Minggu Berat

3:00 AM


Terdengar kabar burung yang memuakkan.

Tapi ya bagaimana lagi. Tidak ada yang lebih memuaskan hati jika apa yang kita inginkan tidak berjalan seperti yang diharapkan. 

Dalam sebuah malam aku sempat tidak bisa tidur sama sekali. Menunggu detik waktu berjalan. Sampai di titik 00.45 suara gerbang toko milik keponakanku terkunci. 

Lalu menunggu sampai subuh. 

Ku buka laptop dan memulai bekerja. Tidak ada yang bisa dilakukan dibanding membuat bawah kelopak mata berubah warna di pagi hari nanti. Pemikiran berlebihan menghentak, menyeruak, mendalami serpih kosongku. 

Selamat malam, tak akan tertuang sempurna. Semalam itu aku bahkan bergelut dengan banyaknya pikiran. 

Paginya aku baru tahu jawabannya. Kabar burung itu. 

Cepat atau lambat semuanya yang sudah semesta rencanakan, bakal kejadian. Kita tidak bisa menghentikan. Melepas, mengikhlaskan, merelakan hanya perkara hati. Bisa buat ditimbang tumbang lagi. Bahwa apa yang kita temui tidak selayaknya kita miliki. Semuanya akan kembali. 

Aku tahu hari ini akan terjadi, 
Ini sudah ada di dalam pikiranku dalam waktu lama tapi baru ku sadari sekarang, 

Kemudian, langit mulai menggelap. 

Hujan datang jauh jauh setelah melalui proses evaporasi. Aku tertunduk lesu. "Sudah tidak ada stok," pikirku. 

Jeritanku hanya satu, "Tuhan aku tak tahu lagi," 

Lalu, harus berpura pura bahagia. Tegar. Bisa melewati semuanya. Ya, sederhana. Aku memang bisa melewati ini semua. Cuma dengan secuil ayunan tangan. 

Bahagia. Lewat komentar lucu manapun. Aku bangkit. Kupikir semua orang melalui hari hari seperti ini. Tenggelam dalam Keruwetan berpikir. Kemudian bangkit dan menyadari. 

Tapi aku ingin seperti ini aja terlebih dahulu. Mendramatisasi keromantisan patah hati. Sampai nanti kabar burung yang aku terima berubah jadi kenyataan pahit. 

Terlalu pahit untuk dihadapi seorang diri. Ah lebih baik tenggelamkan saja ke Antartika. 

(*) 

Minggu, 17 januari 2021
18.00
Melalui waktu yang berat untuk berpikir

You Might Also Like

0 Comments