Essay: Money Politic

10:05 PM

nabila chafa:



Mereka berbicara tentang Money politic, saya juga~


Oleh: Nabila Nurul Chasanati

Berbicara mengenai politik uang (money politic) tidak dapat dipisahkan dengan penyelenggara pemilihan umum, yang merupakan salah satu agenda lima tahunan untuk memilih dewan atau pemerintahan. Kita seharusnya menyadari bahwa elite yang melakukan politik uang ini juga didukung oleh keberadaan masyarakat yang seolah ‘meminta jatah’ menjelang pemilu.

Walaupun, ada sebuah headline tertera jelas di Harian Kompas, 16 April 2014  yang mengatakan politik uang dimulai dari elite. Masyarakat awam pun juga dapat menilai bahwa hal tersebut lumrah terjadi jika elite yang melakukan. Toh, memang benar mereka menginginkan agar dia menang menjadi dewan dengan cara tersebut. Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan kepada masyarakat luas, walaupun mereka seolah tergagap dalam membicarakannya. Inisiatif Caleg dianggap sebagai salah satu penyebab maraknya politik uang pada pemilihan. 

Kita seharusnya sadar akan masalah kekinian yang menghantam pondasi demokrasi Negara kita. Kita harus membayar mahal akan tegaknya sistem Negara kita. Bukan selayaknya kita harus memandang masalah ini dengan netral –biasa saja—akan sebuah pelanggaran yang berusaha merobohkan pondasi negeri ini. 

Negara ini memang membutuhkan seorang dewan yang baik, pemerintahan yang baik yang bersistem, dan pemilihan umum yang merupakan agenda lima tahunan itu memberi kita sebuah ruang untuk merefleksikan kondisi bangsa ini setelah masa pemerintahan yang berlangsung itu berakhir. Kita dapat mengoreksi bagaimana kelemahan dari pemerintahan yang berlangsung sebelumnya untuk memberi sebuah nilai untuk menjadikan pemerintahan selanjutnya lebih baik. Anies Baswedan berpendapat bahwa keengganan dan skeptisisme sering dilandasi dengan pandangan bahwa toh, orang baik juga tersangkut korupsi. Maka dapat dianalogikan sama dengan sepatu kotor. Jika sudah seringnya kita pakai, kita juga sering membersihkannya. Pemilu merupakan ajang untuk bersih-bersih sepatu kotor itu. Bukan sebuah ajang yang mengatasnamakan pesta demokrasi tetapi nol dalam penindakan. Maka tak sewajarnya kita tidak mencederai pesta demokrasi untuk memilih pemimpin dan dewan terbaik di negeri ini dengan sikap bahwa uang bisa membeli segalanya. Ya, uang memang dapat membeli segalanya termasuk orang yang berpartisipasi dalam pesta demokrasi ini lalu memintanya untuk bertindak seperti apa yang dia inginkan. Tetapi hal itu juga harus dibayar mahal akan pencapaian yang akan dilaksanakan. Jika dewan atau pemerintah kita yang menjalankan itu buruk, salah siapa dulu yang memintanya untuk menjadi dewan atau bahkan masuk dalam pemerintahan itu. Katakan pada diri anda, itu kesalahan anda yang memilihnya dan memenangkannya.

Ambil uangnya jangan pilih orangnya!

Kita sadar bahwa sebenarnya Indonesia masih belum mampu menempatkan demokrasi ini menjadi lebih baik. Politik uang merupakan budaya, tradisi yang entah diturun temurunkan hingga mengakar sampai detik ini. Ini menjadi sebuah dilemma tersendiri. Dimana lingkaran setan yang tidak bisa diputus akibat dari kesadaran diri kita yang rendah. Toh, nantinya elite akan mencari cara untuk ‘balik modal’ dengan mengkorupsi uang rakyat. Alih-alih pasti akan mendapat keuntungan dengan transaksi dari korupsi yang mereka lakukan. Tapi walaupun intrik-intrik terjadinya pelanggaran akan terus terjadi dan menggoyahkan asas demokrasi, setidaknya kita dapat pelajaran. Bukankah sejarah adalah tempat orang belajar masa lalu dan memproyeksikan kasus kekinian menjadi suatu media pembelajaran mengambil hikmah yang ada. Jadi, walaupun tantangan Indonesia masih belum bisa menjalankan demokrasi ini secara baik akibat maraknya politik uang yang beredar, membuat kita sadar bahwa kepemimpinan yang baik itu tidak dapat dilihat dari menangnya para pimpinan elite kita yang memenangkan pemilu dengan politik uang, tetapi sebuah kesadaran pada diri kita akan pemerintahan kita sendiri dan turut serta dalam pembangunan. Kita bagian terkecil dalam sistem, bukan mereka –walaupun mereka punya kekuasaan—setidaknya kita maju dengan diri kita.

Kemudian putus lingkaran setan yang ada!!~~
 

You Might Also Like

0 Comments