Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini
    Virus corona merebak. Dunia dibuat kalang kabut. Apalagi seminggu yang lalu, walikota Solo langsung intruksikan buat menjadikan hal ini sebagai Kejadian Luar Biasa Wabah Corona. 

    Sebenarnya pandemi kek gini memang muncul setiap seratus tahun sekali, percaya atau tidak. Dulu kita pas jaman penjajahan Belanda, mengenal Flu Spanyol. Hampir membuat sepertiga penduduk bumi jadi korban keganasan. 

    Sekarang saat ini. 

    Bayangkan hobi masyarakat kita yang suka kumpul-kumpul, nongkrong, sambatan, bakal mendadak harus mengalami yang namanya "puasa". Kita tidak bisa merasakan privilege itu lagi. Harus menahan diri.

    Seketika itu, orang jadi parno buat keluar rumah. Aktivitas hariannya terjebak dalam online alias dunia maya. Apalagi, musim hujan dimana penyakit batuk pilek diare jadi ancaman, apa mungkin, apakah ini, kamu corona? Dan lain sebagainya. Sungguh nilai nestapa yang akan kita dapat. 

    Wong sebenarnya, kita sendiri juga gak tau. Apakah kita positif atau negatif pada wabah penyakit ini. Beberapa kali buat berita mengenai corona, semakin kita sadar bahwa orang yang sehat-sehat saja, bisa jadi "positif", karena dia membawa wabah lewat tubuhnya. 

    Mengerikan. Karena ancamannya adalah hal yang tak kasat mata. 

    ***

    Menyoal Mengenai Social Distancing Versiku! 

    Tentu, ganasnya pandemi global virus corona ini membuat jarak antarmanusia semakin jelas. Kita harus menjaga sebaik-sebaiknya kita menjaga. Kalau bisa #dirumahaja. 

    Salah satu cara melawan, bukan karena kita takut ya, kita hanya takut sebagai "carrier/pembawa" virus ini jika berkeliaran di luar rumah, adalah agar tetap berada di dalam rumah. 

    Agak berbelok jauh dari topik ini. Ngomongin mengenai literally social distancing, aku pernah sebenar-benarnya mengingat pada apa yang aku lakukan di akhir tahun 2018 lalu. 

    Benar. 

    Aku menjauhi grup pergaulanku. Amanah organisasi sudah selesai. Meskipun sudah lulus kuliah, aku masih sibuk di satu dua amanah. Tapi semua udah clear. Sisanya, aku harus berpikir pada diriku sendiri. 

    Sesuatu seperti vaccum of Power pernah aku alami. Apalagi dimana aku jadi orang sibuk trus harus berpikir mengenai diri sendiri adalah sesuatu hal yang berat. 

    Aku merasa butiran debu banget. Beberapa teman sudah diterima beasiswa S2, dapat kerja, atau melakukan apa. Aku? Sibuk memilih dan berpikir, dari sekian banyaknya pilihan yang ditawarkan hidup, aku dibuat bingung. 

    Social distancing yang aku lakukan adalah off hape selama 3 bulan. Dalam rentang waktu lama seperti itu, aku kemana? Yup. Di rumah. 

    Menghabiskan waktu dengan banyak bertanya, mengenali diriku sendiri, membaca buku, dan dibuat stress dengan uring-uringannya ibuku. 

    Kenapa tahun 2018 adalah tahunku berjibaku pada depresi tak berkesudahan. Pilihan yang ditawarkan Ibuk adalah untuk kuliah yang membuatku banyak berpikir ulang. Sama halnya memikirkan, apakah ada urgensi yang membuatku kuliah? Apakah hal itu perlu? 

    Semakin lama, semakin aku berpikir ulang aku semakin merasa pilihanku untuk menunda kuliah tepat. Banyak alasan. Jika sempat kita diskusikan di lain judul. 

    Aku kembali mengambil hal yang sama beberapa waktu lalu. Di hari minggu ketika libur kerja, aku off hape seharian. Kembali menikmati waktu sendiri. 

    Merasakan nikmatnya kebebasan tanpa punya kewajiban stor kondisi dan keadaan pada khalayak. Maksudku, ini bakal jadi momen yang menyenangkan. 

    Oiya, kadang aku juga harus menutup akses orang bertanya padaku. Niatmu buat nyapa atau tanya kabar. 

    "Bagaimana kabarmu?" 

    "Kabarku baik." 

    "oke baiklah. 

    Jika dilanjutkan maka akan muncul pertanyaan, "kamu kerja dimana?" 

    Maka akan aku jawab, "Di suatu tempat yang indah." 

    Aku tidak perlu mengumumkan semuanya kan pada kenalan, teman lama yang hanya tanya-tanya sekedarnya doang. Hahaha. 

    Eh, lagi pula aku sudah membangun tembok untuk bodo amat pada dunia. Itu semua berkat social distancing yang aku lakukan. 

    Peace! 

    ***

    We ef ha lagi, di jam 10 pagi
    Minggu ke2 KLB Corona
    Kamis, 26 Maret 2020
    08.44



    Continue Reading
    Buka-bukaan emang momentum sekarang tuh.

    Gimana enggak, dari ihwal perubahan genre musik pun aku masukin dalam daftar list tulisan yang akan aku buat. 

    Oke baiklah, lanjut!

    Mengenal musik merupakan sebuah satu dari banyaknya kesatuan yang membuat kita hidup. Kita singkirkan mazhab yang mengatakan musik haram atau halal ya.

    Mazhab yang aku anut adalah moderat. Asalkan musik bertujuan pada hal-hal baik sepertinya tidak masalah, ya kan. Bisa jadi dalam setiap lagu yang didendangkan kita secara psikologis merasa tenang, atau termotivasi, atau malah tambah galau, haha. Kita kembalikan lagi pada jenis musiknya. 

    Ketika bocah SD, ku bisa apa... 

    Waktu aku masih bocah SD, bapakku mengenalkanku pada penyanyi legendaris Ebiet G. Ade. Satu kaset dalam satu album diputar berulang kali. Kadang diputar kalau bapak lagi galau. Ngotak ngatik radionya. Atau setelah dia mendengarkan siaran BBC Indonesia.

    Jadi, waktu SD pun aku belum memutuskan pilihan politik. Genre lagu apa yang aku pilih, haha. Kecuali Sherina yaa. 

    Menginjak Masa Remaja

    Ok. Awal aku SMP justru dibuat gila sama artis legendaris 20-an. Agak telat sih, emang. Tapi ya gtu, cinta emang suka datang terlambat gtu kan. Yap. Adalah Avril Lavigne. 

    Lagu judul Complicated,  My Happy ending, I Will be, dan lain-lain. Diajari sama Qonita aku, haha. Avril dan Qonita adalah dua hal yang tak terpisah bagaimana aku mengenal lagu western dan aku dibuat kegandrungan.

    Kelas 2 SMP, aku digilai oleh boygroup asal Korea Selatan. Iyaaa, Super Junior dong. Haha. Parah sih. Gimana Super Junior merubah hidupku. Sampai komputer di rumah isinya semua album Suju. Hebatnya, kadang aku diajak bapak ke rumah temen yang ada bisnis Internet gtu. Warnet adalah dewa waktu itu. Parah sih. Tiap ke warnet yang dibuka adalah YouTube. 

    Membuka YouTube dan mengulang semua lagu Suju berasa oase. Awal suka sama Siwon. Trus ke Kyuhyun, Donghae dan Kibum. Aduh, sekarang bagaimana yaa kabar Kibum. Huhuhu. 

    Oiya, pertama kali liat MV-nya Suju adalah Don Dont. Aku sampai pernah suatu ketika berkonflik dengan teman dekatku, Winta. Karena sempat menghilangkan CD yang semua berisi konser dan performnya Suju. Racun emang. 

    Selamat datang masa terbaik di umurmu, sebut saja Masa SMA! 

    Masuk SMA, kegandrunganku pada Super Junior sedikit berkurang. SMA Negeri 3 membuat hidupku tidak mudah. Aku banyak sekali menghabiskan waktu untuk belajar. Dan terjebak dengan banyaknya agenda organisasi. Padahal cuma ikut 2 organisasi aja sebenarnya. Pramuka dan Rohis. Dua tok. Tapi entahlah, agak susah ngatur kegandrunganku. Aku harus belajar mengendalikan diri. 

    Tapi, masih satu dua kali ngikuti drama yang lagi bagus. Meski yaa cuma sebatas nonton-nonton doang. Suka sekali kehilangan episode jadi yaa cuma nganggap "cukup tau" aja. 

    Perkuliahankuuu

    Sudah kuhempas per-Kpop-an di awal masuk kuliah. Menurutku suka Kpop itu gak banget. Apalagi udah umur masuk kuliah gini kan yaaa. 

    Sialnya, aku punya teman baik namanya Nasita. Dari obrolan kita di Rica Isi kita mendiskusikan mengenai showtime EXO. Waduh fiks, setelah itu aku mulai kegandrungan lagi sama Kpop. Tapi gak separah pas suka sama Super Junior dulu. Suju membuatku bucin, sedangkan EXO yang aku suka hanya showtime dan first album mereka. Tak lama aku suka EXO, beberapa personel malah pada cabut. 

    Dimulai dari Kris Wu, Luhan, kemudian Tao. Ketiga memberi itu dari Cina. Aku harap Lay gak ngikuti jejak mereka. Alhamdulillah sampai sekarang, dia masih bertahan. Hanya saja gak begitu aktif di grup. Dia lebih fokus berkarya di Cina nya sendiri. 

    Gakpapa, yang penting gak keluar aja wkwk. 

    Sekarang, ketika Negara Bumi menghancurkan... 

    Sekarang adalah momentumku untuk bahagia. Alasan membuat tulisan ini karena melihat instagram Story dari Mbak Titin yang nanya lagu apa yang sering aku putar. 

    Aku jawab Ed Patrick - Eyes On You

    It was dark
    Streetlights threw shadows through the park
    I was late
    First impression I've failed to shake
    You were stood
    A little bit shorter than I expected
    I was sure
    I'd lose my cool but somehow I kept it
    That was the first time I laid my
    Eyes on you
    You were mad
    I gave you every excuse that I had
    And as we wondered
    Oh, how I lusted for longer
    Through alleyways, romantic games
    The next few days
    We fell into each other
    You were my one true real life lover
    That was the first time I laid my
    Eyes on you

    Namun, ketika aku menuliskan tulisan ini lagu yang terdengar adalah Barcelona, Babe. Masih di musisi yang sama.

    Ed Patrick memang belum harum namanya sih. Tapi aku harap dia akan harum selamanya di hatiku. Selama aku butuh galau dan mendengarkan lagunya, dia tetap juara.

    Lirik Barcelona, Babe. 

    Barcelona you're heavy on my heart
    Sunburnt shoulders
    Painted in the parks
    Daylight goodbyes
    Cheek to cheek
    Pretty people
    Sat out in the street
    I think I'm gonna stay
    In Barcelona, babe
    Something tell's me
    I won't be coming…

    Simpel. Wkwk. 

    Isi playlist spotify-ku terlalu banyak nama baru. Seperti Iron & Wine khusus lagu Call it Dreaming, Joshua Hyslop, William Fitzsimmons, Mandoline Orange, dan tentu masih banyak lagi.

    Aku ingin berbagi kebahagiaan sebenarnya kalau blog bisa link kan lagu kesukaanku ini.

    Menginjak tahun kedua aku merubah Genre musik menjadi Indie lokal Amerika itu, kini aku semakin bahagia. Entah kenapa. Ini benar benar membuatku relaks. Mikir gak berat. Seolah ada yang mendorong untuk aku melakukan banyak perubahan dalam hidupku. 

    Aku suka tahun ini. Tahun dimana aku menginjak 25 tahun. Dan, aku pun sebahagia ini. Aku harap kamu pun merasakan hal yang sama. 


    Cherrs dulu yuk. 

    Nabila Chafa
    Otw kehabisan paket data 
    21.36
    Kamis, 12 Maret 2020

    ***


    Continue Reading

    Maret 2020.

    Pada sangkaan Tuhan yang menciptakan langit begitu cantiknya. 

    Hari terakhir pelatihan harusnya jadi momen yang menggembirakan. Tapi susah, ketika rasa itu terlambat datang. Bukannya senang, justru merasa saat-saat terakhir rasanya sedih. Hal terakhir hanya bisa dinikmati suasananya di akhir juga. 

    Kadang aneh rasanya menjadi manusia. 

    Manusia terlahir penuh dengan sambatan. Kadang butuh libur saat rutinitas kerja lagi padat merayap. Suatu saat, butuh kerja karena terlalu lama liburan. Tidak ada yang benar, semuanya serba salah. 

    Dengan baju kuning kerudung cokelat rok hijau motif daun adalah penampilan terbaik yang bisa aku sambut. Bukan hal spesial. Aku sudah pernah memakainya, dulu kala masih kuliah. Bukan untuk tebar pesona, karena memang itu satu-satunya pakaian yang mungkin tersimpan dalam lemari pakaian.

    ---

    Langkah mundur ke 2 tahun lalu. 

    Aku pernah menggelorakan rasa sayang dengan begitu mudahnya. Berbusana yang sama tapi dalam rentang waktu yang berbeda. Sebut saja inisial sepatu merah. Kita bertegur sapa dalam tatapan ketika langkah kecilnya melewati jalur pedestrian, sedangkan motorku bergerak turun ke jalan. 

    Setiap ada kuliah, kadang kurang ajarnya aku selalu cek ombak. Apakah dia juga lagi kuliah? Atau cek keberadaan motornya. Seringkali ganti motor kadang membuatku menyerah. 

    Wahai sepatu merah Nike, bagaimana kabar kamu sekarang? 

    Dari semua akun sosmed, kita justru saling mutual di tumblr. Tumblr adalah sosmed tersepi hanya berisi untaian kata kata brengsek menyayat hati. Tapi kita pun takut bertegur sapa. 

    Aku mendapatkan info bahwa kamu seolah menyatu dalam jiwa barista. Antara pahit dan asamnya kopi, kamu jelas tahu. Sudah seperti makanan harian yang disantap. Itu hal yang sering membuatku ingin tahu, alasan kamu dan secangkir kopi adalah satu. 

    ---

    Lagi! Mundur ke 3 tahun ke belakang. 

    Waktu masih duduk di bangku ingusan SMA aku berulangkali menyebutmu Bakso. Bundar, kecil, dan mungil. Sayangnya bergerak gesit. Antara satu sama lain menyatu menjadi ambisimu, kadang. Seringkali kudapati kamu begitu kalem. Memanajemen orang yang kadang merasa egois akan pilihan hidupnya. Kamu seolah penyeimbang. 

    Setiap pagi aku akan cek ombak. Sama seperti kasus sesudahmu. Aku teliti apakah sudah terparkir motor Vario dengan huruf belakang VZ. Yang membuatku tersenyum sendiri saat memikirkan membuat tulisan ini adalah ketika aku tanpa sadar bisa menjejeri motormu. 

    Kita sebagai manusia tak bisa menyatu, tapi motor kita bisa kan? 

    Setidaknya mulai dari awal belajar sampai pulang sekolah, aku sudah mengunci tempat. Kamu akan ke arah motor yang sudah aku jejeri. 

    Kemudian, rasa itu hadir ketika kamu dengan baiknya mau menemani anak pramuka buat survey tempat untuk perkemahan. Hal menakjubkan itu datang dan aku buat tulisan pertama tentangmu. Bahwa aku jatuh cinta dengan begitu bergairah. 

    Ku sebut kau dalam tulisanku sebagai Partikel Titik Itu. 

    Begitu tak masuk akal kadang. Tapi aku suka. Kamu gak perlu harus menggelorakan rasa sayang yang bertepuk sebelah tangan itu dengan gelora kesengsaraan. Kalau pun aku menikmatinya, bisa jadi kan. Sederhana sekali. 

    ---

    Maju ke 4 tahun dari tahun itu. 

    Aku juga pernah terjabak dalam rasa sayang. Namun, kilat. Hanya karena aku merasa baper ketika temanku baper. 

    Haha, lucu sekali. 

    Dia berjalan masuk ke perpustakaan. Aku sibuk membenahi data-data skripsiku dan duduk di meja sendiri. Dia mencoba mengajakku bercanda. 

    "ngerjain apa?" sapanya ramah. 

    Aku segera tutupi lembaran kertas data sejarah rumah sakit jiwa dengan tanganku. "enggak---, " dalihku. 

    Saat waktu zuhur tiba, dia mengimami jamaah kecil di pojok mushola perpustakaan. Aku masuk menjadi salah satu jamaah masbuk kala itu. Semua orang akan dibuat jatuh cinta dengan caranya mencintai Tuhan-Nya. 

    Ketika aku mengenalnya lebih jauh, pada sebuah perjalanan yang memaksa kami satu mobil bersama, dia sebutkan satu nama. Dan nama itu adalah nama istrinya saat ini. Dan sudah bergerak ke satu tahun usia pernikahan mereka. 

    Tuhan kadang lucu. Aku biarkan kejadian ketika aku dibuat takluk oleh pesonanya sesaat. Walau tidak tinggal lama, sepertinya mampu membuatku mencari kriteria ideal. 

    Aku mau lelaki yang sama seperti itu! 

    ---

    Satu tahun bergerak maju. 

    Mengenal orang ini adalah jawaban dari aku yang pernah berkata, "enggak banget."

    "kita gak mungkin jodoh. Aku gak kuat," kataku. 

    Kenapa? Jika makhluk ciptaan Allah sebelumnya begitu sangat bisa diajak kompromi karena memang bersikap bersahabat, maka orang ini bisa dikenal dengan pakarnya dalam menjaga jarak. Dia menganggapnya santai menikmati hidup adalah tidak terkekang. Padahal sifat aslinya begitu protektif. 

    Meskipun satu dua kali dia terdengar bersahabat. Tapi apalah daya jika semua hal harus dimulai dari diriku. Dia hanya sebagai penerima pesan. Sangat tidak kreatif, aktif dan persuasif. Hentikan saja. 

    Namun, pada sebuah hujan di sore hari ketika aku selesai bekerja di tempat kerja yang lama, aku pernah menyebut namanya dalam doaku. 

    "Aku ingin bersamanya," kusampaikan pesan romantis itu pada langit. Siapa tau, langit bergemuruh dengan banyaknya doa yang sedang dipanjatkan oleh hamba-hamba-Nya mempu mengabulkan doaku. 

    Pada momen itu aku tidak tahu lagi, pada siapa yang harus aku labuhkan. Tapi, percayalah dengan siapapun dia nanti aku sangat bersyukur. Setidaknya dia tidak terjebak dengan perempuan membosankan seperti diriku. 

    Misi dan visiku masih sama. Yaitu tetap mengakar di bumi Solo untuk waktu yang tak ditentukan. Sungguhpun tak masuk akal lagi, karena itu berbanding terbalik dengan karakternya yang mengembara. 

    ---

    Sekarang! 

    Ketika aku harap ada tokoh lama datang. Atau orang baru yang tiba-tiba datang, menyambutku dengan senyuman. Mungkin bukan dia salah satunya. 

    Selesai dari kamar mandi aku dapati dia dari arah tangga. Pulang dari kantin. Melihatku mencuci tangan tanpa sadar dia ikuti. Menaruh botol minuman di sampingnya. Dia tidak menyapaku. 

    Ah dasar aku! Gengsinya keterlaluan. 

    Padahal di hari sebelumnya aku melihat dia menyambut senyumku. Waktu hapeku ini jatuh dari lantai 3 ke lantai 2 dari sela-sela jendela. 

    Aku menganga tak percaya menjatuhkan hape seharga 3,5 juta. 

    Dia berkata dengan riangnya, "eh, hape jatuh!"

    Gtu!

    ****

    Senin, 9 maret 2020
    21.42
    Aku tak tahu :'"
    Tiba-tiba bapak datang membawa sosis bakar, apa-apaan. 
    Continue Reading

    Ketika kamu merindukan temanmu, begini rengkuhan kisahnya. 

    Ini cerita tentangku dan dua kawanku. 

    Aku, Magda dan Nasita dulu pernah menjadi kawan satu perjuangan. Sayangnya, aku bukan menjadi kelompok bermain mereka. Karena aku tidak menyukai menjelajah. Haha. 

    Lebih baik aku di rumah. Di depan laptop, streaming film indoxx1. Daripada harus bepergian jauh buat jalan-jalan. 

    Mengenal dua orang itu sangat menyenangkan. Aku tidak bisa membayangkan, masa mudaku begitu sepi, sunyi, adem ayem kalau tidak mengenal mereka. 

    Perbedaan hobi yang terlalu prinsipil, membuatku menjauh. Menjaga jarak aman. Dan kelompok ini hadir ketika di awal perjumpaan masuk kuliah, menjauh karena perbedaan sudut pandang dalam memilih ukm mahasiswa, kemudian dipertemukan lagi dalam proses perjuangan skripsi. 

    Kita bahkan memgagendakan buat ngerjain skripsi malam sampai jam 1/2 pagi di perpustakaan kampus. Berhati-hari. Di ujung akhir semester yang akan tutup beberapa minggu lagi. 

    Haha! Kadang lucu, bagaimana cara juang kita yang kembali bersama setelah tidak berkelompok sekian lama. 

    Tapi kita tidak lupa, rasanya bersenang-senang. 

    Rasanya menjadi satu ritme lagi karena benang merahnya sudah dirajut di pertemuan awal. 

    Kini, 

    Masalah yang kita hadapi pun juga sama. Tak jauh-jauh dari masa depan. Mengenai prinsip dan ekosistem yang semakin mengecil. Bukan memperbesar jarak justru membuat kerdil. Sosok seperti apa yang pantas. Atau hal hal klise lainnya. 

    Wes wayah e. 

    Berdendang suara orang mendengungkan bukan saatnya buat leha-leha dan menikmati masa muda. Saatnya memikirkan hari tua. Dan itu terlalu maksa. Perihal banyak bab tentang pilihan yang diberikan hidup dan terkadang sulit bagi kita untuk memilihnya. 

    Terima kasih, Nasita. Sudah mampir.

    Kembali ke Solo dan kita ngobrol walau dengan beberapa jam saja. Mendadak sekali. Toh, bisa juga.

    Terkadamg wacana yang sudah dijanjikan dari jauh-jauh hari hanya akan tetap menjadi wacana. Haha, yang mendadak bisa terealisasi dengan mudah.

    Jangan galau lagi, sudah ada grup kita bertiga. Membahas tentang masa depan yang masih terkunci rapat oleh sang Maha Kuasa. Banyak banyak doa saja. Semoga mudah untuk tersemoga. 

    Langgeng terus pertemanan kita. Jangan pernah berhenti buat menyapa! 

    ***
    Sepulang dari Grandmall 
    Menginjak pukul 22.11
    Kamis, 5 Maret 2020


    Continue Reading

    Ah rasanya kangen ingin memandang langit biru.

    Akhir-akhir ini hujan selalu turun, apalagi kemarin hujan abu dari gunung berapi. Tapi alhamdulillah langsung diguyur hujan, sebagai pengganti. Yang bikin susah, langit biru jarang buat dipandang. 

    Dari kecil, aku suka sekali lagu Sherina yang judulnya aku lupa tapi tentang langit. 

    ... Awan putih, 
    Langit biru, 
    Terbentang indah, 
    Lukisan Yang Kuasa... 

    Dari kecil emang suka nge-halu keliling dunia. Puncaknya yang masih aku ingat pas SMP. Di depan masjid perempatan smp di nirbitan, aku jajan siomey bareng Qonita. Dan dari sana kita berdua ng-halu kalau besok gede kuliah di Oxford atau Cambridge. 

    Apalagi, jaman SMP pula aku cinta, secinta-cintanya sama Kpop dan Taiwan. Waktu itu, seneng banget sama boy group Super Junior. Penyelenggaraan Mama di Singapura aja aku sempat nonton di MTV Indonesia (sekarang global tv). Hal itu kayak ngedorong aku buat suka sama apapun yang berbau impor. 

    Serial yang lagi boom waktu itu, Boys Before Flower. Ala ala Meteor Garden versi lokalitasnya Korea. Sebenarnya dramanya biasa aja sih, gak tau apa yang bikin drama ini hype banget. Mungkin kuat di main lead-nya kali ya. 

    Kembali ke topik tentang going abroad. Topik ini mulai sangat disentil oleh Maflahah alias Mbokde Imaf. Dia baru saja mengeluarkan buku bersama beberapa penulis mengenai pergi ke luar negeri, judulnya Reminder. Dan dia kirimkan salah satu bukunya ke aku, gratis. Asyik! 


    Dia bilang aku gini. 

    Bil, Someday aku yakin banget, kamu bisa menjelajah tempat lain selain Solo, meski pada akhirnya tetap balik ke Solo. Semoga bisa keliling dunia sama suamimu kelak! 

    Iya aku aminkan. Meski hal itu sama sekali gak terlintas di benakku. Aku bukan orang yang ramah dalam bepergian. Aku seorang sagitarius namun aku bukan penjelajah. Mungkin banyak orang terheran. 

    The real Sagitarius adalah orang yang suka menjelajah. Traveller. Tidak suka dikekang dengan rutinitas hal yang sama. Namun aku beda. Aku sedikit berbeda dari orang-orang sagitarius kebanyakan. Hanya yang bagian suka menjelajah, sisanya kami satu DNA. 

    Apalagi lingkungan pertemananku yang hampir rata-rata mewujudkan mimpinya ke luar. Minimal Singapura dan Malaysia-lah. Itu negeri tetangga terdekat yang seperti kalau main dari Solo ke Jogja, gtu. Sedekat itu. 

    Apa terlintas buat ke luar? Lulus SMA, bapak malah menawariku buat kuliah ke Malaysia sebenarnya tapi aku tolak. Jauh ntar, ya kalau cocok. Kalau gak cocok kan yaa rugi ya. Hahaha. Dulu itu ada pameran pendidikan yang nawari buat kuliah di salah satu universitas swasta terbaik di Malaysia. Kalau dihitung-hitung jauh lebih murah, tapi kayak sama aja juga kalau kuliahku di Solo. 

    Malah lebih hemat gak ada cost buat tempat tinggal kan, dekat sama keluarga, kalau butuh apa-apa bisa dibantu. 

    Setelah beranjak ke kuliah pun, aku gak ada kepikiran buat menyentil lagi, untuk pergi ke luar. Momentum kuliah adalah momentum kesadaranku bahwa aku dan Kota Solo seperti punya ikatan kayak tali. Kita terikat erat. 

    Antara sadar dan tidak sadar. Sebagai anak perempuan, apalagi anak pertama ini adalah sesuatu hal yang sulit. Gak mau kepisah sama adek-adek sama orang tua juga. Kadang ngebosenin sebenarnya buat stay tiap hari dan kurang pengalaman bertemu orang lain, tapi hanya saja aku ngebentuk sebuah area teritori dimana keluarga adalah kebutuhan primerku. 

    Sesingkat-singkatnya hidup, aku mau sebenarnya buat ngehabiskan waktu membosankanku bersama keluarga saja. Aku tak perlu kenal banyak orang. Tahu kan? Banyak orang yang tidak benar berkeliaran di luar sana, yang kadang kita takut buat berjumpa. Itu yang kadang membuatku sadar, aku terlalu eksklusif dan harus keluar dari keeksklusifan ini. 

    Apa masa depanmu? 

    Terdengar klise dan aneh. Pada pertemuan yang pernah terjadi di awal bulan Februari dulu. Perjumpaan antara aku, egy, imaf, dan yayak. Aku pernah membuat pernyataan. 

    "aku gak peduli kalian pergi jauh kemana, keliling Eropa, Asia, Indonesia sekalipun. Silahkan. Tapi apa yang aku inginkan? Aku cuma pingin ngehabisin sisa waktuku buat hidup cuma di Solo aja. Its me." 

    Imaf yang sudah menjelajah Jepang dan Amerika, Yayak yang setaun penempatan di Natuna dan Egy yang sedang kuliah S2 di Taiwan, orang-orang ini punya ambisi yang besar buat menaklukkan dunia. Apa daya saya. 

    Istirahatku hanya nonton drama dan rebahan aja. Sesederhana itu. 

    Bahkan percakapan sama mas yusuf pun pernah menyinggung soal impianku yang ingin mengakar di Solo aja. 

    "nyari orang Solo dong, Bil." 

    Semoga yaa mas~

    Pinginku dapat jodohnya juga orang Solo. Dunia sudah terlalu keras, setidaknya Solo tidak menawarkan hal itu. Hahah! 

    Sedikit harapanku

    Membalas surat cintanya Imaf yang mengajakku buat keliling dunia. Bahkan anak Srimulat udah janjian buat ketemuan di Amsterdam. Amin! 

    Dan ku dengar, yayak sedang belajar ielts untuk menyempurnakan mimpinya. Mungkin agar tergapai lagi mimpi-mimpi lainnya. 

    Oke, aku akan sedikit ng-halu. Akan aku buat daftar bepergianku suatu saat. Ntah akan terkabul dalam waktu berapa tahun, aku gak tau. 

    Aku berharap, aku mendapatkan nikmatnya buat keliling dunia. Satu negara yang mencuri perhatian sejak dulu. 

    1. Kuba

    Amerika Selatan selalu eksotis untuk dijelajah. Dan kenapa enggak. Bahkan sebelum drama encounter, aku udah dibuat jatuh hati karena sederhananya negera ini. 

    2. Belanda

    Ini mungkin kewajiban bagi siapapun yang belajar sejarah. Negara ini menyimpan manuskrip penting yang tidak ada di Indonesia. Udah pertalian erat antara Indo dan Belanda ini. 

    3. Vietnam

    Sesederhana Nabila, Vietnam menawarkannya. Dia gak butuh semegah dan semewah Singapura. Negara yang ramah investasi ini menarik buat aku karena menawarkan paket mencintai apa adanya. Hahaha! Dia gak menawarkan apapun, aku sudah dibuat suka.

    Tiga Negara itu suatu saat yaa, kalau Allah kabulkan. Bersama dengan pasangan yang tepat. Bergandengan dan merasakan langit birunya. 

    Esensi terbesar adalah itu. Melihat langit biru dari masing-masing 3 negara dalam 3 benua yang berbeda. 

    Yuk lah, gaskeun!


    ***
    Kamis, 5 Maret 2020
    08.05
    Otw pelatihan hari keempat 
    Siap siap ketemu jodoh, 
    Siapa tau ya kan, di jalan, di kiri kanan, Who knows?

    Hahahaha! 
    Continue Reading
    Hei Maret, be nice ya hahaha!

    Halo, 2020 sudah menginjak bulan Maret, ada yang sudah mengantongi satu dari sekian banyak list resolusi?

    Aku mungkin hampir. Hahah, maksudku aku sudah membaca satu buku selesai. Meskipun itu novel, dan ini ada 3 novel pinjaman dari Genesha. Satu novel sastra korea Selatan dengan penulis Han Kang berjudul Mata Malam, novel sastra YB Mangunwijaya Burung-Burung Manyar, dan satu novel yg pingin banget aku baca dari kapan taun tentang cerita monolog pendaratan ke bulan The Martian dari Andy Weir.

    Dari ketiga novel itu, jelas aku akan membaca yang terakhir. Kenapa? Mungkin terdengar membosankan ya dengan konflik orang yang berada di luar angkasa, tapi gak tau kenapa ini novel sudah mencuri perhatianku bertahun-tahun dulu.

    Mungkin karena aku dahulu (sampai sekarang sih) belum merasa terhibur dengan pembawaan emosi dan intrik per-angkasaan kali ya, hahah.

    Tapi aku gak akan bercerita tentang itu. So sorry! 

    Aku akan membicarakan tentang gimana nikmatnya saling menghormati dalam konteks universal. Lebih dalam lagi jatuhnya justru ke toleransi. Ini susah sih karakter macam gini diwajawentahkan. 

    Kenapa?

    Aku seorang Nabila. Dan aku pernah di satu momen gila hormat. Parah! Aku bukan orang yang anti-ospek atau anti-mos gtu. Hahah aku justru menyukainya. Meskipun awalnya agak susah ya kalau kita sedang dikerjain kakak kelas atau kakak tingkat buat dirundung. Wkwk, agak nyeleneh sih pikiranku sebenarnya. Tapi dari situ, kita tahu bahwa kakak kelas atau kakak tingkat adalah orang yang harus kita hormati keberadaannya.

    Entah kenapa sih, saat kita berada di posisi tingkat. I mean kakak kelas, suatu saat nanti. Rasanya nikmat aja kali ya, kalau kita berasa disegani. Aku pikir itu keren. Adek tingkat pada respect. Gak berbuat ulah yang neko-neko. *berasa jumawa*

    Tapi lambat laun, jatuhnya malah jadi toxic. Hal ini bermula dari masuk SMA dimana di-Mos sama. Mas Mbak PI di Smaga sampai masuk kampus. Contoh, pas mulai masuk kampus dimana aku ambil jurusan ilmu sejarah, dan pada momentumnya ketika aku diospek, jurusanku emang sudah dikenal "killer" masalah ospek-per-ospekan. Parah!

    Zaman Ospek (untung ditahunku ini tahun terakhir acara ospek yang memakan drama ala ala kampus, soalnya di tahun selanjutnya bakal susah banget perizinan dari dekanat nyelenggarain ospek) ada kan acara outbound gtu ke masing-masing pos. Tiap pos udah ada kating tiap angkatan. Mana angkatan paling tua yang dikenal paling sadis.

    Beeuhhh, masih tercatat dalam kamus hidupku yaaa teman teman, angkatan ilmu sejarah 2010-lah pemenangnya! Aku gak tau kenapa, di antara banyaknya pos, ini pos yang menakutkan. Dulu angkatan paling senior masih dipegang 2007 mas basten, mas ijonk dkk malah lebih baik dari angkatan 2010.

    Dan tau gak, dimana kita hidup di habitat hutan liar pasti ada satu saja yang membuat kita bisa menghela napas segar. Ho o! Betul. Sekali! Hadirnya malaikat yang turun ke bumi! Hahahaha! Dan dia adalah mas Tito angkatan 2009. Uluh Uluh, dia memang mas-mas yang bermoral. I mean, setiap pos yang isinya kating-kating pelonco, dia justru malah ngajak diskusi.

    Yaaah! Walaupun dulu itu kan ya, kalau masuk ke tiap pos harus ada yel-yel atau apalah itu yaa, mana kelompokku yang diketuai oleh Arya temenku kayaknya pada bikin yel yel ala-ala Caesar YKS yang norak itu deh. Tau sendiri kan gimana gerakannya. Yaa tetep itu ditampilin. Wkwk.

    Habis itu, kelompok duduk, trus mas tito cerita tentang hakikat ilmu sejarah. Yang bisa saya ringkas membuat saya takjub. Ilmu sejarah bukan berarti sama dengan yang aku pelajari di sekolah. Rata-rata membahas pergerakan kemerdekaan-lah, revolusi bla bla bla. Eh si mas Tito mbahas tentang sejarah makanan. Bagi anak yang lulus SMA dan baru sehari masuk kuliah karena ospek, membuatku ternganga. Yaa, sebenarnya itu inside baru aja. Soalnya pola pikirku dari rumah aku bakal mikir tanggal perang atau tanggal apa gtu. Karena sejarah biasanya identik dengan hafalan. Eh, Si masnya mematahkan teori itu. 

    Berangkat dari hal itulah, sosok mas Tito ini mematahkan paradigma berpikirku tentang agenda respect ke senior. I mean, kita kembali ke topik. Dari semua senior yang gila hormat itu, malah aku dibuat kesengsem sama Mas Tito. Dan walaupun dia ada dua tiga empat temannya di angkatan 2009, dia bisa menyabotase waktu biar dia saja yang bicara. Keren sih. Soalnya kalau temen temennya yang dikasih waktu buat ngisi, jelas ntar isinya perpeloncoan, wkwk.

    Lanjut!

    Aku masih ada sedikit rasa. Bukan rasa yang terpendam lama dan ingin diungkapkan. Bukan! Rasa tinggi hati, agar bisa di-respect-i sama adek tingkat.

    Mungkin kali ya. 

    Karena aku berpikir nek aku banyak dibantu kating dalam urusan tertentu, suatu saat kita juga merasa dibutuhkan juga gtu loh. Aku merasa "tinggi hati" or sometime pingin orang ada yang hormat sama kita, justru terbersit di saat posisi kita berada di bawah. Maksudku, pas aku berada jadi adek tingkat. Tapi teori itu patah sendiri dengan karakterku. Aku bukan orang yang suka peduli sama urusan orang. Lebih jatuh ke bodo amat. Kalau butuh ya udah dibantu, kalau enggak yaudah gak masalah.

    Dan sindrom itu runtuh total saat masuk organisasi! Aduh, ini bukan punchline yang bagus, soalnya udah aku kasih bocoran di awal. Whehehe!

    Sembari membuka memori lama di album berdebu beberapa tahun lalu. Aku buka cerita ini lagi, ada satu momen dimana aku justru mengandalkan para stafku. Padahal aku posisinya kepala bidang. Acaranya Safik tahun 2016 kalau gak salah. 

    Halo Widy, kepala divisiku. Dia angkatan dibawahku 2 tahun. Dia juga baru 2 semester mengenyam pendidikan tinggi, tapi dapat amanah lumayan gede. Buat ngurus Safik. Sebenarnya ada ketuanya. Tapi karena ini acara dari bidangku, aku merasa jadi penanggungjawab utamanya :( aku gak tau sih, ngerasa sedih dan kecewa. Dan hambatanmya bukan yang bisa aku kendalikan. Karena aku harus magang! Huhuhu.

    Tapi alhamdulillah, berjalan lancar. Dengan banyak sekali catatan. Aku gak bisa pantau langsung. Hal-hal sepele macam apa yang mereka hadapi. 

    Selain itu juga, banyak hal yang membuat aku bisa gak tinggi hati ke orang, bukan berdasarkan umur atau strata sosial, dari apa yang dia katakan. Aku berulang kali dibuat terpesona dengan orasi orang atau apa yang kadang bikin geleng-geleng kepala.

    Oh ya, mungkin aku juga sudah bahas sosok ini di postingan beberapa tahun lalu. Tentang Gilang dan dia angkatan 2014 keknya. Aku seumur hidup kenal sama Presiden Bem UNS itu hanya 2. Satu, Doni yang kedua adalah Gilang, (edited: yg ketigaaa, o iyaaaa mas krisnaaaa. Presbem uns angkatan 2007 beheula sekaliii). Beberapa bulan yang lalu Gilang akhirnya nikah sama dia (yang sudah dia ikhtiarkan sejak lama). Dari obrolanku bareng Gilang (for first and last- soalnya aku gak tau bakal ketemu sama orang ini kapan lagi, mungkin dia uda gak inget aku wkwk) adalah masalah akselerasi waktu. Dia paham bakal mengalami masa-masa sulitnya pernikahan. Bakal ada di titik menderita semenderitanya. Konsep kehidupan seperti roda yang berjalan, dia pingin alami fase krisis menanjak ke atas itu di masa muda. Biar ada tenaga. Aku sepakat! Tapi itu versi maskulin ala-ala cowok, kalau cewek sepertiku mungkin beda aja penafsirannya, wkwk. 

    Meskipun merasa umur lebih tua, tapi zonk banget aku nangkepnya. Dari situ (karena Gilang ini hobinya orasi) dia manfaatkan persuasi caranya dia ngomong buat membuka inside baru yang membuka cakrawala berpikirku. Obrolanku sama Gilang berasa kayak anak tk diceramahi tentang ilmu fisika mbok, njomplang! Soalnya, aku masih jauh dari bentangan akal dan pikiran masalah pernikahan. Padahal umurku waktu itu 23/24 dan kayaknya Gilang juga belum lulus kuliah juga. 

    Akselerasi Gilang untuk menghimpun ilmu-ilmu pasca kampus keren sih. Soalnya ada tuh Presbem yang merasa vaccum of power. Gak ada yang butuh dia, banyak banyak-lah bikin Story instagram masalah politik negeri dan membandingkan dengan angkatan bawahnya yang gak senilaiii dengan si babang itu. Yaa begitulah yaa. 

    Sudah kubahas di postingan blog sebelumnya, setiap orang punya nilai dan standarisasi masing masing, begitu pula dengan organisasi, lembaga, negara, bahkan peradaban sekalipun. Jadi pliss, gak perlu ada yang namanya perbandingan.

    Dari situ aku sadar betul buat gak lagi menjatuhkan diri ke hadapan senior. Siapapun itu. Kita punya harga yang sama. 

    Tapi anjlok lagi!

    Ketika negeri api mulai menyerang. Mana pasukan bumi belum siap. Yaitu memasuki dunia kerja. Aku bekerja di CV sebuah penerbitan buku di Kartasura.

    Lama, semakin lama. Aku sadar. Aku mencium bau-bau perasaan, gila hormat lagi. Dan betul. Iya!

    Misal, ada mbak-mbak kelahiran 93 dan manggil salah seorang yg kelahiran 94, aku iseng nanya. "kok mbak itu manggil kamu 'mbak'?"

    Dia jawab, "kan aku di sini udah lama (dibanding dia, maksudnya)"

    Njegleg!

    Di luar nalar, hal yang sudah aku lupakan bertuhan tahun lalu, kayak kembali terajut. Tapi gimana ya, mungkin iklim yang diciptakan gtu. 

    Lagi!

    Untung masalah kantor yang satu ini hadir di bulan bulan awal aku bekerja. Masalah komunikasi staf lama pada staf baru.

    Dulu ada masalah dimana "aku merasa gak terima" dengan komunikasi salah seorang editor yang lagaknya berasa dewi banget. Kalau kata Manager, emang sih kinerjanya bagus. Tapiiii, di perusahaan itu gak ada tolak ukur kerjanya.

    Kayak semuanya serba subjektif aja. 'kamu gak fokus', 'kamu gak bisa alokasi waktu', at the same times, ada juga kok editor yang ngalami gak tau alokasi waktu dan hal-hal berbau kerjaan, tapi masih aman aman aja. 

    You know what I am saying? All of the evaluation result appeared by like and dislike. You like it or not!

    Si mbak ini ngerasa jago, sok, pakai duding-duding tangannya. Dari awal aku tau kesalahanku dan bilang, "yaudah mbak, mana saya kerjakan." 

    Trus dia ngoceh lagi, "nanti soal soalnya nyari di gugel, yang sesuai kd ini. Bla bla blaaaaa" 

    Dia merasa aku gak paham, dijelasin lagi tuh. Kalimatnya masih sama kayak yang di awal. Diputer lagi kayak es puter. Sangking kerasnya, dan satu ruangan sampai noleh dengan situasi yang serba berisik yang dia ciptakan ini. 

    Mbak mahadewi ini pun sudah selesai ngendiko, dan akhir kalimatnya dia nanya. "Ini aku atau kamu yang ngerjain?" tanyanya lagi. 

    Pada detik itu aku ngerasa capek dan bilang dengan hormat sekali, "yaudah, mbak aja." 

    E, e, eh, besoknya si mbak mencak-mencak gak terima. 

    Si mbak lapor sama editor yang udah senior. Dia bilang kalau aku gak tanggung jawab sama naskahku. 

    Laah, kemarin kan dia kasih opsi. Bagaimaneee? 

    Dia keras, aku juga gak mau kalah. Dia mengalah jatuhnya jadi jengkel. Kalau kata satu anak persekongkolanku, aku termasuk anak yang namanya udah diblacklist dari daftar hitam ruangan si mbaknya. 

    Bagaimana bisa ngajak lari seorang bayi. Aku kan juga orang baru. Baru juga kerja 2 bulan, mana aku tau masalah kd, mbaak?? 

    Menghela napas, hembuskan. 

    Konflik ini udah kayak balik lagi ke anak TK. Parah! I dont know exactly happened soalnya gak mau suudzon ya, aku banyak menemukan hal-hal buruk yang beredar tentang aku yang gak sesuai aku. You know what Iam saying? 

    Iyaa, digoreng! Kayak tahu bulat dadakan lima ratusan. Semua isu kalau digoreng emang aduhai lezat nian. Dan wuuusssshhhh, tau sendiri kalau perempuan-perempuan ngumpul diajakin ghibah, emang jempolan! 

    Sebenarnya indah banget kok. Kalau asal muasalnya bukan perkara senior dan junior, respect satu sama lain. Tenggang rasa! Kasih kesempatan aku ngomong dan jelasin! Kan kita sama. Ya. Sama-sama editor. Pangkatnya sama. Trus dia merasa diri dia benar gtu? Kan sejak awal aku bahkan udah ngrendah-rendah buat minta maaf duluan. 

    Aku merasa lingkunganku waktu itu masih dominan rasa rasa tinggi hati. Rasa untuk dipuji. Rasa untuk didengar, bukan mendengar. Rasa untuk menang, bukan mengalah. 

    Maha Besar Allah, secepat itu masalah datang buat menjauhkan aku dari lingkungan islamiyah wal toxikiyah tersebut. 

    Aku nulis tentang kantor lama uda 2 kali ini. Dan besok kalau kepikiran yang ketiga bisa pecah telur dadar kayaknya. Haha! Dan bukan berarti di kantor baru gak ada masalah yang gak aku ceritakan juga. Sebenarnya ada. Itu udah kayak daging gtu loh. Melekat. Tapi cerita orang lain yang ngalami, I mean dengan sikap ketidakpedulianku kan aku akan berada di kandang aman kalau gak mau bermain-main api. 

    You know what Iam saying! 

    Ada sebuah kalimat dari seseorang yang mengatakan bahwa kebijaksanaan orang diatur dari seninya dalam berkata-kata. 

    Menjunjung asas praduga tak bersalah. Tidak akan melihat satu belah pihak. Mungkin momentum terjadinya konflik itu bisa jadi tidak meletus kalau dulu itu saya sedang tidak dalam kondisi mendekati haid. Yang mana waktu akan mendekati masa-masa desmenore adalah fase paling sensi bagi setiap perempuan. Pun, termasuk saya. 

    Tapi, saya mana bisa menyalahkan berkat dari Tuhan Yang Maha Kuasa, ya kan? 

    Alhamdulillah banget, Allah biarkan saya berjumpa kembali pada fase "tinggi hati" yang pernah mampir dan menjadi selimut kelabu dari kamuflase gas oksigen di lingkungan tempat kerja saya yang dulu. Kalau udah darah, mana bisa diganti golongannya. Ibaratnya gtu. 

    Aku keluar dengan terhormat meski mendapat catatan. I said before! Gak ada kejelasan penilaian! Yang ada rasa suka dan gak suka. Catat. 

    Aku gak tau. Entah dunia anak sekolah, jaman Smp, SMA diospek sama Mas Yoga (aku masih inget wajah gantengnya mas Yoga pas jadi anak PI ngebentakin Juniornya di lapangan basket mbok, sampai sekarang. Eh pas dia tanding basket dbl aja kita bela-belain nonton di sritex), perpeloncoan ospek kampus (dimana aku baru tau dari beberapa tahun setelahnya, kalau air yang terakhir dicipratkan ke kita anak anak maba pada acara penutupan ospek adalah air yang dicampur air kencing kating kating nakal itu, huft huft) dan kemudian hidayah perkara pekerjaan. Aku sadar kita gak akan lepas dari jerat tali perpeloncoan. Masih ada memakai umur, status sosial, lamanya kerja, buat legitimasi "gila hormat" - nya. Dimanapun! 

    ... Tapi, 

    sebenarnya semua orang sadar dengan kesadaran penuh pada kenyataan ini. Namun, setengah sadar dari kesadaran mereka tertutup karena area pertemanan mereka di zona yang membuatnya nyaman dan terbutakan. 

    Bahwa, kata kata yang keluar, entah bentakan, cacian, hinaan, bahkan semangat, motivasi dan lainnya akan memengaruhi alam bawah sadar kita. Toh, kalau kita baik ya, pasti dibalas dengan kebaikan kok. Sama kaya mendoakan. Doa baik akan kembali ke orang yang mendoakan juga. 

    Bukankah tambah toxic aja kalau lingkungan kita gak sehat? Iya satu. Meskipun satu orang, misalnya tapi manusia mempunyai kendali dan kewarasan persuasi untuk memengaruhi orang di sekitarnya. Bertambah buruk, kalau hal yang disebar buruk. Bertambah baik pula kalau lingkungan tersebut membudidayakan hal baik. 

    Coba bayangkan kalau lingkungan oksigen kita penuh orang-orang yang positif, kompetitif, aktif, dimana tenggang rasa, semangat motivasi tinggi. 

    Indah kan? 

    Kita juga berpacu ke arah sana juga, kan. 

    Kalau kita memang bekerja niatnya buat nyari makan, apa bedanya dengan kinkong yang hidup di dunia ini juga buat nyari makan juga 😏

    Noh kalian-kalian dan aku (note to my self) yang gila hormat, aku sandingkan dengan kingkong, gak tuh. 

    Satu hal yang pasti, kebaikan hati seperti hal remeh perihal bab hormat, respect, diberi ruang bicara, toleransi, dan tidak tinggi hati adalah satu dari sekian banyak hal yang kita bawa juga kebermanfaatannya. 

    Apalagi kan nilai-nilai itu wajawentahan dari amanat Pancasila sila kedua yang berbunyi "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" yang mana Pancasila sendiri kalau kata Taufik Kiemas masuk dalam 4 pilar bernegara. 

    ... Descalimer: sebagai bagian imagined community-nya Benedict Anderson, aku masih ada secuil tipis nasionalis loh. 

    Coba deh, sila ke-2 Pancasila ini udah masuk berapa Kompetensi Dasar Tematik Kurikulum 2013 ini, teman-teman? Kita ajarkan generasi termuda kita buat gak ngerasa gila hormat sedini mungkin. 

    Sepakat? Bungkus Yuk! 

    ***

    18.09
    Minggu, 1 Maret 2020
    Selesai diare, renang dong! 
    Pulang renang habis duhur sampai maghrib sibuk buat postingan sepanjang ini. 
    Uhuk, habis isya diajak bapak party merayakan tanggal 27 februari yang terlewat! 


    For Last, aku merangkumnya menjadi untaian ayat-ayat asmara dalam satu terjemahan yang mungkin bisa diterima. Katanya, manusia adalah makhluk yang sederhana. 




    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ►  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ►  Jun 2021 (3)
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ▼  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ▼  Mar 2020 (6)
        • Perkara Social Distancing, Aku Pernah Lebih Parah ...
        • Ihwal Genre Musik
        • Glorifikasi Rasa Sayang dari Tahun ke Tahun
        • Balada Kisah Pertemanan Kampusku~
        • Berkeliling Dunia? Ah, Doakan saja!
        • Hei, Kita Punya Harga Yang Sama!
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top