Dir Diari, Obrolan Bersama Gilang Sore Ini!
6:23 AM
Meskipun ini akan bercerita kisah hari ini, aku tidak akan
membuka dengan kalimat, dir diari~ tapi....
Hei fergusso!
Pa kabar? Masih nungguin channel Liga Game di youtube
nayangin pertandingan Udinus yang hanya satu poin buat lolos ke babak playoff? Haha,
kehadiran Tretan Muslim sama Coki Pardede emang ngeselin sih jadi caster di
turnamen dota 2 kampus tingkat nasional. On the way turnamen sebesar The
International nyelenggarain di Udinus, gegara roasting gak pentingnya mereka.
Oke. Sudah prolog tidak bermutunya, bil.
Fokus!
Lahan Parkir Udinus di perluassss....
Fokus! Fokus! Fokus!
Hari ini keren, seperti biasa. Emang setiap hari nggak
keren, bil? Enggak! Karena kerja di peradaban seperti ini memang harus
menyesuaikan waktu. Jadi buruh soalnya, susah! Pukul 8 sampai 4 sore kerja.
Alhamdulillah sudah melewati seminggu full kerja lembur. Dimana berangkat jam 8
pulang jam 6 sore. Everyday sodara-sodara. Gak masuk akal memang. Tapi
yaaa begitulah. Pulang ke rumah dalam keadaan capek. Kadang melewati acara
debat keren di Indonesia Lawyers Club. Udah gak tau berapa episode yang
terlewat. Dua mingguan gak ngikutin atau lebih, mungkin. Sekali ngikutin acara,
malah nonton turnamen dota. Obat mujarab
sih buat ngobati hati yang sedang butuh hiburan. Kadang sembari nunggu turnamen
dota, baca buku dulu. Masih membaca buku-buku novel dong. Aku diajari hidup
sama Ipung, tokoh buatan Prie GS yang berjudul: Hidup ini keras, maka gebuklah!
Maka hal yang menjadi pokok bahasanku adalah judul buku itu.
Tapi aku relevansikan dengan obrolanku bersama Gilang. Siapa sih Gilang? Sama
halnya dengan siapa sih Doni Wahyu Prabowo? Masa sih bil, kamu gak tau Presiden
BEM UNS ituuuu. Nah sudah kejawab kan. Tapi bukan siapa dia tapi bagaimana
pemikirannya yang patut aku ulik melalui narasi ini.
09.00-13.00
Hari ini ada uji publik untuk menyeleksi siapa yang cocok
untuk menjadi bagian dari Keluarga Negarawan, keluarga Beasiswa Aktivis
Nusantara Angkatan 9. Ternyata sudah 3 tahun berlalu saudara-saudara. Padahal
kayaknya baru tahun kemarin aku diwisuda. Masih pecicilan gak jelas, dan masih
gak jelas juga hari ini. Tau-tau waktu sudah bergerak secepat kilat sampai
detik ini. Membayangkan menjadi bagian dari keluarga kebermanfaatan ini saja
masih tidak lupa. Kok bisa sih? Kok keterima sih? Awal-awal keterima Bakti Nusa
malah stress. Takut kalau mereka salah terima orang apa gimana. Tapi kok Mas
Krisna semakin ng-push dan menyadarkanku terus bahwa memang kamu bil yang lolos. Siapa
lagi? Pemikiran konyol yang masih konyol kalau diingat kembali. Ya sudahlah.
Bersyukur. Allah memberikan aku kesempatan menjadi bagian dari keluarga besar
ini dan berproses bersama mereka. Luar biasa.
Visi misi gagasan yang dibawa mahasiswa-mahasiswa saat uji
publik tadi keren-keren sih. Pantas saja mereka masuk menjadi bagian dari perhitungan
catatan keberamanfaatan umat di masa depan. Dompet Dhuafa memang punya cara
terkeren untuk investasi umat untuk Indonesia. Pepatah mengatakan bahwa, negara
ini adalah negara pinjaman dari anak-anak kita di masa depan. Karena hakikatnya
adalah negeri ini milik mereka.
14.00-16.00
Obrolan tentang masa depan ini terjadi karena
ketidaksengajaan. Si Gilang yang datang terlambat dan duduk di mejaku. Bentuk
mejanya memanjang, sedangkan di sisi jauh adalah pembesar-pembesar dari DD, ada
mas krisna juga. Di tengah ada mbak Tria dan Mas Sis depannya Imaf dan lupa
aku. Intinya mereka lagi membahas hasil uji publik tadi. Beberapa merasa kecewa
karena kurang show up. Grundelan mereka disesuaikan dengan hasil wawancara
mereka kemarin. Seperti biasa. Nama-nama yang keluar siapa yang bakal lolos
sudah ada. Tapi yaa begitulah. Masih di dapur. Belum disajikan. Menunggu waktu
yang tepat untuk dibagikan.
Aku lebih tertarik dengan obrolan Gilang dan Isna yang duduk
di sampingku untuk diulik-ulik. Hei, jangan lupa dengan seorang Nabila yang
dengan setia mendengarkan obrolan mereka. Yah, walaupun sesekali aku fokus ke obrolan
mbak Tria juga.
Isna sudah berulangkali melempar tanya. Dan si Gilang yang
menjawab. Lagi-lagi yang dibahas adalah quarter life-crisis. Nah, sodara-sodara
yang mengalami pasti tahu krisis apa ini. Menjadi siapakah kita nanti? Mau
bagaimana langkah kita? Hal-hal keberlanjutan dari kegalauan yang tiada henti
yang memaksa kita untuk memperbincangkannya.
Mendadak aku merasa kerdil di depan Gilang. Bukan karena dia
Presiden BEM yang kemarin lengser. Bukan! Tapi beberapa hal tentang persiapan
dia, karena dia tengah mempersiapkan sesuatu yang akan mengubah arah
hidupnya. Siapa lagi kalau bukan pasangan. Dia masih bocah 21 tahun yang besok
kamis minggu depan akan semhas (ini tgl 7 Maret berarti tgl 14 dia semhasnya).
Dia banyak bercerita tentang narasi perempuan. Aku sepakat sih sama
pendapatnya. Bahwa perempuan itu tidak harus lembut. {Pembelaan diri! Maaf}
Tentang perempuan yang tidak harus di rumah tapi bagaimana perempuan bisa
berkembang. {Sepakat-sepakat} dan masih banyak lagi. Kesepakatan itu membuatku
mengangguk-angguk.
Yang aku masih ingat ya, karena kita satu visi. Tapi
posisinya memang aku belum menemukan siapa. Karena aku belum selesai dengan
diriku sendiri. Akan aku bahas dalam postingan berbeda. Alasan kenapa aku belum
selesai dengan diriku sendiri. Oke. Tagih janji kalau diri ini lupa.
Alasan. Lagi-lagi alasan kenapa dia memutuskan untuk
menyegerakan untuk menggenapkan ibadahnya. Kenapa kamu bisa secepat itu.
Lagi-lagi logikanya bisa bermain di akal sehatku. Tentang kemantapan dan
psikologisnya yang menjadi jawaban. Karena dia memang sudah menemukan seseorang
yang klik dan bisa diajak sambat. Tentang bagaimana peran perempuan dan
lain sebagainya. Aku sepakat. Kesepakatanku juga sama dengan narasi yang pernah
aku bahas di Menjadi Perempuan. Klik ajaa kalau pembaca yang budiman ingin
melihat pendapatku. Masih belum berubah kok. Sebelum negeri api menyerang.
Suatu ketika, ada momen Gilang bercerita tentang tokoh
Faris. Whatever-lah kalau si Imaf kenal dengan orangnya yang punya afiliasi
dengan KAMMI. Mendadak keinget Azzam dengan posisi yang sama. Dia umur 26 tahun
(angkatan 2011) dan posisinya dia ngirim proposal dan klik dengan
seorang akhwat. Ditelusuri ternyata akhwat yang dia klik itu adalah anak
dari orang yang punya pesantren di Sragen. Nah yaudah. Langsung cocok. Si
Gilang disclaimer, “aku gak bisa membahasakan yang sama dengan mas Faris
ini ya. Kira-kira seperti ini...” Si Akhwat yang dimaksud ternyata
anak—ingusan—angkatan 2015 kelahiran 97. Wow-ba-nget-ya! Lalu, alasan kenapa
dia bersedia menikah dengan umur semuda itu? Logikanya menjawab kebuntuanku
akan menikah sih. Dia jawab kira-kira begini narasi yang disampaikan Faris, kita
bakal ada di babak dalam hidup misal posisi cinta-cintanya pada seseorang, berantem
sama pasangan, mengalami kesulitan bareng, mengalami kesuksesan bareng. Nah,
dia hanya ingin mempercepat babak hidup itu. Kalau benar si akhwat kelahiran 97
itu ngomong seperti itu, aku angkat topi sih. Keren banget. Ini kan perkaranya
aku mendengar dari mulut kedua. Si akhwat cerita ke calonnya, si Faris. Dan Si Faris cerita ke Gilang.
Intermezzo_
Sama kayak perkara H. Agus Salim dikatain kambing di
sidang. Jef Last mendengarnya dari Sjahrir. Dan narasi sejarah yang akhir-akhir konyol tentang penangkapan Rocky Gerung gegara dia menghina Agus Salim itu wajar? Oke. Gak nyampai yaa logika berpikirnya. Intinya, masak iya Jef Las bukan sumber utama dan hanya menyambung cerita dari Sutan Sjahrir, Sutan Sjahrir di polisikan? Logika bruh logika! Sori-sori. Terlalu terbawa emosi sama tahun politik ini. Wkwkw, kira kira begitu. Agak rumit kalau relevansikan dengan cerita yang nyambung gak nyambung kayak gini.
Jadi intinya, aku mendengar dari orang lain. Dan orang lain itu mendengar dari orang lain.
Alasan kuat si Gilang juga aku pikir sama. Jika percakapan yang dia utarakan akan semacam itu. Dan aku sebagai netijen mengomentarinya. Intinya, fase hidup yang banyak orang alami itu ingin dia lalui secepat itu. Menjadi suami, ayah dan pemimpin bagi keluarganya dengan suka duka yang ada.
Keren.
Aku secara general berpikir. Apakah seorang Presiden BEM UNS itu sepemikiran yang sama seperti itu? Kenapa antara Gilang dan Mas Doni menarasikan tentang peran perempuan dengan kalimat yang kurang lebih sama. Aku agak ragu, berapa stok lelaki yang sama sepemikiran seperti mereka ada di dunia ini? Tapi aku pikir, Gilang ini lagi kasmaran sih sampai bahasanya tinggi dan tidak jatuh ke bumi. Yaa sudahlaahh
Hm, ataukah jangan-jangan jodohku belum lahir. Oh come on! Barusan aku minta tolong mas krisna buat nyariin jodoh buatku. wkwkwk sekalian sama yayak jugaa.
Dari Nabila,
yang belum selesei tentang dirinya
21:23
07/03/2019
0 Comments