Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini

    Sayang, ketika kamu terbangun dari mimpimu kamu akan menyadari. Langit tak pernah seindah kemarin-kemarin. Tapi aneh. Warnanya ungu pekat tetapi di ufuk barat berwarna jingga. Sesuatu yang menggantung di langit aku perkirakan akan jatuh ke tanah. Begitu menganggumkan lukisan Tuhan waktu itu. Ketika sore itu pula, aku menemukanmu bersandar di gapura. Membawa travel bag besar. Aku bertanya pada rasa penasaranku, gerangan kemana kamu akan pergi. Tanpa satu kata kalimat berpisah.

    Kamu pernah berkata bak seorang pujangga sastra bahwa sebelum kata hujan itu muncul, kesedihan mungkin hanya tentang langit yang berubah warna. Lewat jarak jauh yang memisahkan, aku tidak sedang baik-baik saja. Mencoba untuk tidak memikirkanmu. Pura-pura bahagia di tengah keramaian. Memasang wajah dengan senyum jika ada yang menyapa. Kemudian, perlahan mencoba untuk membuang bayang-bayangmu.

    Tetapi aku tidak bisa.

    Kemarin, kamu hadir membawa satu tumpuk buku tentang seri kepahlawanan, serial novel milik Pram bahkan sampai buku yang berjudul menggugat histeriografi. Dari semua buku itu, kamu menyimpulkan bahwa pemimpin tidak lahir, tetapi diasah. Kalimat yang sama aku temukan saat Peter Carey bercerita tentang asal mula Perang Jawa. Aku baru tahu, kamu menganggumi sosoknya.

    Sekarang, jalanan kosong berdebu terasa begitu panjang. Langit berubah menjadi kelabu. Menandakan kesepian langit yang ingin membuat bumi gaduh dengan gelegar petir. Melihat anak-anak kecil keluar dan kebasahan pada rintik hujan pertama. Pikiranku larut bersama kenangan. Ilusi itu bersatu membuat kelindan. Bisikan di bawah payung. Melihat jalan yang sama. Kamu pergi membawa semuanya.

    Sejenak, aku mengingat. Kenangan yang memudar di bawah guyuran hujan adalah tentangmu.

    **

    17:40

    27/08/2020

    sedang berpikir, aku baik-baik saja. Aku asumsikan semua orang juga sedang baik-baik saja dengan permasalahan hidupnya. Tapi mendadak malu, ketika semua orang menyimpan lukanya sendiri.

    Bermimpi dalam hujan



    Continue Reading

    Berjarak dengan batas. Alih-alih terlihat, semakin hari justru membuat kabur mata. Bersaing dengan semu apalagi mengejar yang tak terlihat. 

    Ketika semua orang memulai jalan yang sama, tidak mungkin semuanya akan selesai di waktu yang sama. Ketika kita bahkan mencoba lari tak mungkin sepadan dengan bagaimana Usain Bolt melakukan hal yang sama. 

    Mereka lulus sekolah terlebih dahulu. Lalu apa? Apakah aku harus ditekan untuk lulus juga? Di waktu yang bersamaan? Bagaimana jika aku memtuskan untuk menyerah di jalan? Kalau kamu peduli, bantu aku menyelesaikan agar aku bisa lulus seperti kebanyakan orang?

    Aku menyerah karena itu jalanku. Menyerah karena tidak ingin lulus sekolah, maksudku. 

    Tahukah? Hari ini, detik yang aku hembuskan, dengan upaya dan dayaku berdiri untuk tetap tegak, itu adalah hal yang terbaik yang bisa aku lakukan. Pun, dengan keputusan untuk menyerah sekalipun. 

    Man-eman, nanggung.

    Iya. Jika diakumulasi dengan waktu yang terbuang, dengan uang yang dihabiskan, dengan pikiran yang aku pikirkan, bisa jadi itu sebuah kesia-siaan. Benar, Tuhan tidak menyukai kesia-siaan. Aku memutuskan untuk menghentikan kesia-siaan itu bertahan lebih lama lagi. 

    Penting, aku sudah melakukan semampuku, sekuatku, tidak apa-apa untuk mengibarkan bendera putih di tengah jalan. Aku memang sudah terlihat lelah. Kini aku berjalan semampuku.

    Hei, hari ini aku berdiri dan masih tetap menjadi versi terbaikku. Selamat!

    **

    20:55

    20/08/2020

    Hari ini gajian, aku gak tau kenapa ada transferan masuk, Bukan di tanggal 25, aneh kan?
    Oh ya, Scova Notia selama seminggu terakhir ini. Aku gak tau begitu tergila-gila dengan lagu patah hati ini, hahaha.

    Buku Dan Brown - Origin di baca ketika hari libur datang!



    Continue Reading
    Memulai tulisan ini tepat pada 17:59. Benar, tepat di malam (yang harusnya) Tirakatan.

    Mengartikan kemerdekaan itu tanpa tekanan. Menurut saya pribadi. Sangat jauh jika dibanding tekanan yang dihadapi Barcelona hari-hari ini. Saya tidak bisa membayangkan sesakit apa rasanya menjadi fans Barcelona di waktu sekarang. Sudah jatuh tertimpa tangga dan dihunus panah yang menebus paru dan jantungnya di waktu bersamaan. Tidak enak betul rasanya. Muka bahkan tidak tahu mau ditaruh dimana.

    Masih mending Manchester City yang kalah 1-3 dari klub yang terakhir melenggang di perempat Liga Champion 10 tahun lalu, Lyon.

    Memerdekakan hati dari rasa yang bersifat iri dengki dan bahlul pada segala hal adalah koentji. Maka di malam di saat Indonesia merayakan kemerdekaannya, esok hari, refleksi yang bisa saya pribadi ambil adalah memerdekakan perasaan. Tidak iri dengki, tatkala (tiba-tiba tanpa hujan badai) Manchester United harus finish di 4 besar, misalnya. 

    Terlebih, tidak dirundung sakit, sesakit-sakitnya, ketika JerrAx dengan gagah perkasa meninggalkan squad OG yang menang TI dua kali. Iya, karena gak tau kenapa aku sesakit itu ditinggal Jesse yang wajahnya gak bakal aku lihat di kompetisi major dota bahkan TI sekalipun (usap air mata). 

    Argh, perasaanku seringkali bertaut mengenai orang lain. Itu sering kali. Ketika berjumpa dengan seorang teman adalah hal yang prestis yang tak bisa dijangkau di akhir-akhir ini. Sedangkan mengenal stranger lewat sosial media adalah hal mudah sampai membuat perasaan bak digampar orak arik, sangking rapuhnya. 

    Bahkan alunan piano di intro awal "The Outside - Scova Notia" aku sudah merasakan sakit hati sesakit-sakitnya hanya mendengar mereka bersenandung. Rapuh sekali memang (terkadang) perasaan ini.

    Tahun 2020 ini sudah diwarnai dengan kepiluan. Awalnya diri ini sudah bersemangat membawa semangat baru di tahun yang baru.Dengan semangat menggebu-nggebu. Sama seperti kita menyelesaikan soal trigonometri nomor 7 dan berpindah ke nomor selanjutnya. Merasa dengan bebas harus menentukan hal apa yang harus kita kerjakan setelah ini. 

    Namun, hal tak kasat mata bernama corona mampu mengobrak-abrik hingga bersua dengan teman adalah hal yang luar biasa menggairahkan jika dilakukan. Padahal kebiasaan ini sudah jadi darah daging di sendi kehidupan kita. Tertaut hanya lewat daring sedikit mengobati, tapi pikiran di tahun ini pula membuatnya menjadi tak mudah. 

    Satu dari sekian banyak faktor seperti kartu domino. Saling berkaitan dan terpaut bersamaan. Kalau kita tidak bisa bertemu dengan teman, ngga bisa haha-hihi, kemudian kapan jodoh ini datang jika keadaan sudah tertutup gara-gara bangsatnya corona(?). 

    Terpuruk lagi ketika melihat orang bisa haha-hihi gandeng-gendong sedangkan kita geli. Uwoh!

    Iya, yang paling ngeselin itu adalah pikiran mak nyut yang datang tak diminta (ya-iyalah). Tetiba harus kepikiran masalah jodoh, tiba-tiba kepikiran buat beli rumah (amin), tiba-tiba harus kepikiran buat deposito 30 juta dulu. Pikiran yang tiba-tiba ini yang kadang harus dibumihanguskan dari peradaban bumi ini, harusnya. Tapi sangat sayang nek harus hilang, bahkan kadang kepikiran ide bikin sesuatu, nulis sesuatu juga dari pikiran mak nyut.

    Lalu, hingar bingar dunia maya hanya membuat semuanya tambah ruwet. Melarikan diri ke tontonan drama hanya akan jadi oase sesaat. Bahkan mengejar untuk menyelesaikan buku pun juga mengobati kepiluan dari pikiran mak nyut itu datang mengehentak. 

    Maka hal tersial adalah menata hati. Aku juga tidak paham bagaimana the founding father  kita bisa dengan legowo mau memproklamasikan kemerdekaan tepat di tanggal 17 agustus di saat sebelumnya mereka harus ada acara culak-culik tokoh tua gara-gara ambisi "secepatnya" mumpung vaccum of power. Harus berani berdebat dengan golongan muda yang ambisius. Bahkan dari sejarah, bapak bangsa sudah mengajarkan bagaimana manajemen manusia (dengan pendekatan politis juga) mampu menerobos segala keruwetan. Menyatukan banyak golongan dan berbuah merdeka. 

    Tapi aku? Memanajemen hati aja, sulitnya ampun-ampunan.

    Kini, perasaan masing-masing manusia yang tinggal di bumi juga butuh didengar dan disimpati. Gaungnya agar terdengar di berbagai tempat di pelosok dunia sekalipun. Orang-orang ini ingin segala sesuatu mengikuti kemauan mereka. Berbeda pendapat dianggap adalah hal hina dan dijebloskan. Yah begitulah. 

    Sangat disayangkan ketika orang yang berbeda pendapat harus dibungkam macam Jerinx sama Anji. Jauh dari edukasi ahli tapi berakhir nestapa. Aduh, aku ngomong apa sih ini. 

    Sudahlah. Ruwet. Kalau mikirin negeri ini. Nggak dipikir aja udah ruwet apalagi kalau dipikir. 

    Definisi kemerdekaanku? 

    Écrire, c’est une façon de parler sans être interrompu. -Jules Renard

    : menulis adalah cara berbicara tanpa terganggu!

    Jadi, aku cuma pingin nulis ajah! 

    Bye.

    **

    16/08/2020

    18:35




    Continue Reading

    Nyanyikanlah senandungmu. Berharap nyala api yang membakar kayu itu hangus. Atau sampai pada matahari bangun dari tidurnya. Mengolet di batas ufuk. Beranikah kamu menari dengan sisa-sisa tenagamu. Hingga mendekat pada rasa puas di jiwamu. Aku bahagia bisa memotret semua yang menjadi lukisan semesta ini pada bola mataku.

    Kebahagiaanku ternyata bertepuk sebelah. Kamu sendiri di antara hingar bingar orang yang memuja akan penampilanmu. Meski kau sisihkan waktu untuk mendongengiku berpeluh-peluh keringat. Ketika semua orang merasa bahagia, sedangkan kamu tidak. Aku tahu persis dongeng yang sering kamu ceritakan itu. 

    Di buku tua yang menguning dan sampul yang berbau. Kau bercerita bahwa kamu sendirian. Tak ada lagi manusia yang memperhatikanmu. Tetapi sungguh harus aku mengakui, kamu aktor yang handal. Kamu seolah-olah peduli bahwa mereka memedulikanmu. Bibirmu manis madu ketika mengatakan bahwa kamu mencintaiku. Mencintai dunia sekelilingmu.

    Bukankah kamu kuat untuk melewatkan itu semua. Penderitaan yang kamu sembunyikan dan hanya terkuak melalui simbol-simbol tato tubuhmu. Kamu juga pernah mengakui bahwa cerita indah yang membuaiku itu hanya omong kosongmu saja. 

    Tolonglah, maafkan mereka. Hidup dengan sehidup-hidupnya. Jangan pernah merasa sendiri. Setidaknya kamu punya aku. Yah, meskipun aku marah kemarin malam. Membahas rencana kemana saja kita akan melewatkan pergantian tahun. Tapi kamu menyuruhku untuk menari di atas lonteng. Sedangkan kamu yang akan memetik gitar. Bergurau, sampai terbitnya mentari pertama di awal tahun. Dalam sepi kita memandang malam terakhir, akumu.

    Kemudian gurauan itu lenyap. Menghempaskan beban. Sebuah cerita tentang akhir indah perjalanan hidupmu. Tetapi tidak denganku. Kudapati kamu yang terbujur kaku. Kemarin adalah mimpi indah yang kuciptakan sendiri. Berharap ini hanya gurauan. Atau sekedar candaan di akhir tahun. Melalui sisa-sisa tangis yang mendera. Jika kamu ingin membuatku bersalah, memang benar sekarang aku bersalah. Berharap di lain dunia kamu memaafkanku. Memaafkan duniamu yang membuang orang sepertimu.

    **

    Untuk mereka yang mengakhiri hidupnya dengan cara mereka sendiri. Kemungkinan, atau besar kemungkinan kita menjadi penyebab nol koma sekian juta persen pemicunya.

    sebuah mini cerpen, lagi.

    10:58

    Kamis, 13/08/2020

    Maafkanlah aku dan duniamu

    Continue Reading


    Ada seorang gadis yang kalut. Setiap pertemuan pada malam, dia terbelenggu. Hantu-hantu yang bergentayangan mampu merasuki jiwanya. Bahkan ketika untuk menengok cermin dia menyembunyikan paras ayunya. Ketakutan besar membelenggu setiap nafasnya. Ia penasaran dengan apa yang dilakukan oleh manusia-manusia di luar sana yang begitu bahagia, Ketakutan itu mengintimidasinya begitu kuat. Untuk keluar dari celah saja ia terlalu banyak pertimbangan.

    Tepat ketika, dia melihat orang-orang silih berganti di jalanan kota, ia merasa sepi. Ketika dilihatnya manusia saling bertegur sapa, membuatnya iri. Saat mereka saling bertukar senyuman, hatinya diliputi dengki. Ada apa dengan gadis itu?

    Dimanakah aku mendapatkan yang didapatkan orang-orang kebanyakan?

    Pertanyaan itu yang selalu dia gaungkan. Menghentaknya seakan dia adalah orang yang penuh dosa. Kemudian silih berganti. Antara takut, tidak berdaya dan tidak mampu. Ia merasa tidak berhasil tentang usahanya.

    Bi-bisakah, kalian bantu gadis ini. Ia tidak percaya diri untuk meminta bantuan. Semua rasa itu, ia pendam. Hatinya seperti galian kuburan. Perasaannya itu menimbun keberadaannya tanpa banyak orang rasakan. Jika ada gadis yang tertawa lebar, dia sebenarnya ingin mengatakan, “aku ingin seperti dia.”

    Semua berubah ketika, bertemu sekelompok orang yang menyambutnya dengan tangan terbuka. Lalu disambung dengan tawa sumbang milik mereka. Ia yakin, dalam kelompok ini ia masih berpura-pura. Ia tidak merasa kelakuannya aneh. Jika dia diterima dengan kata normal, maka ia harus berperan.

     “Berpura-puralah pada dirimu di depan orang-orang.”

    Menjinakkan kebisingan. Menundukkan keterpaksaan.

    **

    06/08/2020

    "kutipan dalam buku 'Reuni'

    Bermain Peran

    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ►  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ►  Jun 2021 (3)
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ▼  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ▼  Aug 2020 (5)
        • Bermimpi dalam Hujan
        • Tidak Masalah untuk Menyerah!
        • Mendefinisikan Kemerdekaan, Sebuah Renungan Menghe...
        • Maafkanlah Aku dan Duniamu
        • Bermain Peran
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top