Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini
    Dalam karyanya, Mark Manson mengajari kita menyederhanalan hidup dengan menawarkan 9 hal yang ia tulis dalam bukunya. Iya, kita tengah membahas buku "the subtle art of not giving a f*ck".

    Seni dalam Bodo Amat, buku ini sebenarnya terlalu kompleks untuk diulas hanya dalam satu postingan saja. Tapi aku akan berusaha semaksimalan mungkin yang aku stabilo ketika membacanya. Dan relate dalam apa yang sedang aku risaukan.

    Aku masih ingat dengan beberapa ambisi teman yang punya gagasan revolusioner, ketika masa kuliah dulu. Tapi, tahapan krisis menjadi manusia setelah selesai kuliah adalah benturan dunia pascakampus. Terkadang, kita memiliki obsesi merubah sesuatu yang bombastis, padahal kita hanya butiran sampah yang bahkan sampah pun lebih ada maknanya dibanding diri kita. Euh, itu analogi yang sangat tidak tepat sesngguhnya, tapi tak apalah. Namun, pahamilah bahwa, obsesi merubah dunia tidak hanya bergerak di satu dua komunitas, misal mengentaskan kemiskinan, membuat melek akan pengetahuan, atau yang lain sebagainya. Karena toh, menurutku pribadi, itu jauh dari cita-cita sebuah kesempurnaan. Dan kini kita tengah merajutnya.

    Mark Manson menampar kita pada obsesi-obsesi manusia saat ini. Melihat manusia lain hidupnya jauh bahagia, dan kamu terperosok pada jurang kecemasan. Lihat di feed instagram, punya kulit lebih putih, lebih glowing, suami ganteng, dan pamer makanan bisnis temannya. Secara tidak sadar akan membuah kecemasan. Ntah, kata cemas itu sendiri cocok atau tidak, tapi setidaknya ada satu detik dari sekian ratusan jam kita habiskan di internet dong, pastinya.

    Oh tidak, cemas sendiri justru akan bermuara pada kemarahan. Kareana tadi, kita hanya seonggok sampah yang mentang-mentang ingin merubah dunia. Ups, salah. Tapi katakanlah demikian.

    Sebagai manusia yang wal jahiliyah ini kadang, kita berhasrat dan berlomba-lomba menampilkan sisi baik diri kita. Semakin mengejar banyaknya pengalaman positif. Tapi pada dasarnya pengalaman positif itu sebenarnya pengalaman negatif itu sendiri. Kata Mark.

    Sepakat!

    Bahkan secara paradoks penerimaan seseorang mengenai pengalaman negatif justru merupakan pengalaman positif. Kalau kata filsuf eksistensialisme, Albert Camus : Kamu tidak akan pernah bahagia jika terus mencari apa yang terkandung di dalam kebahagiaan. Kamu tidak akan pernah hidup jika terus mencari arti kebahagiaan.

    Jadi jangan berusaha!

    Bab awal, Mark sudah menampar kita dengan kontradiksi dari apa yang dunia ini kerjakan. Iya, jangan berusaha menjadi sempurna. Karena premis di awal tadi, seperti ketika saat mahasiswa dan diberi tampuk sebagai lidah rakyat dan mengubah dunia dengan otoritas kita pada saat itu, pada hakikatnya kemampuan kita terbatas. Sadarlah, mungkin kita hanya seonggok sampah tapi kita tidak mengakuinya saja. Jadi begitu!

    Kita itu hakikatnya yaa gini-gini aja. Jangan kasih beban berlebih pada hidupmu kalau kamu tidak mampu. Kan yang terpenting, kelola diri kita menjadi lebih baik.

    Kita perlu menyadari bahwa hidup adalah proses penderitaan. Setiap kita melihat orang kaya, Pak Jokowi katakanlah, dia pemimpin, dia membangun sistem kronco-kronco oligharki yang mengerikan, tapi toh dia memiliki konfliknya sendiri. Dia bertarung memenangkan kursi dewan untuk meluluskan UU minerba yang saat ini tertutup oleh Rancangan UU HIP. Ups, out of topic. Atau bahkan anak dari direktur bank misalnya yang membangun bisnis dan ekosistemnya, dia pasti akan merasa menderita akan tuntutan sosial di lingkungannya. Dude, semua orang itu menderita.

    Gak ada cerita, dongeng putri tidur yang tau tau pingsan dan dicium sang pangeran, kemudian BOOM! Bahagia selamanya, kan?

    Menderita bisa diterjemahkan secara luas dan itu hak semua orang. Aku (dahulunya) mungkin akan berpikir bahwa orang rentan, orang yang terpinggirkan, yang miliki rumah hanya sepetak di pinggir kota, jauh menderita hidupnya, karena bisa dilihat dengan mata menyala, oh ternyata tidak esmeralda. Ternyata semua penderitaan itu sama. Karena itulah semua orang menderita. Semua orang yang hidup di dunia ini, maksudnya!

    ** tapi terkadang lucu, ketika aku melihat yang dulu selalu playing victims di tempat kerja lama. Karena bobroknya sistem yang ada. Haha.

    Namun, percayalah bahwa mencapai kebahagiaan itu ada algoritmanya. Kita bisa mengelola. Kita bisa capai. Ketika masalah datang dan seolah-olah kita menderita, tapi kita bisa memilih memikirkan masalah sepele, (misal status Wasapnya dibaca atau tidak, atau dia menyembunyikan status orang itu atau bagaimana yang itu menurutku bukan masalah sama sekali seharusnya). Atau memikirkan hal-hal yang esensial yang perlu kita lakukan.

    Semakin kesini, entitas masalah kita hanya berputar pada remeh temeh tidak perlu. Kan lebih baik, kita memikirkan ledakan penduduk yang akan terjadi 2030 yang akan datang, dan bagaimana kita yang manusia penuh dosa dan dusta ini menyikapinya, kan.

    Toh pada kesimpulannya, kita hanya dihadapkan pada pilihan. Menanggung masalah dan menyelesaikan, kemudian memilih segalanya sempurna menurut versi kita. Memilih dalam jangkauan yang lebih luas, seperti memilih pertemanan yang sehat, memilih buku yang tepat untuk dibaca, atau apapun.

     Hidup adalah rangkaian masalah dan penderitaan, jadi nunggu jatuh tempo kita meninggal, kita harus memilih. Pada sodoran pilihan, mana yang terbaik yang bisa kita lakukan! - Aku - 

    **

    Bersyukur dengan pilihan dan lingkaran pertemanan yang hari ini mendoakanku berjodoh dengan anak direktur bank. Amin!
    Gakpapa halu!
    Shalawatin aja, gtu kata Yayak
    11:16
    30/06/2020



    Continue Reading
    Hei Tuan,

    Lama sekali hamba menulis antara 3 buku yang ingin dibahas. Banyak drama yang terjadi dalam hidup hamba. Antara harus ke tambal ban, atau malas membuat tulisan panjang ini lagi.

    Sekedar mengulas apa yang hamba tulis sebelumnya, Pertama, membahas Dan Brown, kemudian Haruki Murakami (sebagai kontradiksi dari alur Dan Brown, tentu saja), kemudian kali ini penulis yang berada dari benahan bumi yang lain.

    Nawal el-Shadawi.

    Membaca budaya patriarki yang menakutkan, dihadirkan  dengan gamblang oleh Nawal. Penulis Perempuan di Titik Nol ini menjelaskan tanpa isak titik kebahagiaan sedikitpun, bagaimana sang tokoh bernama Firdaus harus hidup dalam neraka dunia yang begitu kejam itu.

    Nawal lahir dan berkembang di dunia Arab Mesir yang yah, begitu keras menerapkan budaya patriarki. Tuan, hamba memang belum pernah menginjakkan jejak langkah kaki ke Mesir, namun lewat gambaran secercah nokhtah yang digoreskan Nawal, hamba dibuat mengerti. Bahwa budaya manapun tak pernah bisa lepas dari patriarki itu sendiri. Oke, kita tidak akan membahas sindiran teman baik hamba yang mengatakan, bil, di Minang itu bahkan bukan patriarki. Kemudian aku bisa bungkam, kita bisa bicarakan pada apa yang terjadi di dunia ini dari dulu hingga sekarang, sampai alasan kenapa feminis itu eksis. Oke.

    Semesta yang dibuat Nawal dalam membuat tokoh Firdaus, mungkin sama dengan kebanyakan. Dia lahir menjadi perempuan lugu. Dari lingukp organisasi terkecil bernama keluarga, Firdaus bahkan merasakan ketidakadilan. Bagaimana seorang ayah (yang harusnya cinta pertamanya) berlagak menjadi seorang raja dihadapan istri dan anaknya. Seperti membasuh kaki ayahnya ketika sang ibu tidak bisa melayani. Bah! Padahal ekonominya miskin.

    Firdaus remaja dia menginginkan kuliah di Al-Azhar yang masyhur itu untuk menimba ilmu. Dia ingin mengikuti jejak sang paman. Namun harapannya dipatahkan, hanya karena dia seorang perempuan.

    Perlakuan lingkungan Firdaus selanjutnya apakah begitu baik? Tidak, Ketika ia berada di rumah pamannya, ia seperti tak ada bedanya seperti sampah. Dia kerap kali melecehkan Firdaus secara seksual. Padahal, dia adalah orang terpandang dalam hal agama, katakanlah begitu.

    Ketika Firdaus hanya menggenggam ijazah sekolah SMA dan melamar pekerjaan di sebuah perusahaan dengan gaji kecil, dia mengenal Ibrahim. Hamba pikir, apakah sosok Ibrahim inilah yang diciptakan sang penulis untuk membuat hidup Firdaus jauh dari kata neraka? Ternyata tidak Tuan, saat mereka menjalin asmara tapi harus selesai hubungannya karena tak dinyana, Ibrahim akan menikah dengan seorang perempuan yang sudah disiapkan untuknya.

    Ah, malang betul nasib perempuan Firdaus ini, Tuan.

    Bahkan ketika dia menikah dengan pria berumur 50 tahun. Pria tua itu berperangai kasar dan kikir. Ia diperlakukan sewenang-wenang. Memukulnya dengan sepatu adalah satu dari sekian banyak kekejian yang dilakukan suaminya. Budaya patriarki seolah mengesahkan kenormalan jika seorang suami memperlakukan kasar pada istrinya sendiri. Adalah absolut bagi seorang istri untuk patuh secara sempurna pada suaminya.

    Hampir setiap bab, hampir setiap untaian yang ditulis Nawal, tak ada secercah rasa bahagia pun yang Firdaus dapatkan. Ia melepas profesinya karena terlalu disakiti oleh seorang laki-laki. Dan memelacurkan dirinya. Narasi yang dibentuk sungguh hebat, daripada aku tidak ada harganya di depan laki-laki, dengan memelacurkan diri ia seenaknya bisa menghargai dirinya.

    Dunia pelacurlah yang membuatnya bisa membeli flat mewah atas jerih payahnya. Hingga cerita ini akan berakhir Tuan, katakanlah menjadi pelacur adalah kebanggan yang ada pada diri Firdaus. Dia tertekan, dia diinjak-injak oleh lingkungan budayanya (kala itu), dia tidak memiliki posisi untuk memilih mana yang terbaik untuknya.

    Bahkan di akhir cerita, Firdaus memilih untuk mati di tangan hukum karena membunuh seorang germo yang memaksanya. Saat Presiden memberikannya grasi sebagai kunci menyelamatkan nyawanya, Firdaus memilih mati. Daripada hidup dipenuhi dengan laki-laki, cara terbaik memang dengan mati agar dia tidak harus mengalami kejinya diperlakukan tidak adil dalam budaya patriarki.

    Nawal menggambarkan melalui tokoh Firdaus, bahwa identitas perempuan hanyalah objek yang dapat ditindas dan diperlakukan sewenang-wenang.

    Ah Tuan, hamba seolah tak sanggup untuk mengunci hal ini menjadi kalimat pamungkas. Mungkin besok, suatu saat nanti, atau kapan lagi, janji yang akan hamba ikrarkan. Mengenai kenapa perempuan melawan lewat gerakan atau paham feminis yang ditentang habis-habisan oleh kyai bersorban atau perempuan berkerudung lebar bak taplak meja.

    Itu nanti, hari ini hanya ulasan mengenai karya Nawal el Shadawi yang membentuk refleksi, ah, sepertinya zaman Rasul tak sekejam itu. Padahal, Arab dan Mesir mempunyai irisan pada budaya yang sama.

    Bah, lagi-lagi hamba tak mau menuding!

    ***
    21/06/2020
    17:46
    maghrib, malam ini gerhana matahari cincin!

    Menyoal Budaya Patriarki dari Perempuan di Titik Nol

    Continue Reading
    Tidak ada genre!

    Membaca karya Murakami tidak pernah mendeskriditkan kita pada suatu genre tertentu. Dia membuat semua karyanya dengan genre khas ala dirinya. 

    Begitulah Tuan, hal yang saya simpulkan dari membaca isi pikiran Haruki Murakami. Sebut saja dia salah satu orang yang diakui dunia dengan karya sastranya. Berkali-kali dinominasikan untuk meraih nobel sastra pun dia tidak pernah pantang kecewa. Dia tidak pernah berhenti membuat pembacanya kagum dengan torehan kalimatnya yang sarat akan makna.

    Kata orang, jika kamu sering membaca karya Dan Brown dan menyukainya (seperti saya), kamu tidak akan menyukai karya Murakami. Eh sorry Tuan, hamba tidak sependapat. Itu tidak berlaku buat hamba.

    Meskipun sedikit kaget, karena dari keseluruhan karyanya, hamba hanya baru membaca novel mengerikan 1Q84. Jumlah halamannya 1115. Iya, seribu seratus lima belas halaman. Ini proyek ambisius Murakami yang bikin benak hamba, mendengus, ahh. Ini luar biasa.

    Pembaca akan dibuat bosan dengan alur yang bertele-tele. Sesekali Murakami membuat pembaca penasaran apa yang sebenarnya terjadi karena alurnya yang mengalir. Dia membuat teori bercerita yang tidak tegas, seperti Dan Brown, tapi ia membiarkan pembaca mendapatkan apa yang dia mau dapat (atau benak hamba yang berpikir demikian) lewat narasinya.

    Ah, penulis ini membuat hamba jatuh cinta, Tuan.

    Novel 1Q84 secara garis besar bercerita mengenai apa yang terjadi di tahun 1984. Q di sini mungkin berarti Question Mark, tahun dimana penuh tanda tanya. Atau keganjilan, katakanlah demikian.

    Dua tokoh diciptakan oleh Murakami. Bernama Aomame dan Tengo. Aomame adalah seorang perempuan dan berprofesi sebagai pembunuh bayaran. Ia membunuh laki-laki yang melecehkan perempuan dan anak. Setiap malam dia habiskan dengan memuaskan dirinya dengan pria. Sedangkan Tengo adalah seorang guru les yang menyambi bekerja sebagai editor. Suatu ketika, perusahaan penerbitannya meminta dia membantu seorang penulis muda yang akan debut dengan karya perdananya. Dia membantu untuk membuat karya itu berhasil dari segi teknis. Perusahaan penerbitan milik Tengo merasa karya anak ingusan bernama Fuka Eri itu akan sukses. Jadi Tengo diminta untuk tanda kutip menghaluskan saja. Dan benar kenyataannya, bahwa novel debut Fuka Eri laris di pasaran. Kemudian, Murakami membuat semesta yang diciptakannya berubah. Lebih menegangkan. Bahwa novel best seller itu sebenarnya kisah nyata yang berangkat dari sekte kepercayaan tertentu yang tidak menginginkan sorotan.

    Ah, lagi-lagi Murakami membuat pembaca merasa dipacu adrenalin meski dengan tempo lambat dan bertele-tele khas dirinya.

    Dari dunia yang dibentuk Murakami, kamu akan tahu betul bahwa menjadi sah dan normal ketika bulan itu ada dua. Itulah mengapa tahun 1984 penuh keganjilan. Banyak orang yang memberikan label pada karya Murakami sebagai surealism. Surealism berbeda dengan fantasi. Surealism adalah genre dimana keabsurdan dalam dunia yang diciptakan penulis adalah hal yang wajar.

    Sebagai penggemar fantasi, hamba juga baru saja mendapatkan jawaban yang koheran mengenai hal ini. Karena suatu ketika hamba pernah bertanya pada teman baik hamba, Pipit namanya. Mengenai perbedaan fantasi dan surealism. Kita sama-sama menyukai genre fantasi kelas kakap, katakanlah Rick Riordan, Brigid Kammerer, Marie Lu,  Vernonica Ruth, eh lupa Brandon Mull dan masih banyak lagi. Gila, sih melihat hamba ini maniak sekali dengan genre fantasi.

    Membaca Murakami adalah kebasurdan. Bagi hamba, dia susah ditebak dan tidak mau ditebak. Ah, susah mendeskripsikannya.

    Sebenarnya Tuan, hamba membaca novel ini juga bersamaan dengan hamba membaca karya Dan Brown yang lain. Agak njomplang memang. Tapi mungkin ini sensasinya. Bagi pembaca yang tidak menyukai alur betele-tele, pasti dinasbihkan tidak akan lagi merampungkan bacaan ini. Percayalah. Selain pertanyaan mengenai eksistensi sang tokoh, Murakami membuat karyanya seperti realis.

    Bahwa kadang yang terhampar pada pandangan kita bisa saja tidak mempunyai makna, atau bahkan hal yang kita nilai tidak bermakna justru memiliki maknanya. Setiap arus air yang mengalir, dia membawanya seperti instrumen klasik yang didengarkan Aomame di taksi ketika yang diputar adalah musik Janacek : Sinfonietta.

    Sudah ada Norwegian Wood dan Kafka on The Shore yang masuk dalam list bacaan hamba selanjutnya. Baru juga menyelesaikan bab 5 dari Kafka on the shore. Mengenai remaja 17 tahun yang melarikan diri dari rumah dan pergi ke perpustakaan. Hamba akan menunggu, kapan hujan ikan sarden itu turun Tuan.

    Ah, Murakami memang orang yang harus ditelaah terlebih dahulu sebelum calon jodoh hamba datang, Tuan. Hahaha

    ***

    17 Juni 2020
    09:00
    Setelah Dan Brown, Murakami, kita lanjut Nawal el Shadawi.
    Yg ketiga agak berat, meski tipis banget bukunya.
    Ah, kenapa sih harus kerja jam 10
    Ini gara-gara Yayak ngobrolin halu dan mbahas 3 novel itu. Arghhhhh, tulung!

    Membaca Murakami Sebelum Calon Jodohmu
    screenshoot from Cari Cats

    Continue Reading
    Tuan, lama tidak ku sapa diri ini. Bersembunyi dalam riuh yang dibuat bumi. Katakanlah mengenai rasa ketidakadilan yang lagi-lagi menghantui.

    Ah,Tuan. Kapan dunia ini akan baik-baik saja?

    Apakah tak pernah ada?

    Kemarin, hamba berdialog dengan teman hamba. Mengenai banyak hal. Hal yang dibahas sebenarnya saling bertolak belakang tapi memiliki benang merah yang kasat mata.

    Berawal dari bedah karya milik Dan Brown yang berjudul Inferno. Iya, karya Dan Brown yang ini adalah titik balik cinta hamba pada sang penulis yang kian memudar. Nanti hamba akan jelaskan di akhir bagian, kenapa hamba seperti itu.

    Inferno mempunyai tema besar mengenai ledakan penduduk. Ada salah satu tokoh yang dibuat Dan Brown bernama Zobrist. Seorang ilmuwan yang juga menyukai karya sastra milik Dante Aligheri. Zobrist memiliki ide revolusioner dan radikal mengenai apa yang terjadi pada bumi. Ternyata ledakan penduduk membuat bumi seolah sekarat.

    Tuan, gambaran bumi ini sekarat nyata adanya. Hamba pun suatu ketika juga pernah membaca suatu artikel. Bahwa tempat terendah di bumi ini (read : palung mariana) ditemukan banyak sampah. Penjelajah dan penyelam itu jauh-jauh menyelam sampai di titik rendah yang hanya mendapatkan hal semengerikan itu. Hamba dibuat elus dada. Energi mereka berbuah pada ketakjuban yang mengerikan.

    Tidak semua orang di dunia ini baik. Setiap orang yang lahir di bumi ini tidak bisa memilih dia lahir dari orang tua seperti apa, dari status sosial yang seperti apa, dari ras apa, atau dari kebangsaan apa. Kita berkedudukan sama di bumi ini untuk menghirup napas di udara yang sama pula.

    Ilmuwan Zobrist ini menawarkan pada dunia tentang menghancurkan umat manusia melalui sebuah virus. Iya, korelasinya sama dengan keadaan dunia saat ini. Tapi konspirasi yang dibawa bukan mengenai ekonomi. Ada virus dan dibuat antivirus. Ini tidak. Zobrist menginginkan kehancuran itu sendiri.

    Tuan, hamba bahkan digiring untuk setuju dengan apa yang Zobrist inginkan. Kenapa tidak? Ledakan penduduk akan membuat kesenjangan sosial dan ekonomi menjadi nyata. Seluruh manusia ugal-ugalan untuk berbuat apapun agar tetap hidup. Katakanlah bahwa manusia memiliki 3 kebutuhan primer dengan pangan, sandang dan papan. Manusia akan semena-mena menebang hutan untuk dijadikan lahan baru persawahan demi membuat manusia di bumi ini makan. Dengan sandang pun juga manusia dibutakan untuk beranekaragam fashion maka banyak pula pencemaran limbah yang berasal dari industri tekstil. Maka dengan kebutuhan papan, orang berduit akan semena-mena membuat lahan persawahan menjadi rumah. Begitupun dengan kolong jembatan sekalipun adalah tempat terenak untuk bersandar.

    Membayangkan saja ruwet!

    Pertanyaan mendasarnya selalu, apa sih tujuan manusia hidup di muka bumi ini? Jika memang benar jawabannya adalah surat Adz Dzariyat ayat 56 mengenai ibadah, lalu kenapa banyak orang jahat. 

    Hamba merasa bertanggung jawab pada anak anak yang dilahirkan karena tidak diinginkan orang tuanya. Pada mereka yang demi sesuap nasi tapi harus melakukan pengrusakan pada bumi ini. Hamba paham sekali, bahwasanya manusia hidup untuk mendapatkan hak hidupnya dengan tetap makan (nafs nabatiyyah,- baca 3 komposisi manusia menurut Al ghazali). 

    Kembali ke perkara novel inferno ya Tuan. Zobrist melakukan itu karena terilhami oleh pusi Divine Comedy karya Dante Aligheri. Dante membuat skema neraka yang memiliki 7 lapisan. Tuan tahu, salah satu hal yang membuat dia melakukannya karena Dante berkata, "neraka paling bawah dihuni bagi mereka yang tidak melakukan apa-apa ketika dunia membutuhkannya". Zobrist juga menerjemahkan kalimat Dante dengan begitu radikal bahwa dunia harus diselamatkan walaupun melalui kehancuran, begitu intinya.

    Bahwa permasalahan yang berkembang saat ini bukan lagi masalah rasa, agama apa yang kamu yakini, jilbab seperti apa yang kamu kenakan, ras apa yang melekat, atau hal lainnya. Bahwa sebenarnya kita dihadapkan pada kenyataan yang mengerikan, yang tidak tahu kapan ini berakhir.

    Mungkin tidak masuk akal, bahwa yang hamba lakukan masih hal yang tidak progresif sama sekali. Maka patut kiranya, hamba ditempatkan di neraka terkelam yang dibentuk Dante. Karena bahkan, hamba begitu bodo amat pada semua hal yang terjadi pada bumi ini, pada dunia ini.

    Kadang, kita merasa bingung, apa yang harus hamba lakukan di antara banyaknya hal yang mengerikan lainnya.

    Lagi-lagi Dan Brown terlalu ciamik membuat semua karyanya, pun termasuk Inferno ini. Saya pun jatuh cinta, tapi tidak secinta pada pandangan pertama novel Angels and Demons.

    Oiya Tuan, menjawab mengenai kenapa rasa cinta hamba pada penulis ini sedikit memudar. Memang benar bahwa Dan Brown selalu membuat pembaca tegang. Alur yang dibawa juga cepat, pembaca seolah-olah merasakan dag-dig-dug-nya secara bersamaan. Nah, kelebihan inilah yang kadang membuat hamba sebagai penggemar Dan Brown merasa bosan.

    Ah Tuan, sebenarnya itu hanya alasan saja.

    Tapi yang jelas, setelah membaca novel Inferno ini (di tahun 2015) hamba pernah berdiskusi memaparkan segala teori Dan Brown Inferno yang hamba kemukakan di atas. Tapi untuk umur dan tempo tahun hamba membaca, algoritma teori hamba tidak secerdas saat ini. Tapi membuat kesimpulan yang sedikit radikal.

    Apakah pilihan tidak menikah itu ada? Jika ada, hamba akan memilihnya demi menyelamatkan perabadan dunia.

    ***

    17 Juni 2020
    08:13
    tepat 3 bulan di rumah
    dan rindu kantor


    Menelaah Keruwetan Isi Otak Dan Brown Lewat Inferno
    Continue Reading
    Its a challange. Our community on 1 Hari 1 Cerita announce theme for this week. Talked about Lupa! So here I am thinking so hard to make this one. 

    ** 

    Morning 9th June, I am doing anything as usual. Get up, washed before ibadah, and watching YouTube.

    Today, YouTube algorithm has been a lot of korean artist recomendation that I didnt Interest (i mean, for a while). Like  breathe on oasis, because one of them is Matt video. And here we go, I am writing this blog because of what he doing on his channel.

    On his video, Matt talking about 6 things that he wished he knew AT 20. I thinking so hard to make it differently. 

    I remember about this quote. It took me so long to do so many important things. It’s just hard to accept that I spent so many years being less happy than I could’ve been. — Pam Beesly, The Office US

    I wanna talked about 5 Things I wish I learned from this 20 years old. This post like always so personal. And, why not to share a little bit sins (aka. aib) and what I learned. Hopefully, its make my life easier going through this age. 

    1. TAKE responsibility

    Before I garaduated from collage, I had a lot of activity that makes me (whichever direction) take more responsibility. One of many activity is became leader of research SSC. Some point I got such regretful and idk why makes me frustating. Like I didnt much care. Because we handle a lot of stuff. 

    Remembering one moment, at October or November (idk exactly cause I forgot) 2016, SSC make a big agenda. This agenda always be held at every year. Its same like the others, we make a little conference with some competition. It was a lot of  regretful cause I got some internship in Jogja at the same time. I am frustating so much for that moment (because I Knew there were a lot of problem) and I didnt much care about it. 

    Take a risk of being responsible is important. Maybe, at early 20's, we learned so many-(many) things with my capability. I mean, you have to learned for taking a risk and what fault you make from this. 

    2. BEING Principled

    I remember dialog from Ada Apa dengan Cinta film, that sentences when Cinta said to Rangga, sok prinsipil. Haha.

    Ok, back to this topic. Being principled for me, just like mundane and boring of today. Because its like blood which is important for the body system. You got my point? 

    Its so overwhelming sometimes. Principled and me is so closely. My character is so strong to said No or Yes. I think I knew how the worlds works to said that. Sometime I realized it when going to think deep inside. 

    So, while I am picking up a friend's, I knew who is potential friend, and who is just for fun. But, I Knew maybe a lot of people think, its normal. Furthermore, its hard to said that I (declared) am sosiopat. Haha, I think, because from my face was so honest. You didnt think I hidden something based on whats going on through my face.

    And a few moment, I am picturing and speaking up about the worlds going on these days. Perspective and didnt trap for infornation, for me especially, it is important. Being principled is what we need it. 

    3. CALM and Take Slow

    One of the list regretful is my relationship. I mean, it was a general relationship. 

    I've always been somewhat afraid with boys. I was a little bit calm. I think haha. And I am not getting any Interest with that.

    From Junior School, I didnt have any interaction with the boys. I mean, I have a best friend. You named it, Qonita, who's made me learning Avril Lavigne songs. And then Cindra, who's make me loved being Indonesia people which watching drama populer (Randy Pangalila and Nia Ramadhani's sinetron) in Indosiar at that moment. Haha. So, I didnt need the boys live on my environment. 

    I think, when the boys liked me and being close with me, honestly, I was startled. I dont know how to handle this. My heart jumping like roller coaster and being not a normal. Because a lot of things I realized for the first time. Okay, its a little bit oberwhelming. 

    It was a 7 grade School. The boys who liked me (ehem) sent a song of full chorus with bad writing skill. I know, at 2007 was booming band (you named it, hijau daun, ungu, peterpan, dmasiv) on glorious industry timing in Indonesia. Maybe, he expected that I fall for him so quickly. I mean, he was not a bad boys. He was captain on my class. He has a natural thick eyebrow. Lightly skin. And bla bla bla. Oke, its just excused, I wanna just said  a simple words, that he was handsome as hell yeah. Hahahaha! 

    AT the moment, I just focussed on labelling or stigma about kenakalan remaja or whatever it is. And my mom told me for dating prohibition, etc (btw, until now I am not dating with somebody else, oke thanks mom). Therefore I didnt go for it! 

    Again. When I was a college, I made simple assignment with my group. With my best friend, Nasita and Magda. They was a busy at the moment for taking responsible about UKM's agenda. I know as well what are they doing. But, I need some notice both they are to take care our assignment. 

    Yeah. We made this on break time, and whats going on for working together changing into desperately for me. I am crying like baby at the moment. Seriously. Its a little bit cringe when I thought. 

    So, advised for me, just relax and take it slow. Cause sometimes when we realized for hurried something you didnt get before, you just take a breathe and calm. Slow down and do the right. Usually, problems like tousled of hair. Need taking a break to get some energy for combing this slowly and rightly. 

    3. USE Skincare

    Nowdays, a lot of skincare brand is dominating my social media. You named it. From local brand with halal or not labelling until international. Most of them is korean. We can get more thumbs up how korean skincare dominating this industry right now.

    I honestly, buying some of them. I am usinh Toner from Korean Brand. This brand was Somebyme. I bought 150k for toner. And then mini package, 150k. And sunscreen for 130k. A skincare routine from Somebyme, I wanna scream : Its a holly grail product. 

    Recently, I bought mini package from Innisfree. Its Jeju Orchid. Why I bought this, because flash Sale from Lazada. 

    When I searching this product to get information, I was shocked when I know whats price I would be spent when I bought a standart package. For 4 product, one of them was 300k. So, the total is 1 million for all standart package. 

    Oke got it. Next! 

    4. FINANCIAL Planning

    I started to learn more about financial planning when I receive my first salary. Oke, I Have a job from small (privat) company because its just CV. Company personal, idk what should I said this company. 

    My salary is 1, 400,000 for 3 months for trial. And the fact, I got 1,400,000 for 4 months. Forget this! And then, after trial months, I get 1,700,000. Its under salary minimum for my region. And after that, I got 1,900,000 after 1 year to follow salary minimum this region. 

    I mean for labor like me is frustated. But, I get this job because I wanna escape reality to not getting to collage. Its my compromise with my mom. And yeah, I take a job and responsible for my self to get know more about life. 

    2019's was perfect timing for me. I learned more about mental health, blessing, and getting know more about life. I mean this time for me to realized that I am is being part our society. Whats works going on, whats problem I get this so far, minimalism lifiestyle, and etc. One of what I learned is financial planning. 

    I am always savings 90% my salary to the bank. So, when I get 1,700,000, I just take 200,000 for life. So, 1,500,000 for savings. Its absolutely brutal. Haha. I didnt know how to manage and I just know for saving, so I go for it!

    From February until November I get this job, my total savings less and little bit from 10,000,000. Its my blessing, my achievement, and I invest to buy proper handphone. Its around 3,500,000.

    And, I back to get a job on February. Its Big company in Indonesia. I mean, i joined to be a part of Kompas Gramedia. Which is a main leading for media industry. From this company I get 2,200,000. 500,000 higher than company before, it was blessing. And this year, I take responsible to help my family financial.

    Every month, my mom has to  pay her debt. Its around 5,000,000 for a month. Because he debt 370 million for build my new house. I pay electrivity, pdam, wifi, and yeah many more. It takes around 500,000 for a month.When the paid is getting more, my mom help me for subsidy. 

    Back again, that my financial planning is talked about budgeting. I learned how many are calculating for expanse many things every month, you should have write  down how many do you want to spend.

    Just like calculating first, is important. Someday, your willing is getting stronger, to buy this, this, and many more. You handle this with calculate budgeting this month. Calculating and budgeting is worse when you didnt istiqomah. More consistent and persistent is higher important. 

    After that, you can spent your happines with not to worry about finansial. Got this!

    5. MORE Books I Read

    Books and I are closely indeed. I write on my Twitter description : life without BOOK is nothing!

    A little bit cringe cause I write this since I've been School. But you know, sometimes I regretful when I involved kinds of activity makes me doesnt productive to spend time to read. But, thanks God, I have best friend whos loved reading a book. Its my friend from Junior High School. Until Now.

    Suprisingly, we are close because we loved the book. We reading book from teenlit. While Mia Arsjad's novel is like everywhere. Novel Satria November is best book when I was 14th. And, Orizuka's book is best when we need some lovey dovey stories. Haha, and then, for some reason being adults is easier when we reading dystopia novel. We much know about politicial issue, loved, self development, and meaning of life at the same time.

    We dont like religious novel with problematic instead. 

    And Dan Brown is best author when we talked about being adults. Its started when we are at collage. Dan Brown are our inspiration. How author is overwhelming. Why God's give the person like Dan Brown whos make us feel like a dumb? We learned more about politics, conspiration, history, and the same time your adrenalin comes up and down. For some reason, we loved like kind of historical and classics.

    Goodbye teenlit/lovey dovey story!

    **

    I realized oh woww. Its a long story. The conclusion for not being lupa is write down what happened at the past. I agree with N. A Turner make the conclusion what I get it for now.

    Appreciate who you are and who you’re becoming. Make mistakes. Learn from them. Go after what you want. Life doesn’t wait for you. Train your mind. Swap negativity for positivity wherever possible. Take care of yourself. Try new things. Conquer your fears. Life is scary as shit but don’t sit on the bench, play the field.

    * * *

    11.50
    From I started to make this article from 8.00 am. 
    And I suddenly lupa for taking breakfast.

    9 June 2020
    LIBUR KERJA 2 HARI AND I DO THIS CHALLANGE. OKE BYE!

    The Things I Wish I Learned from 20

    Continue Reading
    Hey Bil, dunia kejam ya.

    Akhir-akhir ini kamu disajikan dengan fenomena yang menggetirkan. Bahwa perbedaan kelas itu memang ada. Alih-alih kelas, bahkan perbedaan warna kulit saja membuat protes di mana-mana. Agak menyayangkan, bahwa ternyata hanya segelintir orang sang pemelik dunia ini. Ketika sekelompok orang itu menuding masyarakat di luar hanya pemanis. Pemanis tatanan sosial agar seenak udel bisa dipermainkan.

    Mungkin George Floyd hanya berdiri sendiri. Dia digetirkan oleh tindakan yang tindakan tidak pantas. Di negara yang menjunjung tinggi asas demokrasi. Bahkan contoh negara yang menjadi role model sebuah penegakan demokrasi itu sendiri.

    Berawal tuduhan oleh seorang karyawan dimana George Floyd ingin membeli rokok di sebuah toko kelontong dengan uang palsu. 17 menit kemudian, sampai datanglah beberapa polisi yang datang dimana mereka menjempitnya, seolah-olah George Floyd adalah serangga mematikan. Lehernya dari belakang dijepit dan videonya menyebar. Kepolisian merekonstruksi kejadian tersebut hingga berakibat fatal.

    The Gurardian mengatakan bahwa gara-gara tindakan ketiga polisi tersebut meletuslah beberapa demonstran. Mereka menuntut keadilan terhadap pria kulit hitam tak bersenjata yang meninggal dalam penahanan.

    Yang bikin ngeri adalah kejadian di Minneapolis, kota terbesar di Minnesota membuat gelap seluruh dunia. Hal ini memicu berbagai demonstran di berbagai belahan dunia, katakanlah di negara Amerika Serikat sendiri. Sebut saja jumlah 50 negara bagian, 30 negara bagiannya pecah akan demonstrasi.

    Kemarahan salah satu warga Texas yang kerja di Minneapolis, yang kini tidak punya pekerjaan akibat covid-19, kemudian ditindak sewenangnya oleh pihak penegakan hukum hanya karena tuduhan palsu itu memicu kemarahan global. Tengok beberapa negara lain seperti Selandia Baru, Australia, Inggris, Italia, Jerman dan masih banyak lagi.

    Tuntutannya selalu klise, tapi selalu susah untuk dilakukan seluruh pemerintahan di dunia ini. Keadilan!

    Sama keadaannya dengan banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan di masa pandemi corona ini. Floyd adalah salah satunya. Semua paham bahwa kenyataan pandemi ini membuat semua orang menjadi tidak punya. Sistem membuatnya menjadi tidak berdaya. Menjadi tidak lagi bernyawa.

    **

    Sebelum peristiwa George Floyd meletus. Di awal masa pandemi, kita juga disuguhkan bagaimana rasisme di mana-mana meletus. Bagaimana warga chinese di Amerika diludahi dirasis-i hanya karena media membuat berita bombastis soal asal-usul virus corona yang berasal dari Wuhan. Warga kulit putih katakanlah harus meludahi masyarakat Asia, dimana bahkan warna kulit melayu pun mewakili dari kontinen Asia. Menyedihkan.

    Sebaliknya, warga kulit putih atau hitam kena rasis saat berada di negara China. Negara ini seolah membalaskan dendam seperti perlakukan umat kulitnya yang membuat penyakit rasis itu menjadi ada.

    Tidak jauh-jauh sampai di kontinen lainnya, bil. Pahamilah bahwa Indonesia sendiri menggejala rasis bukan hanya warna kulit. Sudah bergeser ke perbedaan politik, sedikit-sedikit mereka yang bersuara dibungkam oleh rezim. Tidak lagi warna kulit yang nyata, tapi masalah suku. Lebih-lebih masalah agama, sering sekali bergesekan.

    Jadi kapan kita akan hidup berdampingan dengan damai?

    Ngeri, semua gejala Rasis, dari ras, agama, suku, antar golongan, bisa menjadi gejala global dan terus menjangkiti. Lebih parah dari virus corona yang sekarang kita hadapi.

    **

    Are genres of speculative fiction that explore social and political structures.

    Maka tak salah jika terjemahan arti dystopia selalu memperbincangkan masalah kelas. Tatanan struktur masyaralat. Para penulis-penulis novel dystopia (yang sudah aku baca) selalu menekankan pada permasalahan kelas akan selalu epic untuk diceritakan. Ceritanya memang fiksi, tapi saripatinya selalu sama. Selalu relate dengan apa yang sedang terjadi.

    Sebut saja, Marie Lu yang menulis tentang serial Legend. Meskipun lebih mengambil sisi romantikanya, tapi setting novelnya adalah perbedaan kelas. Di negara yang diciptakan penulis adalah negara yang terdiri atas dua kelas. Adalah kelas militer yang menguasai pemerintahan dan kelas bawah, sebut saja kelas perampok, buruh, dan lain-lain.

    Lagi, Veronica Roth membuat setting tulisannya terbagi atas 4 kelas yang harmonis, tapi harus rusak karena ternyata ada sekelompok kaum yang bisa masuk ke dalam 4 kelas tersebut. Mereka disebut divergent. Filmnya booming pada eranya.

    Adalagi novel Red Riding, sebenarnya mirip dengan Marie Lu namun settingnya harus di planet mars. Membahasnya juga tentang konflik kelas.

    Konflik ini semakin hari semakin nyata. Kita seolah dipertontonkan banyaknya kasus ketidakadilan. Sehingga lagi-lagi mazhab keadilan selalu diperdendangkan. Keadilan sendiri di Pancasila berada di nomor 2. Setelah kita mengimani agama sebagai sumber keyakinan, maka kemanusiaan yang adil dan beradab adalah PR kita selanjutnya.

    Ingat bahwa keadilan sosial itu diatas persatuan!

    ***

    Rabu, 03/06/2020
    setelah libur 2 hari
    menyelesaikan drama Find Me in Your Memory
    dan membaca buku My Keeps sister, Jodi Picoult.

    dan mari berderai-derai air mata lagi



    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ►  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ►  Jun 2021 (3)
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ▼  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ▼  Jun 2020 (6)
        • Bodo Amat
        • Menyoal Budaya Patriarki dari Perempuan di Titik Nol
        • Membaca Murakami Sebelum Calon Jodohmu
        • Menelaah Keruwetan Isi Otak Dan Brown Lewat Inferno
        • The Things I Wish I Learned from 20
        • Narasi Ketidakadilan George Floyd dengan Novel Dys...
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top