Back to December(?)
6:43 AM
nabila chafa:
#MyLoveStoryQuiz
#MyLoveStoryQuiz
Back
to December (?)
Kau
pernah merasakan penyesalan yang ingin kau tebus? Ah, rasanya menyesakkan.
Setidaknya memberitahumu penjelasan. Tidak mengambang seperti ini. Muakkah?
Tentu. Jika aku berada pada posisimu, aku juga akan menyalahkan orang yang
membuat hidupku tak karuan seperti ini. Sebisa kemampuanku, aku akan membalaskan
dendam pada orang itu.
Itulah
yang aku takuti!
Rintik
hujan sudah membatasi ruang gerakku yang menggunakan rok sifon semata kaki.
Sepatu flatku membentuk kerutan dengan jelas sempurna karena aku lebih sering
berjinjit saat berjalan. Hujan tidak sederas beberapa jam yang lalu. Tetap
saja, hujan yang datang sejak siang hari sampai sore begitu langgeng tidak mau
berhenti.
I'm
so glad you made time to see me.
How's life? Tell me how's your family?
I haven't seen them in a while.
You've been good, busier than ever,
We small talk, work and the weather,
Your guard is up and I know why.
Because the last time you saw me
Is still burned in the back of your mind.
You gave me roses and I left them there to die.
How's life? Tell me how's your family?
I haven't seen them in a while.
You've been good, busier than ever,
We small talk, work and the weather,
Your guard is up and I know why.
Because the last time you saw me
Is still burned in the back of your mind.
You gave me roses and I left them there to die.
Penjaja
kaset dipinggir perempat lampu traffic light memutar kembali lagu yang
menjadi memori. Walau tidak sepenuhnya sama secara harfiah, tetapi aku
merasakan penyesalan. Pada seseorang diluar sana. Aku berharap dia memaafknku.
Membuatnya harus pula menyesal pernah membuang waktu berharganya demi diriku.
Ya,
aku memang orang yang tidak tahu diuntung. Ada malaikat baik yang datang
membawa hidupku begitu cerah olehnya, tetapi aku patahkan kecerahan itu begitu
saja. Sekarang, aku pula yang harus menanggung akibatnya. Penyesalan tiada
berujung, sampai kapanpun semua ini berakhir? Ataukah berakhirnya semua
penyesalan ini dari langkahku yang akan menemui dan mengatakan sejujurnya
padamu. Dosa-dosaku, semua perbuatanku, permohonan maaf yang sekiranya tidak
akan kau berikan padaku.
Aku
cukup tahu.
Aku
ingat tanggalnya persis. 3 Desember tahun lalu, kau membuat janji padaku. Kau
ingin aku membantumu menyelesaikan esai yang sedang kau kejar. Laptop yang
sengaja aku bawa terisi hampir 30 e-paper di dalamnya, aku berikan padamu.
Tetapi, aku lupa jika di dalamnya ada file yang aku tak sengaja terdownload
dan masuk dalam folder itu.
Tepatnya
sebuah puisi. Tentang perasaan seseorang, yang sudah menyukai selama setengah
bulan ini. Dari temanku tepatnya.
Pernahkah
kau bertanya pada hujan?
Bagaimana
menembus perasaanku ini.
Atau,
tidakkah kau bertanya pada langit kenapa dia begitu muram di saat hatiku
berdebar menunggunya.
Apakah
angin akan mengatakan sejujurnya tepat di telingamu, bahwa aku merindukanmu.
Sehari
tanpamu, rasanya membuatku tewas.
Kemudian
terhempas dalam kekosongan.
Kau
sama sekali tidak membantu.
Mungkin,
bintang malam yang polos itu juga tidak bisa mengatakan sejujurnya.
Aku
menyukaimu…
Ini
bukan omong kosong, tapi terserahlah kau menganggapnya seperti apa.
Akan
aku perjelas, aku menyukaimu.
Puisi
omong kosong yang begitu jelas. Aku tidak menyadarinya. Tetapi membuat wajah
berkerut milikmu menjadi semakin jelas. Hampir satu periode waktu itu kita
lalui, dengan keputusan bahwa harus sendiri. Di lain pihak, tanpa aku
mengetahui puisi itu pun, aku merasa bosan terus bersamamu. Jadi aku setuju.
Tiga
tahun waktuku, terbuang. Jelas aku menyesal. Membuang waktu yang tidak perlu
dengan orang yang tidak mengharapkan hal yang sama pula. Rasanya begitu
membodohi diri sendiri. Tetapi, aku baru saja tersadar.
Aku
tidak menyangkal bahwa tepat hari ini aku menemukan fakta baru. Rein bertanya
padaku, “apakah aku membalas cintanya karena sebuah puisi yang tahun lalu
pernah dia tuliskan untukku?”
Aku
menjawab sambil terkekeh geli. Menjawab dengan sebuah pertanyaan. “Memangnya
kau bisa menulis puisi?”
“Apakah
kau merasa bahwa setelah aku mengirimkanmu puisi itu, kau jauh lebih dekat
denganku.” Akunya lagi. “Walaupun membutuhkan waktu panjang.”
Ya,
aku butuh penyesuaian terhadap lingkungan hidup yang baru. Sendiri lagi,
setelah sekian lama bersama dengan kau. Walaupun sejujurnya, aku
menginginkan keputusan itu, tetapi yang namanya perpisahan itu tetap saja
menimbulkan kesedihan tersendiri. Aku rasakan betul hal itu.
Hahaha..
Lucu. Atau aku yang bodoh?
So
this is me swallowing my pride,
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night,"
And I go back to December all the time.
It turns out freedom ain't nothing but missing you.
Wishing I'd realized what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and make it all right.
I go back to December all the time.
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night,"
And I go back to December all the time.
It turns out freedom ain't nothing but missing you.
Wishing I'd realized what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and make it all right.
I go back to December all the time.
Terdengar
kembali suara Taylor Swift. Lagu lama bagiku ataukah karena aku sering
memutarnya. Tetapi terdengar tulus jika aku menasbihkan doa. Bahwa aku ingin
kembali ke waktu itu. Bulan Desember kala itu. Setidaknya membiarkan diriku
terbuka dengan semua hal yang sudah kita jalani selama itu.
Aku
tidak ingin dicap sebagai peselingkuh. Karena setelah perpisahan kami, dia tahu
dengan jelas lewat mata kepalanya sendiri, bagaimana Rein mendekatiku. Menempel
tak pernah jauh dariku. Dan aku tak menyadari bahwa awal perpecahan kami
bermula dari puisi Rein. Aku pikir kita pisah baik-baik.
Selama
itu pula, dia hanya bisa melirikku dari jauh. Dengan pandangan yang seakan
tidak mengenaliku seumur hidupnya. Hei, aku tidak menginginkan hubungan awkward
seperti ini. Kita sahabat dari kecil, setidaknya dengan atau tidaknya kita
menjalin hubungan ‘spesial’ seperti ini, kita tetap akan selalu berteman.
Saat
kutanyakan pada temanku, dia berkata bahwa mungkin perpisahan dari hubungan
serius seperti itu tidak mudah baginya untuk menerimanya. Aku berusaha untuk
paham. Tetapi, rasanya betapa aku kehilangannya jelas sekali. Sosoknya yang
tangguh. Otaknya yang penuh oleh mimpi-mimpi besar. Aku bahkan tidak mampu
berkata apa-apa lagi dengan semua impiannya itu. Hanya bisa aku amini setelah
dia bercerita banyak mengenai impiannya.
Sangat
sederhana.
Aku
tak lupa kalau dia sosok lelaki posesif.
These
days I haven't been sleeping,
Staying up, playing back myself leavin'.
When your birthday passed and I didn't call.
And I think about summer, all the beautiful times,
I watched you laughing from the passenger side.
Realized I loved you in the fall.
And then the cold came, the dark days when fear crept into my mind
You gave me all your love and all I gave you was "Goodbye".
Staying up, playing back myself leavin'.
When your birthday passed and I didn't call.
And I think about summer, all the beautiful times,
I watched you laughing from the passenger side.
Realized I loved you in the fall.
And then the cold came, the dark days when fear crept into my mind
You gave me all your love and all I gave you was "Goodbye".
Nilai
kecemburuannya melebihi apapun. Jadi, aku baru saja menyadari bahwa kedekatanku
bersama Rein, tentunya dengan aksi posesifnya disertai bukti konkrit melalui
puisi itu sudah jelas menggambarkan sesuatu di benaknya. Aku ingin kembali di
masa itu dan mengatakan bahwa pemikirannya salah. Aku tidak seperti apa yang
dia bayangkan.
Ku
lirik pergelangan tanganku untuk melihat jam. Sudah hampir lima belas menit aku
menunggu datangnya bus di halte ini.
So
this is me swallowing my pride
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night."
And I go back to December all the time.
It turns out freedom ain't nothing but missing you,
Wishing I'd realized what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and change my own mind
I go back to December all the time.
Standing in front of you saying, "I'm sorry for that night."
And I go back to December all the time.
It turns out freedom ain't nothing but missing you,
Wishing I'd realized what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and change my own mind
I go back to December all the time.
Dari
jauh aku masih bisa melirik bus yang aku tunggu akan datang. Aku sudah berdiri
dan bersiap-siap. Pintu terbuka, sayup-sayup masih terdengar lagu yang
dimainkan penjaja kaset CD di perempatan.
Lelaki
yang duduk sambil membaca buku tebal mengenai sejarah kota sesekali membetulkan
letak kacamatanya yang sering goyang karena jalanan yang tidak merata itu yang
membuatku harus menelan ludah beberapa kali. Apakah ini nyata? Ataukah pertanda
harapan yang aku ajukan pada Sang Maha Kuasa tidak kurang satu menit yang lalu
itu menjadi kenyataan.
Dia,
orang yang menghindari kontak mata denganku sampai setahun. Dia, orang yang aku
perkirakan membuat hidupku mati bosan, dan memang itu kenyataannya. Dia, orang
yang sama dengan mimpi-mimpi setinggi langitnya.
Namanya
Kai.
“Hei,
boleh duduk?”
Dia
mendongakkan kepalanya sambil tetap membetulkan letak kaca matanya. Rambutnya
terurai panjang hampir menutupi dahinya. Hidungnya masih mancung dengan rahang
yang tegas. Ah, dia sesosok orang yang sama.
Tak
ada jawaban. Tak ada sahutan.
“Aku
minta maaf…”
“Buat?”
tanyanya cepat.
“Kau
menjauhiku karena pui…”
“Aku
bahkan sudah lupa.” Jawabnya cepat.
END
>_<
Nabila Chafa, story!
0 Comments