on the stable enough. Like, I have privilege that I was born on better family.

    You're on the blessing place for life, dude. 

    My random mind always takes on the right way.When you're compare your situation with the other people who unlucky enough from you, like your thought is driving crazy. Does the world work like this? Or, I am good enough to know how struggle they are. Such a gratitude, blessing, and sometime my problem is just paltry.

    Oke, go back to my topic.

    I wrote what happened this day, what I feel, what I thinking about, and some reason what I doing this way. Its important doing for each activity for asking with "WHY". Why you doing this way? Why you should do this, or something else.

    Thanks for Benjamin Franklin for such inspiration. He is a founding father, incredible inventor, and you're maybe miss his face when you didnt have a dollar. Ben always asking for himself, such the question : "What good shall I do this day?", "What I have done today?"

    Its fantastic question for taking my mind goosebumps and thinking so hardly. Oke, for following up Benjamin inspiration, I am making gratitude journal.

    My gratitude journal

    I download apps Presently : Gratitude Journal, you should try this. But on apps like a diary. What such meaningful things that you think its gratitude enough for your day. Like, maybe yesterday, my little sister, Mama learning how to sell hijab on online shop.

    I just teached her to make a caption on her instagram, how to make people interested about what your selling, or algorithm of social media. I proud enough about her first step.

    Just a small things sometimes. When the day I opened up what I doing recently today, I just walking around from this obstacle before.

    LAST, maybe my new activity such a not fun, boring enough, or whatever you wanna say, but seriously, its like investation. Hm, I dont know how to describe on one word and make it so clearly.

    Indeed from just thought Ben Fraklin doing a journaling like what I mention before, I learned much like determination of consistently that you doing day by day, also make sacrifice that you have to make it. The goals that you are trying to accomplish at every mission/target/goal with always taking a breath for blessing and gratitude. Despite it was very challenging enough to make consistently. 

    Again, I felt doing this things so valuable. I discover that I enjoy that time and reflected about what going on. And think ahead.

    My Gratitude Journal

    Such a soso day,
    23/07/2020
    14:26


    Continue Reading

    You know what marriage, patriarchy, and talked about that shit almost on my twitter timeline recently. It'll be worst decision ever to follow all controvercy account. Like someone who tell about urban planning, sometime they have been talked what anies baswedan does or compares to the other leader, nevertheless focused on disgusted thing. Reluctantly, my hand can't handle to stop following what that account say. 

    Its been fed up! 

    Come on, Twitter doenst mean worst application ever, just humans behind them can make it works. Sometimes a little to much fun, but fun nonetheless.

    But, wait! I dont bring this issue come here at that moment yet. For a while, we keep the moment and  accompolish that topic for last. 

    I wanted to recap what I've just doing for 3 days later. Okay, I spent much time to watching all movies. Most of them was romantic-comedy. 

    1. 

    First thing first is All The Boys That I Loved Before. Its been cringe, classic, and cheessy relationship. And I enjoyed to finish it. 

    My worked started at 1pm, so this movie accompany me so early. Seriously, it will be fun to watch. The Story tell about Lara Jean is ordinary high school who just keep that feeling just a letter. And Peter Kavinsky, a lovely character who made me falling in love. For completely, you are just surfing on Internet for detail. 

    I am not biggest fan Noah Centineo. Last year, I watching The Perfect Date, Swipped, and many more. But, in this movie I dont know that my feeling so blowing up. Haha. Its nice to see many teenager feel the same way. 

    2. 

    Perfect! Days 2 is continuing what happened about this series. I talked about To All The Boys : I still Love You. I admit it, that the story a little bit boring. It likes watching Kdrama on 12/13 episode. Because at that moment, they have been together and split up. And realize that they are still falling in love. Thats it. 

    Oh yah, I bought some epub this series on Google Play Book. But you know that, can you imagined Jenny Han story, right? Based on what I read on Indonesian translated book, shout out to Its Not Summer Without You series. 

    The theory of making story was destroyed. I heard about it when Bernard Batu Bara teached me how make great story at begining. That people who appeared at first chapter is key. The persons at first chapter recap how important they are for the whole story at all. 

    While I reading this series, (because I knew who is important Peter Kavinsky from watching first this movie !), Peter Kavinsky appered on the middle. 

    AND lovey-dovey-story is not been failed at all. 

    3. 

    The Proposal

    Yeah! 

    We talked about Ryan Rynolds and Sandra Bullock. Its cheesy because its old movie. And just watching, you know that Andrew (Ryan Rynolds) fly from Alaska to Toronta to propose Sandra Bullock (I forget name character of Sandra). 

    4. 

    Today, I watching Life as We Know It. Suprisingly, I didnt much comment. How great this movie it was! 

    Talked about fated Holly and Eric. They have to raise their friend's child because accident. Its juggling about commitment, carrier, and their (Eric and Holly) relationship. 

    I dont know how to continue what going on here. Why I spent much time for watching movies, cause you know that the reality always be sucked everyday. 

    Argh! 

    ***
    July, 16th 2020
    21.22
    Thursday : HOLIDAY


    Continue Reading

    Sebut Saja Instagram Itu Racun!

    Mungkin kalimat di atas pernah aku lontarkan di akhir tahun 2017. Kenapa? Saat itu sedang sibuk-sibuknya ngurus skripsian dan banyak konflik berserakan yang harus aku bereskan. Dan, laman instagram pribadiku lebih banyak menampilkan "keindahan" dari pencapaian orang. Aku lupa follow akun siapa saja, yang penting, mostly, adalah teman-temanku. Entah itu teman yang mana, yang penting keberadaan mereka menjejak dengan peninggalan yang harus aku lihat lewat jejak digital yang mereka tinggalkan.

    Aku ngiri? Jelas. Haha. Gak mungkin aku secara gamblang mengatakan, aku baik-baik saja dengan mereka semua. 

    2017 akhir aku sepakat harus saying goodbye. Itu mungkin satu dari sekian banyak hal paling yang berani. Diam-diam kabur sama seperti yang dikatakan Moon Kang Tae.

    "Jika hidup ini menjadi sangat menyiksa, solusi termudah adalah kabur." (Moon Kang Tae) 



    Sebelum Kim Soo Hyun mengatakan itu di drama Its Okay Not To Be Okay, aku sudah melakukannya, sayang. 

    2018, dimana momen terberatku secara psikologis namun juga tahun penuh syukurku. Beruntung sekali aku mendapatkan dan menemui 2018. Meski begitu, tahun itu, aku masih di tahap untuk mengurung privasiku serapat-rapatnya. Aku melihat lagi postingan di blog tahun 2017 yang ternyata sangat-sangat normal. Masih waras. Coba klik saja!

    Take a Look!

    Saat aku lihat, aku masih ada energi untuk membuatkan cerita pendek yang aku dedikasikan pada Romdon. Romdon adalah lelaki yang biasa, tapi setidaknya dia sabar menemani teman-temannya yang lain. Ketika itu dia kehilangan bapaknya. 

    Take a Look! (2)

    2018 adalah tahun penuh kesuraman. Tapi banyak makna yang berserakan. Aku mengumpulkan maknanya dari kejadian setiap orang. Kemudian mendapatkan secercah (bahkan senokhtah) rasa syukur yang tiada hentinya. Setidaknya begitu, aku menjalani tahun itu. 

    Jika menelisik apa yang terjadi di tahun kemarin (2019) bisa dikatakan tahun tersebut adalah masa stress healing-ku. Cukup menyenangkan, banyak cerita yang aku dengarkan melalui podcast, termasuk cerita horor, banyak lagu bagus yang aku dengarkan. Terima kasih indie folk central dan alexrainbirdsmusic. 

    ((Bahkan ketika aku menulis postingan ini aku pun juga mendengarkan San Cisco - On the Line.))

    Kembali ke bahasan instagram! Mulai berdamai dan kembali install aplikasi ini di tahun 2019. Tepatnya di awal bulan Desember 2019, karena handphone baru. Aku mencoba dealing dengan mengatakan pada diri sendiri, nggak papa kok, mencoba sedikit terbuka.

    Dan aku melakukannya dengan baik. 

    Apakah ada rasa penyesalan? Harusnya tidak ada. Sesederhana orang install instagram pada umumnya. Membutuhkan eksistensi diri atas keberadaanmu di hingar bingar dunia maya. Meskipun, aku tidak peduli, siapa yang akan melihat story-ku. Toh, aku membuat story juga sebulan sekali, i mean, aku gak cukup mampu memanajemen sosial media. Posting foto? Dude, terakhir yang mempostingnya di Desember 2017.

    Kembali ke kronologi!

    Tahun 2020, di bulan Juli tanggal 7, berarti sudah terhitung 7 bulan sudah aku kembali aktif bermain sosmed. Bermain sosmed di sini lebih banyak ke akun instagram. Dimana aku spending time sekitar 1 jam lebih 12 menit (menurut rata-rata aplikasi instagramnya itu sendiri). Aku gak tau kebanyakan orang bermain sosmed apalagi di instagram berapa lama. Mungkin, aku terlalu too much saat tahu angka bermain sosmedku segitu, apalagi di saat pandemi seperti saat ini. Kamu mengharapkan hiburan dari mana sih? Kalau tidak salah satunya lewat instagram?

    Lalu apa sebab musabab harus uninstall lagi?

    Mungkin pucaknya terjadi kemarin lusa. Di tanggal 5 Juli aku merepost postingan temanku dan membuatnya di ig story. Kemudian, aku tulis dan membenarkan, pernyataan bahwa aku menghilang dalam kurun waktu tertentu. Di status itu pula, aku menuliskan aku bukan lagi menghindar dari sosmed tapi aku bahkan mematikan handphone dengan kesadaran penuh selama mungkin hampir 4 bulan. Mematikan hp dalam arti yang sebenarnya. Tapi faktanya sesekali aku hidupkan, buat ngecek dia masih layak digunakan atau tidak, tapi dengan posisi paket data tetap aku matikan. Jadi ya begitulah, anggap saja hp benar-benar dalam kondisi mati. Bisa dibilang apa, kalau hp nyala tapi tidak nyambung ke internet, ya kan?

    Kemudian, satu dua tiga temanku mengomentarinya. Kebanyakan teman lama dari SD dan SMP. Aku mengatakan bahwa aku menghadapi momen yang tough. Haha! Katakanlah demikian, aku menghadapi masa sulit tapi aku berdiri sendiri. 

    Aku ceritakan kisah sebenarnya. Iya, aku menghadapi kenyataan sulit pada tahun sebelum ini. Aku mencoba berdiri sendiri. Sebagai anak pertama yang tidak tahu nyambat ke siapa, berkonflik dengan orang tua (karena disuruh kuliah, aku gak mau), menutup semua pertemanan (karena mematikan hp selama 4 bulan itu), aku berasa gagah buat bangkit dari kerapuhanku dan berdiri tegak.

    Iya itu sulit. 

    Sendirian adalah hal yang sulit, tapi maksudku, meskipun kenyataan yang aku menyadarinya sekarang itu adalah hal yang sulit, sebenarnya aku lupa menyelipkan fakta sesungguhnya. Bahwa aku pun bahagia dengan kondisi seperti itu. 

    Obrolan via dm itu sangat panjang, aku harus berkali-kali menjawab fakta yang sama dengan orang-orang yang berbeda. Kemudian, satu temanku ini memancing apa karena toxic positivity yang aku dapat? Enggak juga, aku kan tidak menerima sentuhan kata-kata semangat dalam lingkaranku, karena keburu kabur terlalu cepat tanpa meninggalkan jejak. 

    Tapi memang benar iya. Aku berada di lingkaran pertemanan yang semuanya teratur mendeskripsikan hidupnya. Cambukannya sederhana, mengabdi, berkontribusi, menjadi bermanfaat atau kata lainnya yang mewakilkan dua kata itu. 

    Dan aku gak mau. Aku gak mau hidupku harus termotivasi untuk melakukan hal-hal itu. Sungguh! Entah kenapa aku mendadak merasa terintimidasi dengan segala kalimat yang menyertainya. Nah, mungkin itu alasan radikal aku meninggalkan instagram itu sedemikian lama, dan lama pula menyembuhkan waktuku di sana, karena aku merasa bergesekan dengan hal-hal itu.

    Bahkan ketika aku kembali (dalam arti membuka sosmed dan kembali scrolling), aku masih menemukan berserakannya hal-hal itu. Tapi aku lebih bisa dealing. Maksudku, ketika adek tingkatku membuat desain dan opininya tentang hidup dan bla-bla lainnya (sebenarnya ingin segera unfollow, tapi apalah daya itu seperti tindakan pengecut saja dan pada akhirnya tidak aku lakukan). Aku lebih banyak diam.

    Sama seperti tujuan aku membuat blog ini, aku ingin bersenang-senang. Dengan bedebah isi otakku. Aku tidak harus mendapatkan dukungan, atau jika dibaca syukur jika tidak yaudah. Anggap saja ini arsip hidupku bahwa pernah aku berpikir alay juga.

    Tujuanku sama dengan instagram. Aku ingin bersenang-senang. Time line isinya desain arsitektur, lukisan abstrak (aku follow beberapa artist lukisan abstrak, termasuk di dalamnya choi seung hyun, top big bang yang rumahnya isinya galeri seni), potret kota london, pretty london, amsterdam, atau apalah itu yang ngasih gambaran nyata pemandangan yang benar-benar terjadi di negara lain, terus portal berita, washington post, kompas.com, bbc news, tak lupa bookstagrammer.

    Titik dimana semuanya hal yang artsy, tiba tiba aku harus berdialog panjang lebar mengenai diriku di sosmed, itu menjadi turn point-ku. Aku tidak menyalahkan fakta yang sebenarnya terjadi, yang aku sesalkan justru lebih ke tindakan-ku. 

    Alay sih kalau dipikir. Tapi entahlah. Momentum kemarin, aku jadikan titik balik untuk kembali berseberangan dengan platform instagram. Menjadi orang yang dirundung kekepoan dan bertukar pikiran mengenai apa yang aku lakukan sampai menguras rasaku. Sampai aku sedikit banyak harus mengulang apa yang terjadi (pada momentum aku menghilang) itu pada temanku (yang membuat postingan itu, read) melalui chat wasap. 

    Ah seharusnya, aku tidak terlalu terbawa suasana. Hal itu yang aku sesalkan. Bukan pada postingan atau fakta yang sudah ada itu. Tapi pada manajemen rasa yang aku beri walau sedikit setiap aku membalas semua jawaban diskusi itu dengan teman-temanku. 

    Lagi-lagi, aku tidak ingin membangun sebuah ikatan emosional dengan dunia maya.

    Tujuan yang awalnya bersenang-senang lewat instagram kemudian bergesekan pada tujuan yang tidak seharusnya, itulah alasan (mungkin) untuk kembali lagi kabur, dalam arti sebenarnya.

    Kapan aku akan kembali? 

    Kamu hanya perlu percaya pada takdir, nak. Kalau takdir yang aku hadapi indah dan baik-baik saja, kita akan bertemu di sana.

    09:22
    07/07/2020
    Tanggal cantik untuk keramas sebelum bekerja

    ***

    Uninstall Instagram untuk Kedua Kalinya!
    Continue Reading
    Hari ini, aku tertampar pada kesadaranku sendiri. Realitas yang ada dibenakku meski kadang sering aku abaikan. Entahlah.

    Mari berdialektika. Semua yang ada di sini adalah proses aku mengenal diriku dengan aneka ragam persoalan, pilihan, dan pemikiran  yang pernah terjadi, baik yang kurasakan atau apapun itu jenisnya.

    Jake Frew beberapa kali menamparku. Satu hantaman pertama, aku hanya "oh, aku tahu itu. dan aku juga merasakan hal yang sama." Hari ini godam yang kedua, nggak begitu sakit, karena aku gak sakit, tapi setidaknya tersadar. Dia berkata :

    Following your dreams won't make you happy.

    *

    Benar. Katakanlah begini, dulu saat aku masih menjadi mahasiswa baru dimana lingkungan pertemananku kebanyakan mendapat beasiswa bidik misi. Aku yang menjadi anak yang alhamdulillah cukup mampu, namun begitu ada secercah hasrat untuk mendapatkan beasiswa juga. Maka jadilah, pengumuman beasiswa PPA di semester 3 aku coba. Tak dinyana, aku gak masuk dalam jajaran orang yang mendapatkannya.

    Gakpapa. Emang Allah ngasihnya belum di sana.

    Melihat perekonomian keluarga (yang alhamdulillah berkecukupan dan mampu untuk bayar kuliah) aku memutuskan untuk menyerah. Setelah beberapa semester aku mencoba masukin beasiswa PPA. Bukan dalam arti yang benar-benar menyerah dan tidak mencoba, tapi lebih ke pasrah. Udah ah, capek. Toh, ga bakal dapat lagi, gtu pikirku.

    Sebenarnya alasan aku melakukan ini adalah hanya untuk saving money. Uang dari orang tua selalu habis untuk segala aktivitas sok sibukku. Iuran ini itu, beli jaket, jajan, dan bla bla lain. Tapi emang begitu adanya. Aku hanya membutuhkan sumber pendanaan hanya untuk tabungan, yang nyatanya itu sebenarnya bukan suatu hal yang penting aku lakukan. Yang ternyata, uang saku orang tua yang aku tabung sangat sangat cukup untuk ganti hape baru. Pada masa itu!

    Kemudian, seleksi berkas beasiswa aktivis itu datang. Tepatnya pada 2016. Sebenarnya niatnya iseng. Siapa sih yang bakal bener-bener akan dapatin ini beasiswa. Toh, beasiswa ini hanya untuk kalangan aktivis seperti BEM gtugtu.Siapalah aku? Jadi mengikuti seleksinya saja niatku hanya nyoba-nyoba aja.

    Dan jebul keterima. Aneh kadang takdir mempermainkan kita.

    Dapat uang saku 800ribu satu bulan selama setahun sangat sangat cukup banyak bagiku. Uangku bahkan tertabung sampai 3 jutaan. Lumayanlah, untuk anak yang tidak ada kebutuhan bayar kos, bayar print, kertas, makan dan lainnya.

    Menurutku, raihan atau sekedar mempunyai mimpi mendapat beasiswa itu kenikmatannya sampai di sana. Sampai kamu mendapatkan hal itu. Habis itu lost, hilang tak berbekas. (I mean, masih tetap ada bekas dalam arti nilai, prinsip yang diajarkan, lingkaran pertemanan, ketemu orang hebat bahkan pejabat dan lainnya.) Tapi lebih ke esensi raihan dan kenikmatan dalam hati menurutku udah selesai.

    Aku udah mendapat mimpi itu, terus apa selanjutnya?

    *

    Suatu ketika aku dikeluarkan oleh sebuah perusahaan penerbitan. Maka, aku harus putar otak bagaimana aku bisa produktif. Jawabannya adalah membangun usaha sendiri

    Ketika itu membangun mimpi menjadi usahawan adalah hal yang aku ikhtiarkan. Tapi, tentu saja harus buka jalan terlebih dahulu untuk mengenali market. Minimal aku harus investasi 1 tahunlah agar bisnisku ini berkembang.

    Dalam rentang waktu 2 bulan dari aku selesai kerja di bulan November 2019 ke kerjaan baru di Februari 2020, aku termasuk orang yang gampang lelah buat menguatkan pundak meniti karir sebagai usahawan yang ternyata tidak seindah ketika pangeran berkuda putih datang.

    Meski begitu, doaku kala itu sesederhana, Ya Allah tolong kasih kerja yang sesuai dengan kapasitas dan lingkungan yang baik menurut-Mu. Apapun jalannya. 

    Waktu sedang mengusahakan usaha sendiri itu harus berhenti tiba-tiba, ketika ada tawaran pekerjaan di perusahaan media besar di Indonesia itu hadir. Maksudku, See? Lelucon hidup itu kadang indah kan.

    Pada suatu hal yang tidak kita impi-impikan. Pada momentum ( i mean, menjadi reporter atau wartawan adalah pekerjaan yang sepertinya tidak ingin aku lakukan pas SMA dulu, aku gak tau kenapa) yang sangat absurd, tetiba tawaran datang. Dan lingkungan kerjanya luar biasa menyenangkan. Jauh dari apa yang aku dapat di perusahaan sebelumnya.

    Bahwa, doaku sesederhana dikasih kerja yang menyenangkan adalah hal yang Allah kabulkan, alih-alih apa yang aku cita-citakan. Lucu gak?

    *

    Lalu kejadian seperti hari ini.

    Aku inget teman baikku Yayak pernah berharap pada seseorang. Seorang kenalan, yang sebab musababnya pasti tidak ada keterikatan yang jelas. Karena kasta dari seorang kenalan itu lebih rendah dibanding teman. Kalau sudah teman bisalah buat sekedar basa-basi. Kalau udah kenalan, kategorinya hanya cukup tau. Thats it!

    Seorang kenalan ini pernah dimintakan doa tiap malamnya. Dia ingin mendapat pesan khusus. Entahlah, katakan dm instagram atau chat wasap.

    Kemudian, doa ini aku copy-paste pada kasusku.

    Dan BOOM! Alakadbra. Kejadian. Paham kan maksudku? Bahwa apa yang kalian inginkan yang kalian harapkan dengan kepasrahan, Allah akan kasih pada suatu waktu yang tak diduga-duga. Mungkin kasusku, pada saat rasa itu udah hilang, ya begitulah. Saat kamu sudah tidak menyelipkan doa itu lagi dalam sehari-hari.

    Kita simpulkan bahwa takdir itu kadang emang lucu. Dan dunia yang kita jalani adalah lelucon yang kita akan tunggu pecah-nya kapan.

    Jadi, begitulah. Bahwa kalau sudah achieve pada sesuatu yang kita impikan, raih, atau apapun, kadang kita merasa harus meraih achievement lagi dalam bentuk mimpi baru. Jadi daripada energi kita fokus pada mimpi yang muluk-muluk, sesekali kita harus memiliki seni memasrahkan.

    Ah, rasanya nikmat bener. Itulah makna yang bisa aku ambil dari lelucon drama kehidupanku, hari ini! Tepat 2 Juli 2020.

    **

    ska, 2 juli 2020
    20:20
    selesai nonton eps 1-4 Ozark
    next dinner mate eps 23-24

    Gak Enaknya Punya Mimpi


    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ►  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ►  Jun 2021 (3)
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ▼  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ▼  Jul 2020 (6)
        • I wanna fallin (again)
        • Kontemplasi Alam Berpikirku
        • Making Gratitude Journal
        • What was I doing recently?
        • Uninstall Instagram untuk Kedua Kalinya!
        • Gak Enaknya Punya Mimpi
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top