Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini

    Terbang membawa hampa. Mawar tak lagi harum baunya. Semerbak putik bunga berguguran tak lagi bawa daya. Maka penyambutan suka cita datang.

    Elang yang terbang jauh itu datang membawa pesan damai. Membawa kabar baik bak bumi yang diselamatkan dari kiamat. Bencana besar yang digadang-gadang datang itu tak lagi ada.

    Mungkin semburat senyum sinis itu membawa kebahagiaan tersendiri. Pada malam yang selalu sepi. Dia datang hangat menyinari seperti pagi.

    "ketika kita bisa bangkit dari keterpurukkan," kata sahabatku.

    Aku jawab, kita pasti bisa.

    Ya. Karena kabar baik akan segera datang menyapa.

    "Pasti kamu tahu rasanya dikecewakan kan?" tanya sahabatku lagi. Dia merenung di tengah tenggelamnya senja ini.

    Kami duduk di rerumputan dekat tumpukan sampah tepi kali. Melihat senja seperti melihat isi semesta yang indah ini. Suatu kali dia akan tenggelam. Mungkin pula fajarnya akan menyongsong dari utara.

    "Tapi gakpapa. Itu hal baiknya," imbuh sahabatku lagi.

    Aku mengernyit lagi. Tak mengerti.

    "Karena ada kamu yang bakal memegangku erat. Kalau aku jatuh, kalau aku tenggelam, dari mimpi-mimpiku," tambahnya.

    Dia patah hati. Aku tahu. Tapi dia membuat patah hatinya menjadi lebih bermakna. Lebih naik derajat dari yang biasa aku lihat di sinetron tv.

    " Kondisi kita seperti tidak bermimpi tinggi-tinggi ya, soalnya gak bakal dapat, " kataku.

    Dia hanya terkekeh. Kemudian menggeleng.

    "Nggak perlu miliki dunia ini. Satu dari berapa juta persen pun kita gak bakal sanggup. Udah nikmati aja,"

    Kenapa kalimat pasrahnya selalu tepat di saat aku belum berusaha tapi sudah dijatuhkan. Ah, rasanya menyebalkan dan tersadar dalam satu tarik waktu.

    *

    Mata itu menatapku lagi. Seperti ladang sahara yang membara. Gersang tetapi membawa adil besar. Kita tengah kepanasan mengusahakan hal yang tak mungkin. Tapi seolah seperti rumah.

    Bagi harapan yang pupus. Dan sudah terseok pada sampah. Di lapisan lithosfer yang jauh bermil di bawah bumi sana.

    Mata itu miliknya. Tak pernah hilang.

    20 juni 202
    19.51


    Continue Reading




    Senjakala malam menyapa malammu. Penuh kesunyian dan deru redam suara napas yang tak bertalu. Pada dia, langit malam yang cerah. Bisakah datang membawa secerca keceriaan di tengah kegelapan. 

    Wahai sore menjelang malam, tidak bisakah kau titipkan maksud dan tujuanku sebelumnya? Membawa pekat dan sunyi yang masih membelenggu untuk terhempas.

    Ditengah hingar bingar cerita yang datang bersahutan. Bak suara kucing-kucing tetangga rapat di pinggir pos ronda malam. Tak bisakah sunyi atau perasaan yang tidak memiliki tumpuan ini sirna. Biarkan burung dara peliharaan tetangga membawa serta kabar bahagia itu.

    Ah, 

    Atau setidaknya daun yang tidak ditakdirkan untuk jatuh itu membawa pesan penuh makna. Bahwa setidaknya dia sudah mencoba bertahan pada ranting dari terpaan angin muson yang sudah datang.

    Kemudian, memori liar itu datang. Soal cerita kusut masa lalu yang masih dibawa-bawa hingga menjelang tidur.

    Untuk semua orang yang mengenakan rok putih dengan atasan batik biru tua itu. Hal yang paling dirindukan dari yang pernah ada. Sorak-sorai seorang siswa yang memenangkan penghargaan. Atau pidato kepala sekolah yang menggebu-nggebu di tengah kekhidmatan siswa di lapangan upacara.

    Atau pada tatapan cinta pertama di sekoalah dulu.

    Heuh.

    Kan, kadang hidup memang harus berjalan. Terlalu menyenangkan jika membawa kaca spion di setiap perjalanan. Tatkala sepi dan sunyi itu datang, kalanya memang kita harus pasrah.

    Ah, pada perasaan yang sudah datang membuncah. Membawa serta kaca pecah. Meringis kesakitan sempurna di dalam hati. Kemudian menangis dalam diam ketika tidur tiba.

    Sudahlah. 

    Kan kata orang, di usia kita sekarang, menangis sudah menjadi bagian rutinitas yang menyebalkan. Toh kita tidak bisa menghindari hal menyenangkan yang akan datang.

    "Pada kesunyian, 

    masi ada harap? Aku haturkan doa di tengah malam yang panjang,"

    (*)

    21.07
    Minggu 
    13.6.21
    Continue Reading
    Ada waktu yang menyapa penat. Ketika rintik hujan tak mampu menyembunyikan kegusaran. Waktu itu kamu sempat sesumbar mengatakan tempat terbaik pertemuan kita.

    Di depan La Sagrada Familia. Aku dan kamu adalah penganggum karya Antoni Gaudi. Bisa jadi, karya besarnya Gaudi ini bisa menjadi tolak ukur pertemuan kita selanjutnya.

    Aku hanya terkekeh. Sepanjang pantai Sepanjang di Gunung Kidul itu aku tak ubahnya boneka yang kerap kali menertawakan apa yang kamu katakan. Apakah mungkin? Apakah bisa?



    Bumi yang seluas tak bisa kita jejali dengan keinginan yang tak berujung. Begitu pula hanya sebuah tempat kecil di muka bumi ini. Deru ombak masih terdengar. Sayup-sayup mendengarkan lagu rapper asal California itu. Cocok menemani datangnya musim kemarau sebentar lagi.

    Pada suatu waktu aku mengadah. Menantikan janji yang pernah kamu umbar. Lalu setelah itu? Apa yang akan kita dilakukan?

    Menipu diri sendiri bahwa aku bisa hidup sendiri tak ubahnya seorang munafik. Aku terkadang kesal. Tidak. Terkadang kamu membuatku kesal. Dengan jalan cerita hidup yang tak memiliki ujung. Ya, memang hidup tidak pernah tahu kemana ujungnya.

    Banyak hal, banyak cerita yang ingin aku tanyakan. Tapi kemudian, kamu justru teralihkan dengan peyek cumi kecil itu.

    *

    Dan tentu saja aku bukan pembual besar. Aku menepati omongan kosongmu kala itu. Di sinilah aku. Berada tepat di tengah kota Barcelona. Di depan karya masterpece Antoni Gaudi. Di pinggir jalan seperti orang kurang kerjaan, menantimu. Lebih tepatnya menanti bulan yang tak mungkin kamu wujudkan. 

    Ah, setelah prahara tak masuk akal. Setelah kamu mengungkit masalah yang harusnya sudah kita selesaikan. Dan mencoba lembaran baru. Aku berdiri di depan Gereja Khatolik ini bukan karena ingin menyapa kenangan buruk kita berdua. 

    Aku ingin melepasmu. Melepas semua bualan yang tak kamu wujudkan itu. Tidak, bahkan kamu tidak bersungguh-sungguh mewujudkannya. Aku di sini yang tersesat. 

    Semua alur berpikirmu benar-benar membawaku ke titik nol. 

    Di depan tempat yang hampir pernah dihancurkan ketika perang saudara Spanyol ini aku akan kembali memulai titik nol komaku. Bermula dari tempat ini. Aku wujudkan omongan keras kepalamu. Tentu saja. Sendirian! 

    (*) 

    6 juni 2021
    10.41

    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ▼  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ▼  Jun 2021 (3)
        • Terbang di Ujung Senja
        • Nyanyianku pada Kesunyian
        • Bertemu Tepat di La Sagrada Familia
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ►  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top