Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini

    Babagan eps 2 ges ngulas Barbarians Series Netflix lagi 💙💙💙


    eh bukan ngulas ding, menceritakan kembali 😋

    Okee lanjutttt

    Berhubung nonton ini cepat maka ya bikin ulasannya juga cepet. Alhamdulillah masih semangat, nanti kalau udah di titik jenuh, capek sama hidup, mungkin gak bakal lanjut aku ngulasnya.

    Haha haha haha

    Jadi di awal eps 2 ini, Ari alias Arminius yang diangkat jadi ksatria Roma ini pulang kampung. Dari kecil, dia udah diangkat jadi bagian Kekaisaran Roma.

    Konon ceritanya, Kepala suku Cherusci bernama Segestes (karena alurnya lebih banyak di desa ini makanya dia sering jadi poin pentingnya) ini punya anak. Salah satunya adalah Ari. Pas masih kecil mungkin umur 7 tahunan, Ari harus disumbangkan (aduh apa ya bahasa yang paling indah untuk menggambarkan bahwa anak ini harus ditumbal keluarganya sendiri) ke Kekairsaran Romawi.

    Si Ari kecil ketika dibawa pergi jadi 'tumbal'


    Ya intinya si Ari ini jadi tumbal perdamaian desa tempat tinggalnya ke Kekairsaran Roma. Soalnya ada aturan kalau anak Kepala Suku harus diserahkan ke Roma untuk dididik jadi 'kacung' nya mereka. Ya begitulah.

    Dan perlu diketahui bersama, bahwasanya Ari, Folkwin sama. Mbaknya yg bernama Thusnelada itu sahabat baik sejak kecil. Jadi ya Folkwin dan mbaknya seneng banget akhirnya bisa reunian kecil ya kan. 
    Thusnelda kecil yang nggak rela tahu Ari dibawa pergi sama Pasukan Romawi

    Ibaratnya buat mempertahankan darah kekuasaan Roma juga gak sih, cerdas banget emang Kekairsaran ini.

    Oke lanjot.

    Ari datang ke ayahnya yg kepala suku, oke namanya Segretes. Basa basi. Tanya keberadaan ibunya, yang ternyata sudah meninggal 6 tahun lalu karena sakit demam.

    Pembicaraan mengarah ke yang intinya, Ari tahu kalau simbol Kekairsaran Roma which is Elang Emas itu ada di tangannya. Iyaa, soalnya mbaknya yang perempuan yg balas dendam soal adiknya jadi cacat itu, Thusnelada dan Folkwin Wolfspeer udah nyuri itu simbol.

    Ya begitulah.

    Intinya mas Ari alias Arminius itu datang dengan baik baik. Cuma mau ambil simbol itu tanpa pingin ada perumahan darah. Toh, doi datang juga gak bawa pasukan alias seorang diri kan.

    Tapi ada drama drama terjadi. Sebelumnya ada salah seorang pemuda desa yang menyaksikan pemenggalan kepala pamannya oleh si Ari ini. Berhubung dia datang maka auto dibacok dong. Ya itu sekaligus penyambutan ada pasukan Romawi ke desa itu ya kan. 

    Yauda di momen bacok membacok itu, Ari kena luka parah banget. Gak tahu gimana ceritanya (mungkin sudah fafifu was wis wus sama bapak kandungnya ya yang kepala suku alias Segretes buat ambil itu simbol), Ari bawa pergi itu simbol. 

    Sahabat masa kecilnya, Folkwin Wolfspeer yang ngeliat nggak terima. Yaudah deh dibuntuti ke hutan. Sampai Ari harus bikin Folkwin jatuh terkapar alias pingsan gara gara bacokan si Ari. 

    Folkwin Udah muntap-muntap tahu Ari bawa pergi simbol elang emasnya


    Sementara itu, untuk menyelamatkan warga satu desa, salah seorang yg dekat sama Segretes berkhianat. Dia bilang ke pasukan Roma bahwa dia tahu siapa yg ngecuri simbol elang emas itu. Pasukan Romawi tahu lah kalau tersangkanya si Folkwin kan. 

    Untung si Folkwin terkapar tak berdaya di hutan ya. Dia nggak tahu aja ada huru hara di desanya. Karena pasukan Romawi yg dipimpin Varus (bapak angkatnya Ari) langsung datang ke desa. 

    Sampai berakibat ke seluruh anggota keluarganya Ari dihukum salib alias gantung sampai tidak bernyawa. Padahal sebenarnya pasukan Romawi ini nggak tahu aja kalau si Ari lagi otw ke kamp Romawi sambil ngebawa simbol elang emasnya. 

    Akhir, meski pada akhirnya pasukan Romawi sudah mendapatkan simbol elang emas yang dicuri. Tapi target mereka tetap si Folkwin gess. 

    Jeng jeng jenggg

    Plot Twist nya adalah, si Ari alias Arminius curhat mau pindah kerja (ya ditugaskan kemana kek). Asalkan nggak mau ngurus urusan kampung halamannya sendiri. Ari minta ke bapak angkatnya Varus mau pindah ke Suriah kek, Spanyol gitu. Tapi Varus malah minta Ari ngrampungin tugas terakhirnya.

    "Bawa kepala si Folkwin"

    Iya, sahabatnya sendiri gara-gara kenekatan curi simbol elang emasnya.

    Armenius alias Ari auto keder nggak tuh (?)



    (*) 

    30/3/2021
    11:15

    Continue Reading

    Ulasan soal tontonan menjelang tidurku, 

    Barbarians


    Eps I

    Prolog awal alasan nonton series netflix ini karena udah jenuh dengan perdrakoran. Mon maaf. 

    Dan ditontonnya menjelang tidur. Berharap ntar kalau pas mimpi bisa flashback masa pendudukan Romawi. Halunya biar pas. 

    Desclaimer, aku nulisnya berdasarkan apa yg aku tonton. Ilmuku gak nyampai kalau series ini dari Jerman atau semacamnya. Trus dikaitkan sama sejarah pendudukan Romawi di Germania ini sendiri.

    Desclaimer yang kedua, sebenarnya aku nggak ngulas sih. Hanya menceritakan kembali. Halah haha

    Ceritanya berawal dari ada desa Cherusci yang masuk wilayah bernama Germania yang merupakan daerah kekuasaan Romawi. 

    Mereka diminta buat ngasih pajak berupa hewan ternak dan hasil bumi ke Roma. Jumlah yang harus dibayarkan banyak, kepala suku ini memanggil kepala suku lainnya antar desa buat musyawarah. Ya intinya kita ngasih apa enggak kita pajak gede yg diminta Roma. Soalnya kalau nggak diserahkan kan urusannya sama keselamatan desa itu. 

    Ada beberapa orang yang nggak sepakat, tapi mayoritas sepakat buat menuhi pajak permintaan Roma. 

    Udah tuh, dikasi pajaknya. Tapi pasukan Roma ngerasa kok nggak banyak yg Chesruci ini kasih. Drama mulai dong, yaa perang adu mulut sampai berbuntut anak bungsu kepala suku itu cacat gara-gara nolongin mbaknya yg dianiaya sama pasukan Roma. 

    Terusss, mbaknya (aku gak tau namanya) ngajak pacarnya Folkwin Wolfspeer buat balas dendam. Mereka inisiasi buat mencuri simbol elang emasnya Pasukan Roma. 

    Simbol elang emas yang dicuri


    Berhasil deh. Kecuri. Eh jebul ada salah satu ksatria pasukan Roma itu tahu kalau simbol kebanggaan Kerajaan Roma itu dicuri. Meski gak lihat pelakunya. Si pasukan Roma yang kemudian ku ketahui bernama Ari alias Arminius itu tahu siapa dalang yang mencuri simbol Kekaisaran Roma tersebut. 

    Plot twistnya adalah.... 

    Jenng jeng jengg

    Ternyata, si ksatria bernama Ari alias Arminius itu adalah anak dari Kepala suku Chesruci, Segimer. 

    Nih wajahnya Ari pakai topeng perang. 

    Armenius dalam topeng perang

    Next lanjut eps 2 yes
    30 Maret 21
    09.36

    Continue Reading

    Terkadang menjadi manusia itu melelahkan. Pernah di suatu saat momentum tidak berpihak. Diinjak-injak, disepelekan, tidak digubris, semuanya membuat kita menyerah.

    Hingga roda kehidupan berputar. Kita mendapati sebuah momen yang menyenangkan. Membuat hati lega. Dan tentu rasa bangga.

    Pada lingkungan positif yang kita dambakan. Melakukan kegiatan yang menyenangkan. Membuat hati bahagia. Menghempaskan keluh kesah yang sebelumnya sempat mendera.

    Hati yang terombang ambing mengikuti arus kehidupan, seolah membawa arti pada hikmah tersembunyi. Sampai rasa berbangga hati pada diri begitu berlebihan. 

    Sampai nasihat dari teman hari ini datang. 

    "janganlah bersombong," 

    Meski kenyataan pahit dan memamerkan keadaan yang baik baik saja setelah terzalimi ahhh tapi rasanya kurang pantas. Menyombongkan diri sendiri di atas rasa yang sebelumnya pernah disakiti. 


    Kita memang tengah menabur kebajikan di dunia ini. Sebiji zarah kalau kita sombong toh bakal merugikan diri sendiri.

    Nabila, mari membawa kesan positif untuk sesama. Menjadi bahagia tanpa beban. Tanpa ada rasa dengki yang pernah menyelimuti.

    Minggu, 28 maret 2021
    Kemarin malam nontonin Barbarians




    Continue Reading
    Sempat waktu lulus SMA dulu aku membuat kisah klasik ala-ala.

    Iya, dalam bentuk novel. Tokoh utamanya adalah teman sebangkunya Dina. Dalam membuat cerita itu, pure, aku berpedoman pada sosok temanku sendiri. Biar pikiranku yang suka melalangbuana ini ada sebuah wadah yang tepat.

    Tepat hari ini, aku ingin sekedar mengenang pencapaian paripurnaku selepas bangku SMA tersebut.

    Jadi riwayat singkatnya seperti ini.

    Liburan semester 2 kuliah sekitar tahun 2014, aku mempunyai banyak waktu luang. Satu bulan di rumah, imajinasiku tertampung dalam cerita manis yang memiliki ending indah. Iya, indah. Karena ada muaranya, tidak banyak cerita yang aku punya yang memiliki akhir. Semuanya serba menggantung, meminta untuk diselesaikan.

    Dina adalah tokoh utamanya.

    Dia memiliki karakter cuek, pendiam, tidak banyak ulah, dan menyukai kedamaian dalam dirinya. Kedamaian itu sama artinya dengan gangguan orang lain terhadap apa yang disukainya. Dia pencinta buku. Dina adalah aku, versi dunia nyata.

    Yap persis, aku menceritakan karakterku sendiri. 

    Setting waktu bermula dari awal mula masuk ke bangku SMA. Mengalami masa orientasi siswa dengan keganasan senior kelas. Iya, kenanganku hingga kini pada MOS SMA memang masih membekas, apalagi ketika aku lulus SMA, ya kan.

    Awal cerita, Dina tidak peduli dengan petemanan. Maka dia tidak masalah di hari pertama masuk SMA tidak memiliki banyak teman. Lagi pula dirinya tidak ada teman dari SMP yang masuk di SMA tersebut. Berkenalanlah dia dengan sosok pria yang juga 'tidak memiliki teman' pula.

    Namanya kebetulan adalah D yang lain.

    D memiliki karakter yang dibutuhkan Dina. Dia tidak mengganggu apa yang menjadi kesukaannya. Tidak banyak ulah, pendiam di sisi lain. 

    Lama kelamaan, keduanya dekat. Berterima kasihlah pada tugas-tugas sekolah yang memaksa mereka selalu bersama. Lambat laun perkenalan mereka menjadi sesuatu yang saling membutuhkan.

    Dan begitulah...

    Aku akan meluangkan waktu membaca karya lamaku itu. Baru-baru ini aku kepikiran sosok D yang lain itu. 

    Sebenarnya D yang lain itu adalah teman dekatku yang kuambil karakternya dengan begitu bertanggung jawab. Iya, membenamkan karakternya menjadi imajinasi yang aku bangun dari alur yang aku ciptakan, bukankah itu jadi hal yang luar biasa.

    *

    21/3/2021
    18.47

    Kepikiran D yang lain


    Continue Reading

    Hei, sudah mendekati siang. Matahari sudah panas menyapa bumi.

    Suatu ketika aku ingin bercerita mengenai kampusku. Kebetulan tanggal 11 Maret kemarin dia ulang tahun. Sudah sedikit tua tapi terlalu muda jika dibandingkan kampus kampus elite negeri ini. Ya, sudah 45 tahun.

    Tapi kampus akan menjadi setting tempat terindah pertemuan pada sosok 'bapak', 'ayah', sebut saja seperti itu. Padahal dia hanya 2 tahun diatasku. Kenapa sering kami--aku dan teman-teman memanggilnya--bapak? Dia memang sepertinya pantas menyandangnya karena kepribadian dan perawakannya yang mirip bapak-bapak.

    Awal masuk kampus, aku didapuk jadi sekretaris. Sialnya, pekerjaan itu sebenarnya sama sekali tidak cocok denganku. Apa mau dikata. Aku masih lugu. Namanya juga baru keluar dari bangku SMA dan mencicipi bangku kampus, kan kayak lebih mentereng punya kesibukan baru.

    Halah, aku cuma jadi babu birokrasi waktu itu.

    Memang, aku suka hal-hal yang berbau menulis. Tapi menulis dengan menjadi sekretaris adalah hal yang berbeda jauh. Salah kaprahnya orang-orang di sekitarku menggenarlisir pada satu fakta yang sama.

    Oke. Akhirnya aku iyakan.

    Pada waktu itu, pekerjaan utamaku membuat proposal kegiatan, beberapa surat menyurat. Aku pikir udah. Kerjanya sekretaris hanya menulis. Tapi aku terjebak dalam luka batin yang sangat dalam. Gimana enggak, birokrasi kampusku yang berbelit memaksaku harus kerja ekstra. Minta perijinan sekaligus bikin surat yang diperlukan.

    Hari itu juga. Di saat itu juga.

    Maka apesnya, di saat semua orang pada menikmati liburan semesternya, aku dan beberapa orang harus berjibaku ngurus proposal kegiatan, dan tetek bengek acara lainnya. Bersama tentu saja pria yang aku panggil sebagai 'bapak' itu. 

    Printilan dan tetek bengek itu nggak selesai di libur semester. Tapi lanjut juga memasuki kuliah semester 2.

    Suatu hari muncul perasaan hancur, ingin lari dan menangis di satu waktu. Tepat ketika istirahat dan masuk kuliah Filsafat.

    Bahkan ketika masuk kelas, bukannya aku menjejeri teman-temanku yang sudah menyiapkan kursi buat aku. Aku langsung melipir dan mendapati 'Bapak Ketua Acara' melipir ke bangku pojok. Langsung deh, aku menjejerinya. Dia yang belum duduk di bangkunya langsung memberi bangku pojok untukku. Jadilah aku di sana nangis sejadi-jadinya. Sembari sesenggukan pula. Di perkuliahan kelas Filsafat yang membosankan.

    Bapak ketua menutupiku dengan badannya yang gempal. Agar aku bisa mbrebes mili sepuasnya. Dia hanya sesekali memberi saran, menyemangatiku. Ah, kenapa sih kita jadi korban rumitnya birokrasi kampus. Hilih.

    Setelah nangis, usai sudah drama-drama tidak pentingnya. Saatnya fokus lagi membantu pak ketua. 

    *

    Kemarin lusa, aku bermimpi bahwa Pak Ketua bahagia. Ah, sungguh. Sebenarnya terlalu panjang jika diceritakan sosoknya. Tapi melihat dia bahagia, cukup sudah membuatmu bahagia juga.

    10:54
    12/3/2021



    Di bangku Pojok Tengah Kelas Filsafat

    Continue Reading
    Nggak papa buat kita istirahat sejenak.

    Dulu kita selalu diceramahi, didengungkan, dinasehati, agar bisa ngelampaui keberhasilan orang lain. 'Tuh lihat dia aja bisa ranking satu, harusnya kamu bisa', atau 'dia aja bisa gini gitu, harusnya kamu bisa juga'. Trus banyak dari kita dicekoki sama buku buku motivasi bahwa kita bisa melampaui batas kemampuan kita. 

    Benar. Semuanya benar. Nasihat itu tak pernah salah alamat. 

    Aku juga percaya bahwa keberhasilan seseorang bisa dicapai, bisa direbut. Kuncinya kalau ada kemauan buat membuktikan. Katakanlah, lewat kerja keras, lewat perjuangan dan bla bla bla lainnya.

    Tapi yang jadi masalah akhir-akhir ini, jika sudah mencapai suatu keberhasilan tersendiri suka disalahgunakan pihak-pihak tertentu, termasuk kita. 

    Pertama buat pamer keberhasilannya. Wah ini fiks racun dan ngracuni banget. Dia cerita pengalaman, jatuhnya malah menonjolkan ke-aku-an-ku. Ini aku juga perlu merefleksi diri sih. Terkadang suka berpikir dan berperilaku demikian. 

    Sekedar pamer dan sharing emang beda tipis emang.

    Kedua. hal yang paling menjengkelkan selanjutnya jadi bandingan. Misal sama-sama mempunyai keberhasilan beli rumah, katakanlah demikian (dalam hati teriak Amin kenceng). Yang kayak gini ini bikin hati jadi runyam auto sakit hati. 

    Udah beli rumah di kabupaten, eh disindir mending di kota. Atau mampu beli di pinggir kota, disindir mending di kabupaten yang harganya murah, dan lain sebagainya-dan lain sebagainya.

    Yah, terkadang membungkam mulut orang yang turah energi itu menjengkelkan.

     Lebih-lebih di era sekarang. Semua orang punya kapasitas dan kemauannya sendiri. Punya mimpi sendiri. Lebih baik ngontrak daripada kpr. Atau lebih baik kpr daripada uang habis di kontrakan. Laah perdebatan yang tiada akhir, emang. Ya mbok ya udah.

    Mending mensholawati niat baik orang-orang lain dengan segala impiannya, dan tak lupa pula berdoa agar dimudahkan jalan kita menuju impian kita.

    Gitu.

    (*)

    4/3/2021
    Hari yang baik kan buat menjalin hubungan?
    Heh lebih baik ntar malam mikirin gimana caranya tidur nyenyak dan mimpiin johnny suh sih.

    Tolak Ukur Keberhasilan



    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ▼  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ►  Jun 2021 (3)
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ▼  Mar 2021 (6)
        • Ngulas Barbarians Series Netflix Eps 2 : Si Folkwi...
        • Ngulas Barbarian Series Netflix Eps 1 : Asal Usul ...
        • Sombong Pada Diri Sendiri
        • Kisah Klasik yang Sempat Tertuang
        • Di Bangku Pojok Tengah Kelas Filsafat
        • Tolak Ukur Keberhasilan
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ►  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top