Di Bangku Pojok Tengah Kelas Filsafat
7:28 PMSuatu ketika aku ingin bercerita mengenai kampusku. Kebetulan tanggal 11 Maret kemarin dia ulang tahun. Sudah sedikit tua tapi terlalu muda jika dibandingkan kampus kampus elite negeri ini. Ya, sudah 45 tahun.
Tapi kampus akan menjadi setting tempat terindah pertemuan pada sosok 'bapak', 'ayah', sebut saja seperti itu. Padahal dia hanya 2 tahun diatasku. Kenapa sering kami--aku dan teman-teman memanggilnya--bapak? Dia memang sepertinya pantas menyandangnya karena kepribadian dan perawakannya yang mirip bapak-bapak.
Awal masuk kampus, aku didapuk jadi sekretaris. Sialnya, pekerjaan itu sebenarnya sama sekali tidak cocok denganku. Apa mau dikata. Aku masih lugu. Namanya juga baru keluar dari bangku SMA dan mencicipi bangku kampus, kan kayak lebih mentereng punya kesibukan baru.
Halah, aku cuma jadi babu birokrasi waktu itu.
Memang, aku suka hal-hal yang berbau menulis. Tapi menulis dengan menjadi sekretaris adalah hal yang berbeda jauh. Salah kaprahnya orang-orang di sekitarku menggenarlisir pada satu fakta yang sama.
Oke. Akhirnya aku iyakan.
Pada waktu itu, pekerjaan utamaku membuat proposal kegiatan, beberapa surat menyurat. Aku pikir udah. Kerjanya sekretaris hanya menulis. Tapi aku terjebak dalam luka batin yang sangat dalam. Gimana enggak, birokrasi kampusku yang berbelit memaksaku harus kerja ekstra. Minta perijinan sekaligus bikin surat yang diperlukan.
Hari itu juga. Di saat itu juga.
Maka apesnya, di saat semua orang pada menikmati liburan semesternya, aku dan beberapa orang harus berjibaku ngurus proposal kegiatan, dan tetek bengek acara lainnya. Bersama tentu saja pria yang aku panggil sebagai 'bapak' itu.
Printilan dan tetek bengek itu nggak selesai di libur semester. Tapi lanjut juga memasuki kuliah semester 2.
Suatu hari muncul perasaan hancur, ingin lari dan menangis di satu waktu. Tepat ketika istirahat dan masuk kuliah Filsafat.
Bahkan ketika masuk kelas, bukannya aku menjejeri teman-temanku yang sudah menyiapkan kursi buat aku. Aku langsung melipir dan mendapati 'Bapak Ketua Acara' melipir ke bangku pojok. Langsung deh, aku menjejerinya. Dia yang belum duduk di bangkunya langsung memberi bangku pojok untukku. Jadilah aku di sana nangis sejadi-jadinya. Sembari sesenggukan pula. Di perkuliahan kelas Filsafat yang membosankan.
Bapak ketua menutupiku dengan badannya yang gempal. Agar aku bisa mbrebes mili sepuasnya. Dia hanya sesekali memberi saran, menyemangatiku. Ah, kenapa sih kita jadi korban rumitnya birokrasi kampus. Hilih.
Setelah nangis, usai sudah drama-drama tidak pentingnya. Saatnya fokus lagi membantu pak ketua.
*
Kemarin lusa, aku bermimpi bahwa Pak Ketua bahagia. Ah, sungguh. Sebenarnya terlalu panjang jika diceritakan sosoknya. Tapi melihat dia bahagia, cukup sudah membuatmu bahagia juga.
10:54
12/3/2021
Di bangku Pojok Tengah Kelas Filsafat |
0 Comments