Rasa Ketidakpastian

6:24 AM


Suatu pagi tanpa ketidakpastian. Aku bangun tanpa mengerti apa yang akan aku lakukan di pagi hari. Setiap waktu yang aku buang aku selalu membayangkan. Bukan memikirkan, karena aku tidak benar-benar berpikir. Hanya mengimajinasikan pikiranku pada sebuah adegan klise romantika yang terdengar sebuah omong kosong. Kamu jangan percaya apa yang aku katakan. Semuanya hanya bualan.

Aku tahu, tidak ada faedahnya aku menuliskan beberapa hal yang aku alami dalam satu minggu ini. Rasanya seolah jet lag. Aku diporakporandakan pada sebuah rasa yang saling berbenturan. Tetapi menjadi satu kesatuan. Di sinilah aku terdampar.

Pertama, tentang kesedihan.


Kamis 21 September 2017 adalah hari pemakaman Simbah Kakung. Cara terbaik yang diberikan Tuhan adalah menghapus segala sakit yang dirasakan Simbahku. Segera meninggalkan seluk beluk keduniawian, dan bergabung dengan titik cahaya diatas sana. Berharap, setiap doa yang aku panjatkan pada-Nya selalu tersampaikan dengan baik hantaran salamku.

Mbah, aku masih di dunia ini. Suatu saat aku pasti akan bergabung. Hanya saja, aku bingung apa yang aku lakukan dengan hidup ini. Semuanya begitu monoton, dan sebuah titik aku berpikir. Apakah di dunia di atas sana, begitu damai? Satu demi satu kesedihan aku lewati. Hanya saja bagiku, ini seperti sayur tanpa garam.

Kedua, tentang Bahagia


Teman Bakti Nusa hari Minggu 24 September 2017 kumpul full team untuk melaksanakan monitoring evaluasi. Aku senang. Bertemu dengan mereka setidaknya menambah derai tawaku semakin bergemuruh. Cerita konyol. Sedangkan aku adalah pendengar yang baik untuk mereka. Aku satu-satunya orang yang tidak beramanah. Dan hanya menyelesaikan skripsi tanpa tahu apakah tulisan di skripsiku layak atau tidak.
Argh...
Intinya, aku semakin jengkel sekaligus gemas di satu waktu pada Imaf dengan kekonyolan cerita cintanya. Dan semakin bahagia bersama mereka. Tidak lama lagi waktuku bersama mereka. Sedih ya ...

Ketiga, tentang keheningan


Langitku biru. Tiba-tiba mendung. Bukan karena ada hujan. Karena memang memandang perjalanan ke depan semua bersumber pada ketidakpastian. Aku membenci gemuruh yang semakin menyentakkan apa yang harus aku lakukan. Semuanya tidak bersuara. Aku berada di sebuah kesunyian. Padahal di sebelahku ramai. Semuanya saling berdentum sangking semangatnya. Dan aku hanya terkulai.

Keempat, tentang Cinta


Tuhan, berkatilah aku segenggam cinta. Agar hariku tidak begitu monoton. Hanya aku dan imajinasiku. Jelas ini bukan hidup yang aku harapkan.

end




Gambar di Bukit Bintang Jogja.
Sebuah kenangan yang tidak mudah terlupakan di tahun lalu.
Senang bisa memotret keindahannya walau dalam satu frame saja.

You Might Also Like

0 Comments