Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini

    Suatu pagi tanpa ketidakpastian. Aku bangun tanpa mengerti apa yang akan aku lakukan di pagi hari. Setiap waktu yang aku buang aku selalu membayangkan. Bukan memikirkan, karena aku tidak benar-benar berpikir. Hanya mengimajinasikan pikiranku pada sebuah adegan klise romantika yang terdengar sebuah omong kosong. Kamu jangan percaya apa yang aku katakan. Semuanya hanya bualan.

    Aku tahu, tidak ada faedahnya aku menuliskan beberapa hal yang aku alami dalam satu minggu ini. Rasanya seolah jet lag. Aku diporakporandakan pada sebuah rasa yang saling berbenturan. Tetapi menjadi satu kesatuan. Di sinilah aku terdampar.

    Pertama, tentang kesedihan.


    Kamis 21 September 2017 adalah hari pemakaman Simbah Kakung. Cara terbaik yang diberikan Tuhan adalah menghapus segala sakit yang dirasakan Simbahku. Segera meninggalkan seluk beluk keduniawian, dan bergabung dengan titik cahaya diatas sana. Berharap, setiap doa yang aku panjatkan pada-Nya selalu tersampaikan dengan baik hantaran salamku.

    Mbah, aku masih di dunia ini. Suatu saat aku pasti akan bergabung. Hanya saja, aku bingung apa yang aku lakukan dengan hidup ini. Semuanya begitu monoton, dan sebuah titik aku berpikir. Apakah di dunia di atas sana, begitu damai? Satu demi satu kesedihan aku lewati. Hanya saja bagiku, ini seperti sayur tanpa garam.

    Kedua, tentang Bahagia


    Teman Bakti Nusa hari Minggu 24 September 2017 kumpul full team untuk melaksanakan monitoring evaluasi. Aku senang. Bertemu dengan mereka setidaknya menambah derai tawaku semakin bergemuruh. Cerita konyol. Sedangkan aku adalah pendengar yang baik untuk mereka. Aku satu-satunya orang yang tidak beramanah. Dan hanya menyelesaikan skripsi tanpa tahu apakah tulisan di skripsiku layak atau tidak.
    Argh...
    Intinya, aku semakin jengkel sekaligus gemas di satu waktu pada Imaf dengan kekonyolan cerita cintanya. Dan semakin bahagia bersama mereka. Tidak lama lagi waktuku bersama mereka. Sedih ya ...

    Ketiga, tentang keheningan


    Langitku biru. Tiba-tiba mendung. Bukan karena ada hujan. Karena memang memandang perjalanan ke depan semua bersumber pada ketidakpastian. Aku membenci gemuruh yang semakin menyentakkan apa yang harus aku lakukan. Semuanya tidak bersuara. Aku berada di sebuah kesunyian. Padahal di sebelahku ramai. Semuanya saling berdentum sangking semangatnya. Dan aku hanya terkulai.

    Keempat, tentang Cinta


    Tuhan, berkatilah aku segenggam cinta. Agar hariku tidak begitu monoton. Hanya aku dan imajinasiku. Jelas ini bukan hidup yang aku harapkan.

    end




    Gambar di Bukit Bintang Jogja.
    Sebuah kenangan yang tidak mudah terlupakan di tahun lalu.
    Senang bisa memotret keindahannya walau dalam satu frame saja.
    Continue Reading
    Kita tidak tahu sampai kapan kita ada di dunia. Ada berita duka yang menghampiriku di waktu yang bersamaan. Ini tentang keberadaan orang lain, orang asing yang ditakdirkan Tuhan untuk aku temui. Sederhananya, Selasa (12/9) ayahnya Uun meninggal dunia. Siapa Uun? Aku pernah membahasnya di sini.

    Kemudian, sorenya ibuku bercerita mengenai keadaan kakekku. Dia adalah satu-satunya "simbah" yang aku punya. Dan "simbah" dengan umur tertua. Hampir mencapai angka satu abad. Seseorang yang masa mudanya begitu sehat, tiap hari ke sawah, tiap sore berkeliling mengunjungi rumah anaknya dengan sepeda onthel, kini harus memburuk dengan diagonisis dokter yang mengatakan syaraf di kakinya sudah tidak berfungsi lagi. Tapi rasanya begitu sakit. Rasanya ingin nangis. Tapi, apakah menangis mampu menyelesaikan. Faktor umur apalagi. Tidak ada lagi pengobatan manapun yang mampu menyembuhkan. Sekarang, menjadi tugas anaklah untuk berbakti sebanyak-banyak di sisa waktu yang diberikan Tuhan pada kakekku.

    Pagi tadi, sepanjang perjalanan akan ke tempatnya Yayak, aku berpikir banyak hal. Aku hari ini tidak bisa mampir untuk full merawat kakekku. Karena sedikit kemageranku karena hari pertama haid, dan janjian dengan Yayak (untuk membuat proposal sponshorsip Bakti Muda). Pola berpikirku adalah jika Tuhan mengambil orang tuaku mendadak. Seperti ayahnya Uun. Apakah aku sanggup berdiri tegak dan memandang langit? Seolah, ada hal mendadak yang terjadi dalam hidupmu dan mengubah segalanya. Sedetik hempasan saja. Ketika Tuhan dengan Kuasa-Nya mampu membuat keputusan yang menyakitkan untuk kita.

    Apakah kita cukup untuk siap?

    Jujur, dengan pola berpikirku yang masih dangkal maka aku akan jawab tidak sanggup. Aku tidak sanggup lagi bertahan. Betapa aku masih bergantung secara penuh pada kedua orang tuaku. Masalah keuangan, masalah pendidikan moral, pendidikan agama, masalah masa depan. Aku menggantungkan banyak hal tanpa orang tuaku sadari bahwa aku tidak mampu untuk tidak menyertakan mereka dalam mimpi besarku kelak.

    Ketika hal itu tidak sejalan?

    Aku tidak cukup mampu untuk bangkit. Aku pikir, Tuhan adalah Dzat yang paham betul apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Jika memang aku harus dihadapkan pada masalah pelik akan kehilangan orang yang kita sayang adalah cara terbaik bagi Tuhan untuk mengujiku, maka aku akan bertahan. Setiap orang pasti memiliki turning point yang membuat dia harus menyadari posisinya. Mungkin aku tidak akan bertahan sekuat--apa yang dikatakan orang-orang, apa yang mereka doakan untukku agar aku bisa bertahan--tetapi aku rapuh. Tidak ada lagi yang diharapkan. Mimpi yang menjadi orang sukses, anak yang membanggakan, anak yang luar biasa agar orang tuaku paham bahwa kerja keras anak untuk ditunjukkan pada orang tuanya seolah memudar. Jikan kehendak dan kuasa Tuhan sudah mengambil kebahagiaan itu.

    Dalam postingan ini sesungguhnya aku hanya ingin mengungkapkan bahwa aku bukan anak yang sebaik-baik anak yang diciptakan Tuhan untuk menjadi luar biasa, hebat, keren, dan mampu untuk dibanggakan. Aku jauh dari hal itu. Kata mandiri jauh dari diriku. Ketika tiap kali aku bertahan, aku masih banyak yang aku sandarkan dalam hidup. Terutama pada kedua orang tuaku. Ketika mereka tiba-tiba tidak ada suatu saat nanti, aku tidak akan pernah bisa tahu apakah aku akan baik-baik saja. Aku pasti akan mengatakan, aku tidak sedang baik-baik saja.

    Aku menangis.

    Tentu, kenapa harus ada kelahiran jika nanti ada kematian. Sebaiknya Tuhan tidak perlu repot-repot menciptakan aku. Apakah jika suatu saat setiap orang meninggal, jiwa mereka tereinkarnasi dengan jiwa masa depan.

    Aku manusia egois, sok bisa, sok mampu, sok kuat, sok segalanya.
    Tuhan ampuni aku yang banyak kata sok dalam hidup.
    Aku bukan anak yang mampu membahagiakan orang tuaku dengan baik. Hukumlah aku atas ketidakmampuanku. Berikan aku cukup waktu untuk menghapus kata sok dalam hidupku.
    Dan, berikan aku rasa untuk bertahan, jika suatu saat Kau mengambil orang-orang disekitarku. Karena aku tidak tahu sampai kapan aku hidup, aku hanya mampu menebak, bahwa waktuku tidak akan lama lagi.





    ___________________________

    Its gloomy day,
    like this 
    .
    Without rain and tears
    .
    Its just happened
    ...



    Nabila Chafa
    14 September 2017
    22:27 pm


    Continue Reading
    Mendayu Rajamala Suatu ketika



    Ketika Matahari mulai Mengantuk di bulan Mei 2003
    Legenda itu diciptakan agar kamu selalu bisa mengingat. Tentang sebuah peradaban yang tentu saja tidak akan pernah hilang dimakan jaman. Kalau pun suatu ketika orang-orang dari masa depan benar-benar melupakan, setidaknya kamu bisa mengingatkannya.
    “Memang manusia di masa depan akan seperti apa, Nek?” tanya Nalendra.
    “Banyak dari mereka menyia-nyiakan perempuan mereka.” Sahut Nenek. Ia masih berusia tujuh tahun tetapi entah kenapa Nalendra paham apa yang dimaksud neneknya. Nenek sendiri. Ia bergumul dengan naskah kuno milik Kasunanan. Waktu yang mengubahnya menjadi keriput karena sering berpikir.
    “Kamu janji!” Nenek melihat manik mata Nalendra. “Kamu tidak akan pernah menyia-nyiakan perempuanmu kalau kamu sudah dewasa.”
    Tentu saja. Harusnya seperti itu. Tetapi Nalendra hanya mengangguk bersemangat.

    **

    Ruang 209 Fakultas Ilmu Budaya
    Menurut Babad Kangungan Dalem Baita Rajamala, Kapal Rajamala dibuat untuk Istri Paku Buwana V untuk menghantarkan Permaisuri Ratu Kencana Wungu. Ayah dari Paku Buwana V kurang mengasihi istrinya, hingga ide tentang pembuatan kapal itu realisasi. Sebuah masa yang harusnya dia tahu, bahwa sesungguhnya menyelesaikan urusan wanita adalah hal yang susah.
    “Ada apa?” tanya perempuan itu. Dia mengaduh karena betisnya sengaja ditendang dari belakang agar dia tersadar ke alam nyata.
    “Kamu tidak berminat untuk membenciku kan?” tanya Nalendra. Dia masih menuntut penjelasan yang masih tertahan.
    “Memangnya bisa?”
    Nalendra menyeringai senang. Iya, memang tidak bisa membuatmu jatuh ke pelukan pria manapun. Tetapi rasanya, ia juga salah. Membiarkan gadis yang disukainya harus tertahan di dekapan pria lain karena ambisinya.
    Gadis itu berbalik ke belakang. Menatap Nalen dengan bola mata tajam dan lentik yang jatuh di matanya. Dia benar-benar sempurna. Seharusnya memang tidak akan terlepas segenggam pun. Tetapi dia kalah. “Iya? Ada apa lagi?”
    “Kalau kamu menjadi Paku Buwana V yang masih kecil melihat Ibunya Ratu Kencana Wungu bersedih, apa yang akan kamu lakukan? Maksudku untuk anak seusianya apa—“
    “Aku akan berbicara dengan ayahku kenapa dia membuat wanita yang dicintainya berduka.” Jawab Nalen percaya diri. Gadis itu mendengus.
    “Sepertinya tidak akan pernah semudah itu.”
    Kakinya disentak-sentakkan saat mendengar jawaban yang tidak memuaskan dari lelaki itu. Memang apalagi yang gadis itu harapkan selain jawaban ambigu seperti itu. Melalui celah-celah bangku kursi kuliah, aku mendorong kakiku agar dia berbalik arah lagi ke belakang. Dia mengerutkan dahi seolah bertanya ada apa lagi?
    “Memangnya apa yang akan kamu lakukan?”
    “Apa gunanya kapal Rajamala kalau Raja tidak mau memanfaatkannya?” Gadis itu justru balik bertanya.
    “Membuat pelayaran.”
    “See! Kamu cukup cerdas juga.” Puji Gadis itu. “Setidaknya lambang cinta akan selalu ada jika Sang Raja mau melakukannya demi wanita yang dicintainya.” Dia hampir saja menepuk tangannya ketika Nalendra menyuruhnya segera duduk tegak. Susanto dari jauh sudah memonitor tingkah kami berdua di bangku belakang.
    Kemudian, kita harus mendengarkan omong kosong mengenai pemikiran empirisme—atau apalah itu—di sisa-sisa waktu kuliah Susanto.

    **

    Refleksi diri di Kantin Sastra, 2017
    Suatu ketika Nalendra paham kenapa ia berkhianat dari janji yang dibuatnya bersama Neneknya di pinggir sungai Bengawan Solo. Umurnya masih 7 tahun tetapi dia ingat betul bagaimana janji itu ditautkan melalui jari kelingking dia. Neneknya terkekeh geli. Sepertinya hal itu sangat lumrah bagi anak-anak kecil seusianya saling menautkan kelingking mereka untuk berjanji.
    Gadis itu masih membosankan. Tentu saja. Kalau dia tidak tahu, bahwa ia hampir kehilangan gadis itu sampai membuat hatinya perih. Sederhana. Ia pernah mengajak teman gadis itu menjadi pacarnya. Di saat Nalendra paham bahwa hanya dia yang berada di hati gadis itu. Pasti menyakitkan. Kalau tidak ujian itu tiba. Tiba-tiba gadisnya tertambat pada sosok pria lain.
    “Aku butuh bicara.” Dia masih menyelesaikan ketikan kesimpulan kelompok. Dia harus menyelesaikan siang itu juga. Tetapi Nalendra—seperti biasa selalu egois—memintanya bertemu di kantin sastra. Ia datang lagi saat, gadis itu masih khidmat mengetikkan penjelasan. Hingga teman satu kelompoknya tersadar betapa keruhnya wajah Nalendra. Teman satu kelompoknya merebut laptop yang kamu pegang. Menyelesaikan sisa pekerjaanmu.
    “Ada apa?” tanyamu. Mukamu bersungut-sungut. Seolah tidak ingin bertemu.
    “Aku sakit.”
    Kamu melotot dan memindai dimana rasa sakit itu datang. “Aku bisa membawamu ke Medical Center. Kamu sakit apa?” tanyamu. Gadis itu terkesiap dan memeriksa lenganku yang baik-baik saja.
    “Maafkan aku.”
    “Kamu aneh. Tadi bilang sakit, sekarang minta maaf.” Sahutnya. “Untuk apa?” lanjutmu.
    Nalendra membuang napas pendeknya. Kesal. Tanggapan gadis itu tidak sesuai dengan bayangannya. Ada apa sih sebenarnya?
    “Aku pernah menyukaimu. Dan masih saja seperti itu.” Dia tegakkan wajahnya dan menatap gadis itu seolah akan melahapnya bulat-bulat.
    Gadis itu mencebik. Hampir tidak percaya.

    **

    Hujan Bulan September 2022
    “Apa yang kamu pikirkan?” tanya lelaki itu. Dia menuangkan air panas ke dalam kopi di cangkirnya. Perempuan itu masih melamun bersamaan dengan dia mengaduk kopi.
    “Kalau seandainya anak itu tidak membuatkan kapal, apakah Ibunya baik-baik saja?” tanya Gadis itu. Dia menengadah menatap suaminya lamat-lamat.
    “Kenapa kamu masih memikirkan dongeng itu? Itu hanya fiksi yang dibuat masa lalu.” Sahut Nalendra. Dia menyesap kopi buatannya. Sedangkan istrinya hanya memangku kepalanya.
    “Fiksi memang diciptakan sebagai pengingat.” Sahutnya. “Kalau seandainya aku Kencana Wungu dan kamu suamiku, apa yang akan kamu lakukan?”
    Dia berdehem. Kemudian berpikir sejenak, mungkin akan memindai mana ide yang cocok yang biasa dia lakukan kalau dia adalah sang Raja. “Kita berdua bisa menonton tari Ludiro Madu. Itu kan perkawinan dua daerah antara Kasunaan dengan Madura.”
    “Manis sekali bicaramu.”
    “Selalu.”

    **

    Masa Ketika Bunga Angsana Berguguran, 2035
    Gadis itu percaya—bukan dia adalah perempuannya—yang percaya bahwa cinta perlu dijelaskan. Apa artinya kapal megah untuk Ratu Kencana Wungu untuk menghibur diri tidak ada artinya. Bukan megahnya kapal itu sebagai tandingan kapal buatan Daendels, ini berkaitan tentang penjelasan.
    “Aku mencintaimu.”
    “Aku tahu, tidak perlu diperjelas. Seakan itu hal konyol!”
    Nalendra terkekeh. Mendengar penuturan perempuannya. Bahkan waktu yang lama tidak mudah membuatnya berubah untuk tidak menyebalkan.

    **
    Solo, 24 Mei 2017 11:54 am
    another photo of Rajamala
    Ini adalah karya Pak Adam, dosen Pendidikan Seni Rupa. Terima kasih dedikasinya membantu kelompok kami membuat miniatur Rajamala yang sangat bantet ini. Haha :D Sebenarnya aslinya itu panjang runcing gtu. But, it looks pretty cool, honestly.

    Continue Reading
    Kadang kita tidak pernah berpikir tentang apa yang sedang Tuhan berikan, hingga nikmat dan berkahnya bisa kita rasakan. Postingan kegalauanku akibat gagal "PKM tidak didanai" pernah aku post di blog ini. Entah postingan tahun berapa aku tidak tahu--dan sepertinya aku juga tidak mau tahu juga--pernah menjadi bahan kegundahanku.

    Pernah tidak berpikir bahwa apa yang sudah kita lakukan, semaksimal yang kita lakukan, dan kita mengharap-harapkan hasil yang baik tidak kunjung datang. Dan suatu ketika, orang yang hanya bekerja semaunya (bisa dikatakan asal-asalan) mendapat hasil yang bagus. Ibarat kata, kamu sudah belajar dengan keras untuk ujian besok pagi, sedangkan teman kamu yang tidak belajar sama sekali dan mengandalkan contekan bisa mendapatkan hasil terbaik. Jangan heran ya? Tapi, at least, pernah tidak merasakan suatu kebencian yang teramat dalam pada sebuah keadaan. Aku sih pernah. Aku tidak pernah munafik untuk mengatakan 'tidak'. Memang seperti itulah adanya. Rasanya jengkel, mangkel dan marah sendiri.

    Kita tidak memarahi diri sendiri yang masih bodoh dan polos sok alim atau apalah, tapi jatuhnya seakan memarahi pada kehendak Tuhan yang memainkan perasaan ini bak seperti bola pingpong. Digiring dengan aneka ragam emosi yang memuakkan. Tapi disitulah ujiannya.

    Ujian yang diberikan Tuhan untuk mengukur seberapa pantas sih kamu bisa menjadi "Manusia Pembeda" diantara makhluk-makhluk yang lain. 


    Sebuah diskusi juga mengatakan hal yang sama. Ada seorang senior di Beasiswa Aktivis, namanya Mbak Titis dia juga mengatakan hal yang hampir sama. Semua makhluk mengimani hal yang sama, mereka sama-sama bersujud, sama-sama ibadah, sama-sama melakukan semua perintah-Nya. Tapi jadilah manusia yang berbeda. Maksudnya berbeda disini adalah karakteristik yang dimiliki setiap individu manusia tersebut.

    Mungkin ujian yang aku hadapi adalah "Menerima Dengan Lapang Dada"


    Kalimat diatas seperti memuakkan ya, kalau lagi jengkel, emosi banget dengan keadaan yang tidak berpihak. Tapi guys, memang itulah cara bijak yang harus kita lakukan untuk menghadapinya.

    Kembali ke topik, sama halnya dengan apa yang aku lakukan. Siapa sangka Nabila masih berambisi untuk tiap tahun menulis proposal PKM dan tidak ada hasil. Pernah dan sempat ngiri sih, di tahun kedua kuliah, temanku sekelas ada yang didanai PKM-nya dan melakukan penelitian di Kalimantan. Iri? Pasti. Aku manusia biasa yang hati ini tidak pernah luput dari iri dan dengki. Tapi, yasudahlah. Dari mereka perlahan, saat PKM GT di awal tahun aku mencoba membuat gagasan tertulis tentang bentuk pemerintah istimewa untuk kota Solo. Ternyata kajiannya banyak. Dan gagasan tertulis yang aku buat sudah basi. Well, itu yang membuat PKM adalah aku. Hanya dua orang, satu orangnya meneliti di Kalimantan dan Koordinator Tingkatku (yang satu kelompok di PKM GT ini) pura-pura menghilang. Argh...

    Di tahun ketiga, di mata kuliah Sejarah Indonesia Lama, aku kenal sama satu orang yang satu pemikiran denganku. Namanya Uun dan Eyang. Kita sering banget kelompokkan. Karena masing-masing sudah nyaman dengan karakteristik masing-masing yang sama-sama ambisius dan perfect. Tepat pada penyembelihan Kurban, 2 tahun lalu. Aku masih ingat, setelah Sholat Ied-Adha kita ketemu di kampus tepatnya di sekre BEM FIB. Memang sepi. Namanya juga hari libur nasional. Dan di sana kita membuat Proposal Penelitian PKM. Intinya, masing-masing anak membuat satu proposal dan anggotanya adalah kita bertiga. Enak, bisa digilir.

    Dari pas membuat proposal, menurutku yang paling mateng konsepnya milik Uun. Penelitian yang mengambil tempo abad 18, masalah hubungan bilateral Kasunanan Surakarta dengan Kerajaan Madura.

    Hingga, awal Februari kabar baik itu datang. Proposal PKM milik Uun-lah yang didanai. Dulu (kalau nggak salah) mengajukan sekitar 6.000.000 bukan angka yang fantastis. Karena maksimal di Proposal PKM adalah 12.000.000 tapi tetap aja senang. Bisa dapat duit dari pemerintah dengan cuma-cuma. Toh, tempat penelitian kita hanya berada di area Solo, tempat kita berada. Jadi kita hanya meneliti naskah kuno semacam filolog Babad yang relevan.

    Hingga, di pertengahan Juli (aku masih ingatnya adalah Bulan Puasa 2016) kita satu kelompok maju di Monitoring Evaluasi. Reviewernya dari Dikti dan seorang ibu-ibu. Ramah banget. Kita bisa melakukan yang terbaik disitu. Aku sih berpikirnya karena kita membuat semacam video ala kadarnya sebagai pengantar dari isi materi yang akan kami paparkan. Senangnya minta ampun karena sukses. Eh dapat duit juga :)

    Hingga, sebuah kabar itu datang...

    Uun sedangKKN di Wakatobi. Awalnya mau nangis. Siapa sangka, PKM kita lolos ke PIMNAS. Awalnya Uun nggak mau balik ke Solo. Soalnya tanggung banget. Sudah pertengahan jalan KKN sedangkan dia sedang melaksanakan KKN bukan di Jawa, tetapi di luar Jawa. Di Wakatobi lagi. Kan jauh. Butuh ongkos. Dia awalnya nyerah. Tapi keinget sama usaha-usaha kelompok kita yang goal utamanya adalah PIMNAS. Dari pas Monev kita selalu berdoa, dan aku punya feeling kuat kalau kelompok ini bisa sampai PIMNAS.

    Dosenku Bu Insiwi udah ngebujuk Uun suruh pulang. "Pokoknya pulang dulu. Masalah biaya, dipikir belakangan." Enak banget ya ngomongnya.

    Akhirnya Uun pulang. Dengan muka jelek banget. Sumpah. Karena setelah pulang ke Solo, langsung pembinaan dan dikarantina di sebuah hotel di Solo. 24 jam berada di pengawasan Kemahasiswaan Pusat. Rasanya tersiksa tapi overall Uun bisa melewati itu dengan baik. Aku sebenarnya kasihan sama dia. Udah deh. Selama kenal Uun, itu adalah muka terjelek Uun sepanjang masa yang aku pernah lihat.

    Hingga pas di PIMNAS pun, untung suasanannya agak sedikit mereda. Kita tidak berambisi mendapat emas, perak atau perunggu. Dulu sih niatnya, sampai di titik ini aja aku udah bangga. Pokoknya jangan dijadikan beban. Anggap aja liburan di Bogor, gitu~

    Titik itu terlewati. Pelajarannya apa? Kenapa aku berbagi mengenai cerita ini?

    Tuhan tahu betul mana hamba yang melakukan sungguh-sungguh dan mana yang biasa saja. Semuanya sudah ada ukurannya, guys. Jadi lakukan saja apa yang membuatmu berbeda dari makhluk Tuhan lainnya. Karakter baik itu perlu. Apakah menjadi baik itu akan seberuntung yang tidak baik? Aku pikir tidak. Seperti penjelasanku yang diatas. Melakukan hal yang tidak baik itu mudah dan instan. Hasilnya bagus pula. Tapi mempunyai karakter yang baik, dilandasi ketulusan dan percaya bahwa hal baik akan datang. Hasilnya adalah luar biasa.

    Tidak percaya? Percayai saja.

    Percaya saja pada Proses. Kalau kamu memulai dengan baik, aku percaya bahwa semuanya juga berakhir dengan baik pula. Percayalah. Gusti Allah mboten sare. Kalian hanya bisa percaya.


    Dokumentasi dari e-yang :)) waktu pembinaan di hotel Lor In Syariah Solo.

    Kita juga tidak pernah lupa bahwa masing-masing dari kita mempunyai supporternya masing-masing. Uun dengan Deska yang membantu membuat video Kapal Rajamala. Deska menyebutnya dengan "Kapal Othok-othok, by the way." Eyang dengan simas yang membuat lukisan cantik dari Canthik Kyai Rajamala. Aku dengan Mas Drestha yang membuat desain poster PKM kita *terharu* dan dek Avivah yang memiliki teman untuk membuat video yang cantik untuk kita presentasikan. 




    Mungkin terlambat, apalah daya diriku. Hanya mampu bercerita tentang rentang kisah tahun lalu. Menganggap, aku tidak mungkin bisa hingga saat ini jika tidak bersama kalian. 

     ➔➔➔➔       Gusti Allah mboten Sare. Teruslah berusaha dan bermimpi 


    Aku yang selalu mempercayai kalian,
    Para Pembaca yang Budiman


    Nabila Chafa~
    ::::::
    __________________________________________________

    For Info:

    Aku kasih link Proposal PKM lolos Pimnas untuk Penelitian Soshum, semoga sedikit membantu kalian yang tengah berjuang untuk membuat PKM. Apalagi bidang ilmu sejarah.
    ⬇
     Proposal PKM Soshum Rajamala

    DOKUMENTASI


    Foto Full team setelah selesai presentasi bersama Bapak Suharyana, pembimbing kami :)

    Foto bersama seluruh peserta di kelas PSH 02 

    At last, closing ceremony di akhir acara 

    ➤➤➤
    Iam so grateful for all of u guys. Jinjjayo!! Keep fight and stay bright 
    ➤➤➤
    Continue Reading
    Sebenarnya ini sudah amat-sangat-dan-sangat terlambat kalau saya bercerita tentang Bakti Nusa. Yeah, well, sebenarnya saya mendapatkan manfaat yang luar biasa besar melalui program Beasiswa Aktivis Nusantara ini atau biasa dikenal dengan Bakti Nusa. Karena saya menulis ini tepat sudah satu tahun berlalu dari akad (kontrak/perjanjian) dan sudah menjadi penerima manfaatnya. Saya, termasuk angkatan ke-6. Alhamdulillah, Beasiswa ini bertahan di angka

    Tapi, persilahkan saya disini untuk membagi sedikit kenangan yang saya alami. 

    1. Persyaratan menjadi PM Bakti Nusa itu berat
    Masalah persyaratan akan lebih detailnya bisa cek di beastudiindonesia.net karena akan dijelaskan secara detail dan menyeluruh masalah persyaratan administrasi. Biasanya selalu dibuka di awal tahun. Dan deadlinenya selalu di akhir tanggal di bulan Februari. Jadi kalian, mahasiswa minimal semester 5 yang berada di Universitas seperti UNISRI, UI, UGM, UNPAD, ITB, UNS, UNY, ITS, UNTAN, UNJ bisa kalian persiapkan mulai sejak dini. Syaratnya utamanya adalah Aktivis. Karena nama besar program ini adalah Beasiswa Aktivis Nusantara, tentu dong yang termasuk di dalamnya adalah para aktivis kece kampus masing-masing. Bisa di segala lini keaktivitasan kampus. Mulai dari aktivis dakwah, lingkungan, pergerakan atau keilmiahan. 
    Selain itu masalah persyaratan di Bakti Nusa, menurutku agak susah di bagian Proposal Hidup. Yep, kalian bakal menuliskan aktivitas yang akan kalian lakukan dalam 5 tahun kedepan dengan detail dan 10 tahun ke depan sebagai gambaran umum. Agak susah sih, karena kalian harus menceritakan setiap bulannya kalian mau ngapain. Di tiga kolom yang berbeda lagi, yaitu di kolom karir--at least, karir adalah masalah individu--, kemudian di kolom organisasi yang kalian lakukan dan yang terakhir adalah pendidikan kalian. Nah, di tiga kolom ini kalian harus detail menjelaskan selama lima tahun tersebut. 
    Silahkan mencoba XOXO 
    Kemudian hal-hal administrasi yang lain seperti Transkip Nilai selama 5 SMT, kemudian surat rekomendasi dari pihak-pihak tertentu (minimal 3 orang), CV dan sertifikat bahasa asing yang dimiliki. 
    Karena tiap tahun beberapa syarat administrasi selalu berubah-ubah, secara garis besar persyaratannya seperti yang diatas.


    2. Fasilitas wow saat kamu menjadi PM Bakti Nusa
    Beasiswa ini merupakan investasi pemuda Indonesia yang di masa mendatang. Tentu saja orang-orang terpilih yang akan mengisi kursi-kursi kepemimpinan di masa depan. Begitu. Berat memang. Karena memang hanya aktivis-aktivis kampus terbaiklah yang dihimpun dan diarahkan menjadi pemimpin bangsa di masa depan. 
    Soalnya fasilitas yang akan kamu dapatkan selama menjadi PM Bakti Nusa adalah:
    ((Tahun Pertama))

    1) Future Leader Camp
    Semacam orientasi bagi penerima manfaat. Jadi setelah pengumuman, siapa saja yang menjadi aktivis langsung deh diorientasi selama satu minggu penuh. Biasanya isinya mengenai perkenalan program, ketemu sama tokoh-tokoh daerah. Kalau FLC bisa seberuntung pas jaman saya dulu, bisa bertemu sama Pak Gubernur dan Walikota, Kang Emil. Karena tuan rumah untuk FLC tahun 2016 di kota Bandung. 

    2) Strategic Leadership Training
    SLT semacam tindak lanjut dari FLC. Biasanya diadakan di Bogor mungkin hanya 3 hari. Dan hari terakhirnya yang paling seru. Karena pas angkatan BA6 ngadain rafting di Sukabumi. Kalau setahuku, di tahun 2017 ini naik gunung. 

    3) Coaching Aktivis
    Para Penerima Manfaat Bakti Nusa ini mempunyai satu manajer regional. Yang akan memantau aktivitas, masalah dan program regional. Hal terkeren menurutku sih, dari program Bakti Nusa adalah ini. Karena kita benar-benar mendapatkan partner curhat yang menyenangkan. Untuk berbicara apapun. Hm, didukung dengan teman-teman regionalku yang ketjeh badai. (Soon=> aku akan mencoba mengenalkan teman Bakti Nusa UNS angkatan 6 kepada kalian semuah)

    4. Marching for Boundary
    Kalau bisa dijelaskan, persis seperti KKN (Kuliah Kerja Nyata). Bedanya, MFB ini lebih tertantang. Kalau KKN biasanya satu kelompok 10-15 orang, MFB ini hanya 2 orang dan diberi tugas untuk melakukan pemberdayaan masyarakat di pulau terluar dari Jawa. Bagaimana? Tertantang?

    ((Tahun kedua))
    Di tahun kedua, tidak banyak sih sebenarnya. Karena menurutku lebih fokus pada program sosial regional. Tapi akan aku persingkat saja, program apa saja yang diberikan oleh pengelola Bakti Nusa ini kepada para Penerima Manfaatnya.

    1. Activist Development Program
    Kerennya dari program ini adalah kita diberi ruang untuk mengasah kemampuan bahasa Inggris kita untuk mempersiapkan program Pasca Kampus. Yep, karena tujuannya adalah membantu PM untuk meningkatkan nilai TOEFL sebagai syarat masuk ke program S2. Dibimbing di Kampung Inggris, Pare selama satu setengah bulan.

    _______________

    Aku mau membagikan kenangan yang pernah (sempat *halah) mampir di hidupku.
    Ini nih, Penerima Manfaat Beasiswa Aktivis Angkatan 6 Regional Solo. Yup, belum full team, soalnya Sang Presiden BEM yang sedang memegang kamera. 


    Dan foto diatas adalah full team kita. Semoga selalu bersama hingga akhir yang indah. 


    Cerita selanjutnya nanti, pan kapan aku bagiin :)
    Love, Kiss, and Hug


    Nabila Chafa





    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ►  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ►  Jun 2021 (3)
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ►  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ▼  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ▼  Sep 2017 (5)
        • Rasa Ketidakpastian
        • Gloomy Day
        • Cerpen | Mendayu Rajamala Suatu Ketika
        • PIMNAS 29 di IPB Bogor
        • Talk abaout Bakti Nusa
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top