Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini
    Nggak tau awal Januari ini disambut dengan kegabutan yang tiada akhir.

    Contohnya, akhir-akhir ini pula hal aneh yang aku lakuin adalah nontonin orang makan mie ayam di YouTube. Shot out to Abdel Achrian yang menyediakan konten khusus makan mie ayam. 

    Kebetulan mie ayam itu kesukaan saya. Karena masih WFH dan nggak kemana-mana, maka jajan mie ayam sudah tentu harus dilakukan minimal seminggu sekali. Bahkan pernah dalam seminggu saya nggak makan mie ayam sama sekali. Kalau lagi kepingin aja, contohnya pagi ini.

    Mie ayam dan aku merupakan kolaborasi indah. Kita saling melengkapi bak saudara yang saling memenuhi hasrat. Saling mencinta. 

    Mie tak pernah lekang oleh waktu. Karena mie akan membawa pengaruh tersendiri dalam tumbuh kembangku. Eksistensi mie ayam ada karena memiliki penggemar garis keras sepertiku. Sementara di sisi aku, membawa nostalgia keromantisan jika sudah makan mie ayam.

    Karena ceritanya begini,

    Pas masih kecil makan mie ayam itu adalah hal yang mewah. Semangkuk harganya 7000 dan lebih baik uang segitu buat beli sayur yang bisa dimakan satu rumah. Istimewanya, makan mie ayam terenak adalah pas hari H Idul Fitri. Karena apa? Selesai salat Ied dan bersilaturahim ke tetangga dan sanak saudara terdekat, dan pasti terima amplop alias angpao alias (kami menyebutnya) fitrah.

    Terima banyak duit, kami gunakan uang itu dengan semestinya seperti membeli mie ayam di siang atau sore hari. Belinya ya di Mie Ayam 123 deket rumah. Mie ayam jawa yang mana kuahnya lebih manis dari es teh. Kuahnya lebih butek mirip kuah rawon demi apapun itu.

    Oke next. 

    Meski jadi mie ayam Top One pada masa kecil, beranjak dewasa dan punya duit buat eksplorasi, aku akhirnya menemukan yang cocok. Yang penting makannya jangan keseringan. Karena kalau keseringan jadi eneg. Belum makan tapi rasanya udah kayak habis makan, alias kita udah hafal cita rasanya.

    Nah yang sekarang jadi favorit itu adalah Mie Ayam Pak Domo. Lokasinya deket dengan pabrik Konimex dan Sobisco. Mie ayam pinggir jalan samping toko bahan bangunan.Yang jual mas-mas, padahal namanya Mie Ayam Pak Domo. Tapi yasudahlah.

    Nggak dapat banyak, nggak sedikit juga. Jadinya pass. Harga 8000 rupiah. Mie-nya bentuknya sama kayak mie yang dijual (kayaknya juga bukan buat sendiri). Manis dan asinnya pas. Duh aku ngiler. (*Bikin tulisan ini masih jam 8 pagi di hari Minggu dan aku udah kelaparan mampus). 

    Ini masuk kategori mie ayam jawa. Tapi nggak manis kayak Mie Ayam 123 menurutku. Passs ajaaa.

    Kemarin kapan di Hartono Mall Solo Baru ada yang baru buka kedai mie ayam. Pingin banget nyamperin tapi apalah daya ya, hanya wacana.

    Nih foto penampakan mie ayam kesukaan akuuu :)



    Kalau udah nemu Sobisco, enak tuh. Pinggir jalan. 



    Laah, niat banget aku nyariin via google maps demi Mie Ayam Pak Domo. Ngikuti jalan ini aja ntar ketemu mie ayam Pak Domo kiri jalan. Depannya ada Mie Ayam Bakso Pak Min sih. Itu lebih mehong harganya satu mangkuk 10 ribu. Kalau Pak Domo masih 8000. 

    Sama-sama enak sebenarnya. Tapi kalau Mie ayam yang juara emang Pak Domo. Kalau Bakso yang juara Pak Min. Haduh, kok bisa bleber ngomongin bakso sih.

    Kalau bakso aku ada juaranya sendiri. Tapi pagi ini ngilernya sama Mie Ayam Pak Domo. Sekian.


    08.22
    31 Januari 2021


    Continue Reading
    Langit membiru. Burung-burung melakukan migrasi besar-besaran. Mencari tempat hangat untuk berteduh dari dinginnya suhu di belahan dunia. Persinggahan mereka tepat di kotaku.

    Aku berhenti di perempatan jalan besar kota. Melihat banyaknya migrasi burung itu aku hanya membatin. Sejauh itu langkah besar mereka berpetualangan. 

    Aku hanya mengarah pada situasi yang serba salah. Tidak bisa lepas dari digencetnya lingkungan sosial. Andaikan, burung itu membawaku ikut serta. 

    Membicarakan soal langit luas membiru dan tanpa batas adalah hal yang menyenangkan. Ketika di SMA dan berjalan ke perpustakaan sendirian, aku melihat satu buku tata surya yang menarik. Dari buku itu aku tahu bagaimana cantiknya tempat bernama Titan. Meski hanya sebuah satelit bagi saturnus dan tak miliki banyak karbon untuk hidup. 

    Ah hidup dengan kedinginan merupakan hal yang menyakitkan. Kenapa tidak memilih untuk menjadi hangat dibanding dingin. 

    Perjalanan halusinasiku sempat membawaku pada ikan paus di lautan antartika. Ahh, sejauh itu dia membawa tubuhnya yang berton-ton itu membawa ke lintas samudra besar. 

    Ada kartun di sctv saat masih kecil. Ada ikan paus yang rela tidak menyelam demi punggungnya dijadikan tempat berlayar anak kecil itu. Aku lupa tepatnya apa. 

    Halusinasiku kembali membawa seperangkat alat hebat doraemon. Andaikan memiliki teman yang memiliki alat-alat canggih luar biasa. 

    Kemudian konyolnya, pikiran kembali membawa kenangan di awal tahun 2000. Waktu itu aku ingin memiliki tas yang seperti koper. Ada dua roda di salah satu sisinya. Aku tak perlu membawa di panggung. Kasihan membawa banyak buku untuk 6 jam belajar. 

    Terima. Kasih. Pikiran abstrakku membawaku berkelana. 

    Nanti kita lanjutkan lagi. Aku merasa memiliki keistimewaan mengkhayalkannya. Memikirkan perjalanan hebat ke atas langit sampai turun ke palung bumi. 

    (*) 

    29 Januari 2021
    17.25


    Continue Reading

    Terdengar kabar burung yang memuakkan.

    Tapi ya bagaimana lagi. Tidak ada yang lebih memuaskan hati jika apa yang kita inginkan tidak berjalan seperti yang diharapkan. 

    Dalam sebuah malam aku sempat tidak bisa tidur sama sekali. Menunggu detik waktu berjalan. Sampai di titik 00.45 suara gerbang toko milik keponakanku terkunci. 

    Lalu menunggu sampai subuh. 

    Ku buka laptop dan memulai bekerja. Tidak ada yang bisa dilakukan dibanding membuat bawah kelopak mata berubah warna di pagi hari nanti. Pemikiran berlebihan menghentak, menyeruak, mendalami serpih kosongku. 

    Selamat malam, tak akan tertuang sempurna. Semalam itu aku bahkan bergelut dengan banyaknya pikiran. 

    Paginya aku baru tahu jawabannya. Kabar burung itu. 

    Cepat atau lambat semuanya yang sudah semesta rencanakan, bakal kejadian. Kita tidak bisa menghentikan. Melepas, mengikhlaskan, merelakan hanya perkara hati. Bisa buat ditimbang tumbang lagi. Bahwa apa yang kita temui tidak selayaknya kita miliki. Semuanya akan kembali. 

    Aku tahu hari ini akan terjadi, 
    Ini sudah ada di dalam pikiranku dalam waktu lama tapi baru ku sadari sekarang, 

    Kemudian, langit mulai menggelap. 

    Hujan datang jauh jauh setelah melalui proses evaporasi. Aku tertunduk lesu. "Sudah tidak ada stok," pikirku. 

    Jeritanku hanya satu, "Tuhan aku tak tahu lagi," 

    Lalu, harus berpura pura bahagia. Tegar. Bisa melewati semuanya. Ya, sederhana. Aku memang bisa melewati ini semua. Cuma dengan secuil ayunan tangan. 

    Bahagia. Lewat komentar lucu manapun. Aku bangkit. Kupikir semua orang melalui hari hari seperti ini. Tenggelam dalam Keruwetan berpikir. Kemudian bangkit dan menyadari. 

    Tapi aku ingin seperti ini aja terlebih dahulu. Mendramatisasi keromantisan patah hati. Sampai nanti kabar burung yang aku terima berubah jadi kenyataan pahit. 

    Terlalu pahit untuk dihadapi seorang diri. Ah lebih baik tenggelamkan saja ke Antartika. 

    (*) 

    Minggu, 17 januari 2021
    18.00
    Melalui waktu yang berat untuk berpikir


    Continue Reading
    Semerbak bau melati tercium sepanjang jalan Kenanga itu. Baunya disambut dengan parfume lily musk yang beradu sempurna.

    Wajah bermasker itu tertunduk. Pilu. Ingin menyapa dunia lewat cara pakaiannya. Berjaket biru. Tangannya sibuk mengetik di handphone. Sibuk menunggu. Membalas. Kemudian mengabarkan kembali, pikirku. 

    Lewat jendela di sudut kamar tamu aku leluasa melihatnya terpaku. Sesekali dirinya berdiri. Kembali memasukkan gadget ke dalam saku celana jeansnya. Kemudian berjalan bolak balik dua langkah ke depan kemudian berbalik dua langkah ke belakang. 

    Helm yang dibawa kini digeletakkan kasar di tanah. Rambut disibakkan. Seperti itukah cerminan orang menunggu.

    Ketika perempuan berbau parfum lily musk itu sudah melakukan hal membosankan, seperti cek handphone, Jalan bolak balik, menendang kasar tanah, ingin rasanya menghampirinya. Meredakan pilu dan sakit hati yang dirasakannya. 

    Ah aku lelaki pengecut. Tak seberani bertutur kata ramah pada perempuan.

    Duhai hati, bisakah aku seberani menyatakan diri menghampiri. Di tengah ketakutanku yang dianggap najis. Di tengah omongan orang yang memandangku cupu.

    Mungkin bertegur sapa sambil menyapanya ringan bisa menjadi sebuah tantangan. Pengecualian, jika itu aku. 

    Perempuan itu akhirnya menghembuskan napas pendek dan menyerah pada ketidakpastian. Motor vespa yang dikendarai lelakinya datang. Dengan serentetan gigi putih mulus milik laki-laki itu mampu mengubah dunia perempuan itu. 

    Duhai kamu, duniamu mendadak berubah dalam hitungan detik. Hitungan detik bagiku sungguh memuaskan, tapi tidak untuk senyum indahmu. Aku bahagia. Melihatmu di balik jendela kamar tamu ku. Melihatmu kini sudah berbonceng manja di belakang lelakimu. 

    Kamu tak bisa kutaklukan. Karena bukan sebuah tantangan. Kamu hanya perlu bahagia, sesederhana itu. Sebuah hal yang menakjubkan. 

    (*) 

    18.51
    Minggu 10 januari 2021
    Turut berduka cita atas insiden Sriwijaya Air
    Doa terbaik untuk mereka
    Semoga mendapat terbaik yang sudah disiapkan Tuhan. 
    Alfatihah


    Continue Reading

    Banyak hal yang terlewat begitu saja. Orang yang berjalan di busway. Anak kecil yang berlari mengejar layang-layang. Simbah sepuh yang duduk ditrotoar pasar menjual empon empon. Atau kuli panggul yang membawa beras ke dalam toko.

    Hidup begitu susah. Tidak menyenangkan untuk beberapa orang. Banyak yang berakhir air mata di pertigaan. Menangis kepergian. Seseorang yang biasa hadir membawa kemapanan berakhir tercerai berai. Tidak semua orang berjalan pada jalurnya. Sesekali orang memilih melewati jalan tikus untuk sampai ke tujuan. Sementara yang lain memilih jalan raya berhadapan dengan polisi lalu lintas dan rentetan lampu lalu lintas. 

    Pernah dalam sekelompok grup sering bertegur sapa. Hampir setiap minggu membuat agenda. Lambat laun semuanya pergi ke alurnya masing-masing. Membuat agenda hidup yang berbeda.

    Di titik ini aku hanya bisa menghela napas. Semuanya bertumbuh lewat ruang dan waktunya masing-masing. Sedangkan lihat aku di sini. Lewat tatapan cermin yang sudah usang itu, aku melihat aku yang seolah tak bergerak. 
    Atau sebenarnya aku menolak untuk bergerak. Mengikuti intensitas waktu yang orang lain punya. 

    Apesnya, kaki kecil ini tak mampu mengimbangi langkah kaki siapapun. Ah, sudahlah, pikirku. Semesta masih bergerak. Lubang hitam masih menarik massa di sekitar. Entahlah betul atau tidak lorong lubang hitam menghisap waktu. 

    Kekekalan adalah hal yang tidak mungkin terjadi. Kita tidak bisa menahan seseorang untuk tetap berada di sini. Menemani sepanjang waktu. Suatu waktu, kita perlu mrngiba akan datangnya perpisahan. Takdir yang tidak berkenan. Atau lumpuhnya akal logika dari pudarnya iman. 

    (*) 

    Minggu 3 januari 2021 pukul 20.33
    Selamat tahun baru, untuk kita. Semoga hal baik selalu membersamai langkah besar kita. Panjang umur hal hal baik ♥️


    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ▼  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ►  Jun 2021 (3)
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ▼  Jan 2021 (5)
        • Sangking Gabutnya, Lagi Ngomongin Mie Ayam Pak Domo
        • Perjalanan langit sampai ke palung
        • Minggu Berat
        • Bukan Sebuah Tantangan
        • Terlewat
    • ►  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top