Penatkah Demi Menyerah?

6:15 AM


Gelombang laut apakah mereka tidak lelah untuk terus mengombak?

Angin muson tidakkah mereka berhenti bertindak ketika musim yang ditunggu datang?

Dan apakah kamu juga akan berhenti mencari penantian terakhirmu?

Kala aku menuliskan pepatah asal dan aku lempar di cuitan akun twitter ku, tak kusangka bakal mendapat jawaban tak terduga dari rekan rekan. 

Seolah mereka memang membenarkan terkait apa yang ingin aku tasbihkan. Soal pertanyaan pada 'kapan', dan diakhiri dengan 'selesai'. 

Mengingat apa yang menjadi dasar berpikirku, semuanya tak bakal 'selesai' pada apa yang belum kita 'mulai'.

Maka menyeruaklah semua anggapan-anggapan kosong. Bisakah dengan bijak kita lepaskan saja helaan napas penat yang mengambang ini.

Senyum sinis itu, pikiran pikiran bodoh itu, dan kekhawatiran konyol itu. 

Ah manusia bodoh ini kenapa harus berpikir yang tidak tidak. Seolah semua pikiran jahat itu bakal terjadi sebentar lagi.

Kemudian terucap soal 'apakah masih ingat ini?'

Aku mungkin tidak bisa membohongi perasaanku kan. Bahwa pada suatu masa pernah dibuat bertekuk lutut pada seseorang. 

Aku senang. Aku gembira. Setidaknya hari-hariku punya nafasnya. Maka suasana yang datang menjadi hangat. Hati terasa ringan untuk bergerak. Pikiran hanya terfokus pada satu dua gerak kinetis yang tergambar jauh. Isi rapalan doa hanya berfokus agar Tuhan mempertemukan dengan 'indah' lagi di kemudian hari.

Bahkan rasa penat yang menyeruak itu seakan menyerah. Bagaimana caraku memandang dengan cara berbeda. Bagaimana senyumku akan terukir berbeda dan seakan terpaksa bahagia. Seolah olah penat yang datang melanda dibayar suci pada perasaan yang sudah terkredit hampir setiap hari.

Aku menyukai laki-laki dengan jiwa yang hangat. Senang membantu orang lain tanpa diminta. Mencurahkan waktu dan jiwa raganya untuk sesama. 

Hei, tidaklah cukup untuk segera melepas penat dengan menyerah.

Jika suatu saat dia benar-benar pergi. Tidak menyisakan ruang untuk hati yang tidak dianggap ini, aku masih tidak yakin aku bakal sanggup melepas. Melepas rasa bahagiamu dengan kesedihanku. Melepas senyum sumringah di hari bahagiamu dengan kepura-puraanku.

Benar. Semuanya hanya perkara waktu saja. Akan tiba waktunya nanti aku benar-benar ikhlas, se-ikhlas-ikhlasnya. Meninggalkan kamu. Meninggalkan kehampaan. Meninggalkan jerih payah yang tidak menyisakan apa apa.

Tapi terima kasih. Pernah membuat hatiku hangat. Meski hanya hitungan detik ketika menatapmu dari kejauhan.

Ah, perempuan bodoh ini ternyata masih berhalusinasi, kamu akan muncul di perempatan jalan raya itu di pukul 7 pagi hari.

(*)

Terima kasih 7 april
Menulis ini ndengerin lagu galau, dan feel nya pas.
20.09


You Might Also Like

0 Comments