Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini

    Aku gila!!!
    Hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya. Hahaha... Aku memang benar merasakan kalau aku itu gila. Tapi sayangnya, aku tak pernah menyadarinya. Hahha.. Namanya orang gila. Masa ada orang yang ngaku ngaku kalau orang itu gila. Ngga waras banget kan??

    Kejadian nahas yang gue alamin ini, sangat memalukan kalau orang itu waras. Sayangnya saja aku gila. Saat aku pulang dari ngerjain tugas tik.nya bu dyah. Ngerjain sepuluh lembar corel draw. Gila banget ya??? Nah, aku pulang dari mojosongo, dirumah.e mas rudi. Yang ngebantuin aku buat corelnya. Dan pulangnya, yang saat itu cuma hujan gerimis, gue pulang dengan nahasnya memakai jas hujan. Padahal daerah mojosongo sampai solo baru Tidak hujan. Whuhahhahah.... Kalau ada orang di jalan yang nanya, gue tinggal jawab :"tadi hhuujannn, pakk!!".

    Whuahahah.... Gue tertawa geli menatap kenyataan.

    Apalagi nglewat orang orang yang banyak
    Gue ngrasa, kalau semua orang di dunia ini hak semua orang. Bagi siapa saja. Berhak gila. Walaupun itu tidak ada dalilnya.


    by nabila chafa, selalu gila. ^...^
    Continue Reading
    Apakah kau merasakan apa yang kurasakan??

    Seperti gelombang badai menerpa wajahku saat itu. Disaat banyak harapan yang datang, tak sekalipun mereka menatapku senang. Mereka cuek. Kaku. Terasa begitu pedih dan perih.Kadang aku berpikir, hidup tak sesempurna yang kuinginkan. Kau tau?? Disaat kau punya masalah, tak sekalipun mereka membantumu menyelesaikannya. Mereka tersenyum miris. Begitu terasa hampa tanpa sebuah jawaban. Indah dunia tak berarti itu milikku.Aku tahu. Bahwa tak sekalipun mereka memihakku. Aku terkadang linu dengan kesalahanku. Terkadang pula terasa begitu menyakitkan untuk kuingat. Semuanya sepi. Hampa.Mereka tak menganggapku ada. Apakah aku begitu pesakitannya. Bahkan aku tak menyadari semuanya. Terlalu bodoh diriku memikirkan itu. Terkadang mereka sungguh membuatku kecewa. Tapi apalah!!!

    Semua berkembang begitu cepat. Metafora untuk dunia berubah. Sampai aku tak sadar menyadari keberadaannya. Aku terhanyut dengan indahnya dunia. Mungkin itu ketololanku yang lain. Aku tak menyadari banyak ketololan yang kubuat untuk dunia. Aku hanya sekedar berharap untuk lebih baik. Tapi apalah doaku ini tanpa langkah yang nyata, yang kuperbuat. Hanya mimpi kosong. Hanya mimpi senja.

    >>>Kuharap semuanya baik-baik saja. Sampai aku menemukannya. Menemukan yang terbaik untuk ku pinta.
    <<<Nabila chafa, 
    Continue Reading
    A: Bang, beli es teh!! 
    B: Adanya es manis, neng…
    A: Nggak usah manis yang penting setia
        (lho kok)


    Cinta bagi hidup gue terlalu abstrak. Susah ditebak. Ngga seperti kita ngerjain fisika ato matematik. Comot rumus ini, di itung jadi deh. Nggak sesimpel itu ngomongin perasaan seseorang. Mungkin hari ini kita lagi jatuh cinta belom kalo 3 tahun yang akan datang. Apa hati kita akan berbunga-bunga kaya hari ini.
    Gue pernah ngalamin menderitanya jatuh cinta. Ngga enak bangetlah yang penting. Coba loe bayangin, hampir 9 tahun gue suka ma itu orang. Pas gue jadiin status di fasbuk, mungkin banyak orang yang mikir, “Kasihan banget tu orang. Cinta tak berbalas. Jelek kali orangnya, jadi ngga laku.” Haduhhhh…
    “Tahun ini adalah tahun ke-9 aku jadi penggemarmu.”
    Sohib gue pas di kelas satu SMA nanya, ‘siapa sih, bil?’ dalam hati gue mbatin, ‘Ya Allah da, selama setahun gue crita panjang lebar sampai muncrat loe nggak tau!! Tega loe, da. Putus pertemanan’ Ada lagi satu komen dari sobatku yang setia sepanjang waktu, sussy semilikity ‘Ya Allah bil, mbok tak kasi tau ke orangnya aja daripada liat loe menderita.’ Gue tau kalau sussy ini adik kelas dari cowok yang selama ini gue sukai mana satu ekskul bareng lagi. Gimana ngga dapet informan ngga terpercaya.
    Gue Cuma njawab comment dengan 2 kata pamungkas “Tetap bertahan”. Gila. Kadang gue mikir, kenapa gue harus suka sama orang yang udah gue taksir sejak kelas 3 SD itu sampai sekarang. Kelas 2 SMA. Mana ngga berbalas lagi. Tapi kok lama-lama kok lebih sakit dari sakit diare sih.
    Sebetulnya bukan masalah dibalas ngga dibalasnya yang gue permasalahin. Tapi gue sempat shock berat kalo dia itu masi punya darah kekeluargaan dengan gue. HADOUGH….:) Kiamat sudah dekat. Nyi roro kidul keluar dari sarangnya. Saat itu gue taunya pas nyokap gue ngajak gue buat cari buku pinjeman dari kakak kelas. Kan saat itu gue udah naik ke kelas 6 SD, karena kata nyokap  buku dari tahun ke tahun itu selalu sama. Maka dari itu pemirsa-pemirsa nyokap gue nggak mau rugi dalam membelikan gue buku pelajaran.
    “Pinjam dulu aja. Ntar, klo ngga cocok beli” kata nyokap gue waktu itu. Gue emang tau sifat nyokap yang selalu perhitungan. Maklum nyokap gue menjabat sebagai mentri Keuangan di keluarga menggantikan posisi Sri Mulyani. (Maksudnya???)
    “Abis ini, pinjam buku dari anaknya Pak Fauzan ya? Dia kan kakak kelasmu juga.” Kata nyokap.
    Gue Cuma berdehem. Dalam hati gue nggak enak badan. Mana kepala puyeng-puyeng lagi. Gue Cuma bisa nurut. Jangan dibatah. Orang tua. Durhaka.
    Gue diajak nyokap di sebuah rumah yang sama sekali ngga gue kenal sebelumnya. Pas gue masuk . MASYARAKATTT!!! ‘Lho kakaknya….’ Mulut gue menganga lebar. Tak percaya dengan kenyataan ini. Tuhan, jangan biarkan ini terjadi padaku. JLEB. Jadi, ternyata anaknya Pak Fauzan adalah kak Toni, pujaan hati dan sweet heart ku yang juga sebagai cowok na’as yang gue sukai selama ini. Ya Allah, tolonglah hambamu yang tak berdosa ini. Selamatkan kami dari kesulitan dan rintangan, AMien.
    Gue diajak masuk ke rumah oleh nyokap gue dan dikenalin sama nyokapnya Toni. Orangnya ramah tapi klo liat muka seremnya suami jadi ngiler sendiri. Maksud gue Pak Fauzan,nya. Toni lagi di luar sama mas-mas yang nyimak bacaan al-Qur’annya. Hadowh. Orang ini emang sangat alim (Siang keliling kampong, malamnya Maling). Gue juga di kasi tau kalo Toni itu punya kakak perempuan, namanya Mbak Ika.
    Toni ngga tau. Maksud gue, dia mandang gue pada saat itu sebagai tamu. Bukan orang yang mau minta kawin sama anak yang baru lulus SD. Gue ngerti kok. Gue ngerti. Setelah acara pinjam-meminjamnya buku selesai. Gue bisikin ke telinga nyokap gue biar cepet-cepet kabur. Ndak..ndak kuat… Aku ndak kuat sama Krebo..krebo..(lagunya 7 Icons mengalun merdu). Gue sedikit bersyukur karena Toni ngga tau tampang gue. Dia terlalu serius baca Qur’annya. Fyiuh,….
    Itu adalah kejadian yang bikin gue shock berat setengah mampus. Kakak kelas yang gue suka ternyata anaknya Pak Fauzan. Kita emang saudara jauh. Jauuuhhh… banget dah. Tapi masa sama anak dari ayah yang kakeknya adalah sepupu nenek gue sih.
    Tapi loe mikir. Sampai 9 tahun gue belom ngelepasin cinta monyet gue. Gue juga bisa njawab 2 kata ‘Nggak tau’ gue nggak tau sampai sebegitukah gue nyukai orang. Oh, NO. jangan sampai itu terjadi. Tapi susah nglepasinnya. Dalam hati gue Cuma bisa bilang “Biarkan waktu yang menjawabnya” (pasrahan banget gue jadi orang)
    Dan kejadian sehari-hari gue masih sama yaitu menganggumi tanpa dicintai. Masi menganggumi tulisan tangannya yang kaya cakar ayam itu. Milik sang empunya. Kak Toni.

    Thank’s Kak Toni. Udah ngasi sesuatu buat hidupku. Aku yang telalu bodoh menyukai Gundhul mu kak…



    By Nabila Chafa.
    Continue Reading

    Tuhan, gelombang kehidupan mendera. Dengan frekuensi kekuatan gelombang yang dahsyat. Bahkan Maha Dahsyat. Dan kumohon, sampai kapan semua ini bias membuatku bertahan?

                    Cinta itu abstrak. Terlalu rumit. Terasa tanpa ada jawaban. Walaupun itu hanya sebuah pernyataan. Dan terasa kontradiktif jika dibuat pernyataan. Tak ada jawabnya. Karena sangat sulit pemecahannya.
                    Refleksi sinar pun juga tak bias menjawab hakekat cinta itu sebenarnya. Tanpa anonym. Tapi ada penciptanya. Berawal dari butiran molekul darah menuju ke system peredaran darah. Rasa itu menyatu menjadi kekuatan yang dahsyat. Rasa menyatu menjadi kekuatan yang dahsyat/bahkan Maha Dahsyat. Rasa suka yang teramat dalam. Tidak berlebihan. Tapi juga tidak kekurangan. Tetapi seimbang namun dalam. Sampai sekarang aku juga belum mengetahui apa itu cinta.
    Tapi yang jelas. Jawaban dari semua itu adalah…
    Sesuatu yang paling berkuasa dan memegang kendali penuh pada diri kita. Sesuatu yang Maha Kaya cinta, yang tiada henti memberikan sejuta rahmat cintanya kepada kita semua.

    <<Tuhan, Beri tempat terbaik untuk orang-orang yang ku cintai
    <<Walau ku tau, aku tak begitu tau cinta itu
    <<Tuhan, beri kebahagian untuk semua orang di sisiku.
    <<Walau ku tau, mereka bukan yang terbaik untukku
    <<Asalkan mereka bahagia dan mendapatkan apa yang mereka minta
    <<Itu sudah lebih dari cukup dari rasa sebuah cinta..

    >>nabila chafa yellow sweet
    Continue Reading
    Hari ini sekolahku pulang pagi. Tidak terlalu pagi hanya sekitar pukul 11.15 WIB. Ibu dari guruku meinggal dunia. Pak Aris namanya. Teringat saat hari Sabtu 22 Oktober 2011 saat nenekku harus tiada.
                Awalnya kaget. Tapi aku bisa merasakan. Lama sekali bahwa diminggu-minggu terakhir ini aku merasakan akan kehilangan nenek untuk selamanya. Aku kaget.
                Mengenang nenekku disurga. Aku yakin bahwa beliau tersenyum senang. Sudah banyak kebaikan didunianya. Aku memahami mencerna sosok nenek. Apakah kau merasakan kalau nenekku itu orangnya terlalu pelit. Hm…kupikir iya. Karena aku merasakanya.
    Ibuku memberitahuku kemarin. Nenek selalu makan makanan yang sederhana walau banyak rezeki. Nenek selalu menghemat uang bahkan makanan yang Ia punya untuk cucunya. Ia bagikan sama rata. Tidak sedikitpun ia merasa mengeluh. Pernah suatu ketika, aku membuka wajan tempat pemasakannya. Ada beberapa gorengan daging ayam. Saat kuambil, sudah tercium bau busuk. Sebegitukah nyatakah perhatian nenek??? Aku menangis seketika.
    Nenek adalah orang yang dermawan, tak kenal lelah dalam bekerja. Lihat jempol dikpaki kanan nenek. Jempol yang begitu kuat untuk menyangga beras yang ia jual di gendongan punggungnya. Seusia aku SMA, nenek sudah berjuang keras berdagang. Berpuluh-puluh kilometer ia tempuh dengan kaki kokohnya. Hebat bukan???
    Selama berpuluh tahun ia mengarungi hidup dengan berjualan. Tak lekas membuatnya patah harapan. Ia bahkan punya harapan yang menjulang tinggi diatas awan. Menarik semua orang agar mau melihatnya. Bahwa nenek mampu…. Bahwa, nenek ada… Bahwa nenek bisa….
    Harapan yang sungguh mulia. Ia pekerja keras yang luar biasa sampai membuahkan banyak hasil. Coba liat!!! Puluhan hektar sawah itu sekarang milik siapa?? Anak cucumu hanya bisa memanfaatkannya saja tanpa bisa berbuat yang lebih. Wujud nyata pengorbanan nenek terlupakan.
    Nenek begitu mulia…
    Nenek sungguh berharga….
    Nenek juga yang membuatku bisa bertahan..
    Nenek juga yang rajin menasehatiku agar rajin belajar..
    Tapi aku bodoh, nek…
    Aku bukan professor Habibi, atau apalah itu.
    Tapi…
    Sungguh aku menikmati semua keterbatasanku ini. Aku ingin nenek tau, bahwa aku akan berusaha menjadi apa yang nenek mau.
    I Promise that, grandma….


    *      Nenek disurga banyak dikelilingi biadadara ganteng ya, nek?
    *      Minta sama Tuhan supaya diturunin satu, nek!
    *      Aku lagi kesepian….
    *      Kayaknya Kak Cakra sudah punya pacar deh, nek.
    *      Ada ngga nek, bidadara yang lebih cakep dari kak Cakra?
    *      Kalau ada kirim ke sini ya, nek… Aku mau pamerin di depan kak Cakra besok!


    >>>By Nabila.
    Continue Reading
    Final Destination 5 and Incidious.
    Kelas social One lagi gempar-gemparnya liat film itu. Mana nakutin lagi. Tau nggak, kalau njeritnya anak-anak itu sampai membahana membuat gempar dunia. Kalian percaya itu??
    Emang benar, setiap frame adegannya disajikan secara gamblang untuk ngliat bentuk asli setannya apalagi di FD 5, kematian yang beruntun itu membuat perut ingin muntah.  Ada adegan yang sempat aku ingat, saat ada cewek harus memeriksakan matanya. Lalu erornya sistem yang digunakan paramedis itu sampai bola mata si cewek itu keCUBLES. Nakuti n ngga? Bagi aku, itu nakutin banget. Apalagi aku punya mata. Dan saat-saat meninggalnya cewek itu yang sangat teramat tragis, adalah dia twerjun gitu aja dari ruangan pemeriksaan tadi dan jatuh denga bola mata yang copot dan kePLINDES mobil. HIYYYYYY....:>
    Hwaaa, rasanya begitu.... MENEGANGKAN. Liat cerita anak social One, lagi ya... Besok mo ngapain kelas aku, Gue juga ngga tau. Makanya PANTENGIN teruz, blog Gue. ....:)))
    nabila:")
    Continue Reading
    Kita dari social One SMAGA jaya, buktinya kita selalu kompak setiap saat.
    Kita punya satu tujuan yang sama. Kita satu. Kita punya harapan. Jangan LOE pikir anak IPS itu nggak punya sesuatu yang lebih untuk diperlihatkan. Negeri ini maju juga berkat anak IPS. IPS jaya... IPS bersinar setiap saat. Kalian itu???

    Kami punya segala sesuatu yang berada dalam sosial. Mengurus negeri ini lebih tepatnya.
    Saatnya anak IPS maju,
    IPS jaya!!!!
    Continue Reading
    We Are ASEM.....
    tahun 2010-2011
    SMAGA CERIA



    Aku tidak seperti kakimu,
    yang selalu mengiringi langkahmu saat berjalan.
    dan aku bukan tanganmu yang setia membantumu,
    saat kamu kesusahan.
    Tapi aku hanya bisa mengukir namamu, sebagai SAHABATku....

    Billa  Nabila  Chafa  Gundhulz
    Continue Reading
     “Hei Putra, lagi ngapain nih ? Sibuk bener !” sambil menempatkan diri di bangku warung kantin sekolah.
    “Memangnya aku lagi sibuk apa ?” tatapan lembut Putra mengarah lurus ke arah chafa.
    “Sibuk makan !” sambil tertawa lepas.
    “Kamu ini. Apanya yang lucu? Mau pesan makan apa?” tanyanya kaku.
    “ehm.. sate ular anak konda, ada nggak ?” tak  serius.
    “Jangan bercanda, Aku pesankan bakso aja ya..” berpaling pergi meninggalkan chafa untuk memesan makan.
    “Ah lama banget !” terheran.
    “Sorry fa, sama mbayar semua makan yang di pesen tadi.” Sambil menyedot es tehnya.
    “Berarti pesananku juga dong.” Tampak senang.
    Putra tak menjawab tetapi ia menjawab dengan senyumannya yang ramah dan paling lembut di mata chafa.
    “Makannya di cepetin ya, dah mau bel tuh !” Putra mengingatkan.
    “kamu bisa pergi ke kelas duluan.”
    “Ah, aku nggak tega jika harus ninggalin kamu sendiri disini. Ntar di culik lagi.” Katanya dengan perhatian.
    “Siapa juga yang mau nyulik aku. Kalo cowok cakep gitu, aku mau.” Sambil sibuk memakan gelindingan bakso tanpa merasa bersalah harus melihat Putra yang tengah menunggunya.
    Setelah selesai, chafa langsung mengambil snack kacang yang biasa di taruh di meja.
    “kamu ini memang temanku yang sangat baik, Maka tak salah jika Farida suka sama kamu. Kenapa kamu nggak terima saja. Udah kaya, cantik, manis, wah perfect-lah.” Tak sadar jika Putra telah jauh darinya.
    “Aku dah bilang kan, kalo aku nggak suka.” Cuek.
    “He..he.. sory abis kamu itu aneh. Kenapa kamu nggak suka?” sambil makan seenaknya sambil berlari menjejeri ruang gerak Putra.
    Putra hanya terdiam. Tak tahu apa yang ada dipikirannya saat itu.
    “Putra !!!” seru anak cewek tak jauh dari tempat chafa dan Putra berjalan.
    Mereka menoleh. Mencari sumber suara yang memanggil Putra.
    “Put, ntar malam ulang tahunku. Kamu datang ya?” Tanya Shinta anak tetangga sebelah.
    Putra hanya berdeham menyanggupi seraya mengambil undangan yang disodorkan ke arahnya.
    “Harap datang, okay?” katanya lagi sambil pamitan pergi.
    Putra melangkah melanjutkan perjalanannya ke kelas. Chafa masih termenung di tempatnya.
    “Kok aku nggak diundang sih?” gerutunya dalam hati.
    “Hei fa, Ayo !” ajak Putra seraya melambaikan tangan.
    “Heh!” Chafa sesaat tersadar.
    “Bu Muji dah datang tuh !” sambil menunjuk kelasnya.
    Chafa berlari kecil menuju ke kelasnya. Memulai penderitaan baru, bersama pelajaran Fisika dua jam pelajaran. Lama banget, kalau ditunggu.
    ●●●●●●
    “Hei rik, buku jurnalnya sudah kamu bawa?” Tanya Chafa ke arah Riko.
    “Udah, tapi  bentar lagi dibawa Pak Muhdi.”
    “ya sudah…”
    “Eh, ada kado rupanya. Buat siapa Son?” Chafa menggoda Soni, teman sebangkunya Riko.
    “Bukan. Ini untuk…” Soni tak bisa melanjutkan katanya karena Putra dating dan menarik tangan Chafa.
    “Bentar-bentar!” Chafa merasa tertarik dengan apa yang akan diucapkan Soni.
    “Nggak jadi kok.” Soni mengelak untuk melanjutkan ucapannya tadi.
    “Aku pinjam bukumu.” Putra sambil mengembangkan senyum manis menggoda.
    “Ambil aja di tasku. Bangku nomor 3 dari belakang.” Sambil menunjuk tempat duduknya.
    “Hei Chafa, nanti pulang sekolah kita pergi ke rumahnya Farida untuk nyelesain makalah kita.” Dina tiba-tiba datang.
    “Oh ya, tapi ntar aku agak lama karna mau cari buku dulu di perpus.” Sambil sibuk sendiri mengalihkan pandangan.
    “Tapi jangan lama-lama. Ntar aku juga mau beli baju untuk pestanya Shinta. Kamu ikut?” tanyanya.
    “Males ah, mending nonton bola di rumah. Pertandingan nanti malam kan Liverpool lawan MU.” Katanya antusias.
    “Tapi jangan lupa nanti pulang sekolah kerja kelompok!” ingatnya sebelum pergi.
    “Oke deh…” sambil bergegas menuju ke tempat duduknya.
    Saat Chafa melewati bangku Farida, seperti biasa ia kembangkan senyumnya tetapi Farida hanya membalas dengan senyum sinis. Ia terus saja melangkah menuju bangkunya yang sudah ada penunggunya yaitu Putra.
    “Nih bukunya. Thanks ya buat contekkannya.” Kata Putra sambil menyodorkan buku Kimianya.
    Sesekali Chafa mengalihkan pandangan ke semua temannya. Saat itu ia tertuju ke arah Farida yang tiba-tiba berbalik ke belakang dan melihat Chafa yang sedang diajak ngobrol oleh Putra.
    “Hei fa….” Putra terheran melihat Chafa yang melamun.
    “Eh apa. Kamu ngomong apa tadi?” sambil menoleh ke arah Putra.
    Dengan senyuman lembut Putra tampakkan ke Chafa. Chafa sangat merindukan senyuman itu. Ia terlihat seperti sewaktu SMP. Mungkin Chafa berpikir saat itu Putra berubah menjadi cowok cantik seperti julukan yang diberikan oleh Putra.
    “Lagi gambar apa Put?” Chafa terpancing gambar yang dibuat Putra.
    “Bagus kan!” Pujinya sambil memamerkan gambarnya di hadapan Putra.
    “Wah cantik banget ceweknya apalagi cowoknya. Ini aku sama Kyuhyun kan?” dengan nada kePD-an.
    Chafa merasa diperhatikan oleh Farida. Selama pelajaran Farida selalu menoleh ke belakang untuk mengamatinya dan Putra. Chafa pun harus siap mental karena setelah pulang sekolah nanti ia harus pergi kerja kelompok di rumahnya.
    “Tuh kan, bengong lagi. Mikirin apa sih?” Putra memergoki Chafa yang tengah melamun.
    Chafa lama banget tidak menjawab pertanyaan Putra. Ia terlihat berpikir keras.
    ●●●●●●
    “Chafa, aku pulang dulu ya!” berdiri dan menggendong tas punggungnya.
    “Ya…” sahut Chafa yang tengah membereskan buku-bukunya.
    Chafa dengan gontai meninggalkan kelas 2 IPA 2, kelasnya yang menemaninya hampir setengah tahun. Saat ia memasuki Perputakaan, ia melihat masih banyak teman-temannya yang sedang berada di sana. Terlihat juga Soni yang berada di dekat rak buku Sejarah.
    “Hei son, Cari buku apa?” Chafa menghampiri.
    “Buku Pembangunan Era Orde Lama.” Sahutnya dengan serius.
    Chafa hanya mengangguk-anggukkan kepala. Paham.
    “Kamu sendiri?” Tanya Soni sambil masih sibuk.
    “Buku Kimia.” Jawab Chafa pendek.
    “Fa, aku mau ngomong sama kamu.” Kata Cowok yang menyandang predikat Playboy itu.
    “Kamu ngomong aja sekarang.” Chafa sibuk.
    “Nih dia. Bukunya sudah ketemu.” Chafa senang.
    “Kita bicara di luar yuk!” ajak Soni.
    “Oke..”
    Soni mengajak Chafa di taman belakang sekolah. Di sana ada bangku panjang, Soni pun mempersilahkan Chafa untuk duduk.
    “Fa, aku mau ngasih kado ini untukmu.” Katanya keki.
    “Ha!! Nggak salah. Perasaan aku nggak ultah, hari valentine pun masih 5 hari lagi. Ada acara apa kamu ngasih aku kado?” Chafa tak percaya.
    “Aku…Aku suka sama kamu, fa.” Kata Soni setengah gugup.
    “Ha…?” Chafa membelalak tak percaya.
    Hening. Chafa sama sekali tak percaya jika Soni akan mengungkapkan perasaannya.
    “Maaf aku nggak….” Chafa mulai dengan membuka perbincangan.
    “Aku tahu kok.” Potong Soni cepat sebelum Chafa menyelesaikan ucapannya.
    Chafa pergi meninggalkan Soni di taman sekolah. Ia segera tancap gas untuk pergi ke rumahnya Farida. Ia sangat terkejut jika ia akan mendapatkan hari semacam ini. Ia kehilangan kendali, ia tak sanggup lagi. Jika Dina tahu kejadian ini, mungkin banyak masalah yang akan menghampirinya. Karena Dina diputusin Soni tanpa sebab dan sebenarnya Dina masih sayang dengan Soni.
    Tiba-tiba motornya berbelok ke jalan Ahmad Dahlan. Jalan menuju ke rumahnya Farida. Chafa terhenti di depan rumah nomor 16. Rumah seluas istana dengan pagar besi yang mengelilingi di setiap sudut. Tak lama, seorang satpam mempersilahkan Chafa untuk masuk setelah sekian lama ia memencet bel.
    “Hei fa….” Sambut Dina.
    “Sory, kalian nunggu aku lama ya..?” sambil menghampiri temannya.
    “Nggak juga. Aku barusan sampai kok.” Dina sambil mempersilahkan masuk ke dalam.
    “Gimana udah semua?” Tanya Chafa basa-basi.
    “Udah selesai kok.” Farida dengan suara lembutnya.
    Farida memang sangat kalem. Chafa pernah berpikir kalau Farida itu sama seperti Putra. Serasi banget. Putra dan Farida sama-sama punya senyum manis menawan. Sama-sama kalem. Karena kekalemannya Farida itu hampir membuat Chafa tak percaya kalau ia pernah nembak Putra di kelas. Tetapi saat itu, ia tidak masuk sekolah. Jadi tidak melihat pertunjukkan di kelasnya.
    “Kita cepet selesai karena bantuanmu, fa. Makalah yang kamu buat itu mirip seperti yang diperintahkan. Jadi kita berdua tidak harus capai-capai ngerjain.” Dina tersenyum puas.
    “Ini minumnya. Diminum ya..” Farida mengingatkan.
    “Sory, aku buru-buru. Aku sudah ada dengan Ofi, sepupuku mau ke salon buat ntar malam.” Dina sambil membereskan buku-bukunya ke dalam tas.
    “Dah….” Pamitnya.
    “Fa, Boleh aku mau ngomong sama kamu?”
    “Mau ngomong apa da?” sambil mengunyah biscuit.
    “Kamu ini teman akrabnya Putra. Dari cara kalian berteman sepertinya kalian tidak benar-benar berteman. Mungkin lebih dari sekedar teman.”
    “Maksudmu pacar!” Chafa menebak.
    Farida hanya mengangguk.
    “Jangan berpikir yang tidak-tidak.” Sergah Chafa tak suka.
    “Putra merasa nyaman banget sama kamu.” Tambah Farida.
    “Nggak juga. Malah lebih serasi kalau sama kamu.” Chafa kehabisan kata-kata.
    “Aku yakin suatu saat dia akan nyatakan cinta padamu.” Farida keukeuh.
    “Sudah sore. Aku mau mampir ke toko buku dulu.” Chafa pamitan.
    “Kamu nanti datang ke pestanya Shinta?” Tanya Farida lagi.
    “Sebetulnya da, kunci untuk bisa ngrebut hatinya Putra adalah kamu coba deketin dan jadikan dia teman kamu. Lama kelamaan dia bisa mengenalmu lebih dalam. Aku nggak mau ngrusak hari bahagiamu dengan Putra nanti malam. Aku tidak ikut.” Chafa yakin.
    “Terima kasih, fa..” Farida mengembangkan senyum dan mengantar Chafa sampai gerbang.
    “Dah….”
    ●●●●●●
    Putra membelokkan mobilnya di perumahan jalan Mawar. Ia berpikir Chafa akan menunggunya di perhelatan pesta kebun di rumah Shinta. Ia memarkir mobil merahnya di depan rumah Shinta dan turun dengan membawa bunga mawar yang sengaja ia petik di kebun belakang rumahnya.
    Saat Putra bergegas untuk masuk ia melihat Soni tampak terburu-buru tancap gas. Ia tak begitu peduli. Ketika akan menginjakkan kakinya di rumahnya Shinta, Shinta sudah berdiri menyambut pangerannya.
    “Putra, aku sudah nunggu kamu lho…” dengan tak tahu malu menggandeng lengan Putra.
    Putra gerah dan melepasnya dengan kasar. Ia terlihat tak suka diperlakukan Shinta seperti itu. Putra meninggalkan Shinta yang masih bergaya dengan gaun belahannya itu. Ia menemui Farida, salah satu teman sekelasnya yang diundang dalam acara pesta ini. Sebelum Putra bertanya, Dina tiba-tiba datang dengan wajah cemas.
    “Dimana Soni tadi?”
    “Aku tadi lihat, dia buru-buru tancap gas.” Putra dengan nada cuek.
    “Kira-kira kemana ya..?” Dina masih cemas.
    “Chafa tidak datang ya?” Tanya Putra sambil menyelidiki orang-orang yang datang. Barangkali Chafa datang terlambat.
    “Dia kan memang nggak mau datang.” Dina memberitahu.
    “Kenapa?” Tanya Putra lagi.
    “Biasalah. Dia kan lebih suka nonton pertandingan bola daripada ikut acara kaya ginian.” Tambah Dina.
    “Dassarrr.” Putra geram.
    “Put, ayo ke taman belakang. Acaranya sudah mau dimulai!” ajak Farida.
    “Kamu duluan aja.” Sambil melepas jasnya dan mengendorkan dasinya untuk membuka kancing bajunya yang terletak di atas.
    Putra tampak sangat lemas mendengar Chafa tidak ikut pestanya Shinta. Padahal Chafa memintanya untuk datang ke pesta ini. Ia tak habis pikir kenapa Chafa menyuruhnya datang padahal dirinya tidak mau datang. Sesekali Putra menghubungi Chafa lewat handphone-nya. Tapi tak diangkat oleh Chafa. Tiba-tiba Shinta datang dengan membawa kue ultahnya.
    “Ini untuk kamu Putra. Orang yang sangat aku cintai.” Kata Shinta tak tahu malu.
    Putra langsung mengambil jasnya dan memakainya sekenanya. Sambil berlari kecil menuju mobilnya untuk tancap gas. Dandanannya rusak. Ia tak peduli.
    “Hei Putra. Mau kemana?” berusaha mencegah Putra untuk pergi.
    Putra tak menghiraukan. Ia kembali ke mobil dan menghidupkan mesinnya. Ia menyetir dengan kecepatan maksimal. Ia berusaha mencapai rumah Chafa. Saat Putra mematikan mesin mobilnya, ia melihat ada mobil yang sangat ia kenal diparkir di depan rumah Chafa. Dengan langkah gontai ia berjalan menuju ke pintu rumah dan mulai mengetuknya.
    Putra mendengar ada langkah seseorang membukakan pintu. Dengan pandangan refleks orang yang membukakan pintu tadi menatap Putra dari atas sampai bawah.
    “Wah, cakep banget Put. Mau kondangan?” Chafa terkagum-kagum.
    “Siapa orang yang ada di dalam rumahmu, fa?” katanya sinis.
    “Soni….” Kata Chafa pendek.
    “O… Orang itu yang menghipnotis kamu sampai teleponku nggak kamu angkat.” Terlihat tak suka.
    “Terus mau kamu apa?” Chafa terpancing emosi melihat Putra marah dadakan seperti itu.
    Soni pun menghampiri mereka berdua dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah.
    “Ayo masuk udara di luar sangat dingin.” Ajak Soni.
    “Nggak usah baik.” Putra sinis menatap Soni.
    “Hm… kalau begitu, aku pulang dulu fa. Takut ngganggu kamu.” Soni pamit.
    Muka Putra bersinar ketika Soni mengatakan hal itu. Dengan langkah gaya kerennya ia duduk di bangku teras depan rumah Chafa sambil mengamati anggrek-anggrek koleksinya Chafa.
    “Kamu mau apa disini?” Chafa mengawali pembicaraan.
    “Kenapa kamu nggak ngomong dulu ke aku, kalau kamu nggak ikut pestanya Shinta.” Dengan tampang sok keren.
    “Emang penting.” Jawabnya singkat.
    “Tadi Soni kesini ngapain?” Tanya Putra penasaran.
    “Tadi siang dia…” Chafa tak bisa meneruskan ucapannya.
    “Dia?” Putra merasa tertarik dengan perbincangan ini.
    “Dia nembak aku. Puas?” Chafa sinis.
    Putra kaget. Ia tak tahu apa yang sedang ia rasakan. Cemburu kah?
    “Tumben sepi?” Putra mengalihkan topik perbincangan.
    “Semuanya lagi pergi ke rumah saudaraku di Jepara.”
    “Kapan pulang?”
    “Nggak tahu.”
    “Sendirian?”
    “Nggak.”
    Putra yang sejak tadi risih dengan jawaban pendeknya Chafa.
    “Ini….” Sambil memberikan bunga mawar yang sejak tadi dibawanya.
    “Buat apa?”
    “Buang aja kalau mau!” Putra masih dengan tampang marah.
    Chafa melakukan apa yang diperintahkan Putra. Sebelum ia membuang bunga mawar itu, ia menginjaknya terlebih dahulu. Disaksikan oleh Putra yang berperan sebagai penonton dadakan. Putra tambah hancur. Ucapannya yang tak sungguh-sungguh itu ditanggapi dengan baik oleh lawan bicaranya.
    “Maumu apa?” Putra naik pitam.
    “Seharusnya aku tanya sama kamu. Maumu apa?” Chafa balik tanya.
    Putra langsung kembali ke mobil. Tak tahu apa yang akan ia lakukan. Sedang Chafa membanting keras-keras pintu rumahnya. Putra mengambil sesuatu di bagasi mobilnya dan berjalan menuju ke rumah Chafa. Ia memencet bel berulang kali.
    “Apa lagi?” Tanya Chafa masih dalam keadaan marah.
    “Ini….” Sambil menyodorkan paketan bunga anggrek yang masih sepaket dengan potnya.
    “Buat apa?” Chafa penasaran sambil mengernyitkan kening.
    “Kamu jadi cewekku.” Katanya to the point.
    “Ha….?” Chafa tak percaya. Matanya tak bisa ia kedipkan mendengar ucapan Putra barusan.
    Putra masih menatap Chafa penuh keyakinan. Sedang Chafa tak mengerti apa yang harus ia lakukan. Sampai ia pun tak bisa menahan gelak tawanya yang tertahan di tenggorokan.
    “Ha..ha…ha…”Chafa tertawa membahana mengisi ruang kosong di setiap pelosok dunia.
    “Nggak salah Put?” Tanya Chafa bingung.
    “Nggak ada yang salah.” Jawab Putra mantap.
    Chafa garuk-garuk kepala yang tidak gatal. Ia tak tahu apa yang akan dia perbuat. Sambil menatap lagi bunga anggrek favoritnya ia sesekali melihat reaksi Putra. Hening untuk beberapa saat.
    “Mungkin aku kalah.” Sambil membalikkan badan. Pulang.
    “Mungkin juga kamu berprasangka kalau aku nerima Soni, ya?” tebak Chafa yang langsung membuat Putra menghentikan langkahnya.
    Putra menoleh melihat Chafa. Ia masih cekikikan dengan tawanya yang menurutnya itu lucu.
    “Kamu bodoh Put!” kata Chafa seraya menghampiri Putra yang masih mematung.
    Ia mencium pipi Putra. Hampir membuat Putra tersedak.
    “Aku memang bodoh. Aku tahu kalau aku suka sama kamu sejak lama. Tapi aku nggak punya nyali untuk ngungkapin.” Sesalnya.
    “Tapi kenapa aku juga bisa suka sama orang yang bodoh, suka marah dadakan, suka ngebut-ngebutan kaya kamu.” Kata Chafa sambil menyunggingkan senyum.
    “Jadi aku udah ganti status dong.” Putra mendelik malu-malu.
    “Nggak kita tetap sahabat.” Chafa mantap sesekali terlihat canggung menatap ke arah Putra.
    Dibantingnya pot bunga pemberian Putra yang membuat Putra lebih marah lagi. Putra yang menyaksikan itu tak bisa berkutik dengan ekspresinya.
    “Heh, Alien! Maumu apa?” Putra kembali naik pitam.
    Chafa memeluk Putra erat.
    “Aku lebih suka kamu marah terus sama aku. Aku bangga jadi orang yang kena semprot omelanmu. Aku tetap menganggapmu sebagai teman.” Putra mengangguk mengerti apa yang sedang Chafa maksud.
    “Jadi Alien hidupku. Mau??” Tanya Putra sekali lagi.
    “Boleh… Besok kita kencan yuk, Put?” ajak Chafa blak-blakan.
    “Tapi kamu jangan nghabisi’in uang sakuku.”


    ●●●●●●

    Continue Reading
    Sabtu?????
    Sabtu??? Hari yang menurutku tidak lumayan sibuk. Ku tarik nafasku dalam-dalam. Appa!!! Hari Sabtu????
    Langkahku gontai menuju kelasku. Asyik ramai sekali. Pasti lagi nggak ada PR. Tapi….
    “Steplesnya mana??” Tanya Lia ke arah Wisnu yang bangkunya berada di pojok dekat dengan tembok.
    Pelajaran Geografi masih ada kesempatan buat teriak-teriak. Ah, biarin juga. Lagian boring abis.
    Tiba-tiba, Ida teman sebangkuku menatap ke arahku penuh arti. Aku yang  belum menyelesaikan bacaan tentang sungai di buku Geografi mendadak bingung.
    “Aku lapar banget. Sumpah!” katanya seperti menyerah pada ketidakmampuannya menahan rasa lapar.
    Karena cuaca hari ini sangat mengantukkan, gimana kalo….
    Danau Samosir ~Ida~
    Guru Geografiku sedang membahas tentang delta. Kalau diceritakan semuanya, aku yakin tak ada ujungnya. Buntut-buntutnya juga mengarah ke sungai-danau-laut. Panjang dan berbelit-belit.
    Walaupun rumahku di pedesaan tapi juga nggak ketinggalan jaman kok. ~Wisnu~
    Tak tahu apa yang sedang dibicarakan cowok-cowok belakangku ini. Sampai-sampai menyangkut pedesaan segala.
    Gelombang Pamungkas. ~Wisnu~
    Nggak pa-pa. ~Arga~
    Tak berapa lama, temanku Lia teriak-teriak dengan lantangnya.
    Wisnu!!! ~Lia~
    Duh Lia lagi. Masih sempet-sempetnya tuh bocah teriak-teriak. Padahal Bu Yuni, Guru Geografiku sedang menjelaskan. Tapi nggak pa-palah. Mengisi kertasku ini dengan ucapan teman-temanku.
    Tiba-tiba Bu Yuni merasa aneh dengan tampang Zustian, teman sekelasku yang berada jauh dari tempat dudukku.
    “Itu sama itu, kembar ya…?” Tanya Bu Yuni penasaran sambil menuding orang yang dimaksud.
    Segera saja yang terlontar dari mulut Bu Yuni, aku tulis dikertas yang berisi ucapan-ucapan dari temanku.
    Bu Yuni menuding Zustian dan Wisnu. Wisnu yang berada di belakangku persis disandingkan dengan Zustian yang berada di belahan bumi selatan. Tapi sepertinya Bu Yuni sangat jeli mengamati mereka berdua.
    Kok agak mirip yang itu dengan itu…~Bu Yuni~
    “Yang tadi menghapus papan tulis bukannya kamu?” Bu Yuni bertanya pada Zustian.
    “Bukan bu….” Zustian mengelak sambil tersenyum-senyum sendiri. Grogi.
    “…. Saya Zustian, bu…” lagi-lagi percakapan antara guru dan murid ini tak luput dari bolpoin dan kertas yang aku tulis.
    Cowok di belakang tertawa. Entah apa yang perlu mereka ketawakan. Jayus. Atau benar-benar lucu. Mungkin Arga ketawa karena sohibnya punya saudara kembar.
    Ihiy… ~Wisnu~
    Model tubuhnya sama. ~Bu Yuni~
    Temanku yang tak kalah menghebohkan menyahut keceriaan pagi ini di sela-sela pelajaran Geografi yang mengantukkan.
    “Mereka sama-sama pemain basket, bu..” Zain menambah. Menambah kebenaran lebih tepatnya.
    Aku menoleh ke belakang mencari sumber suara lagi yang perlu ditulis. Semua anak pada sibuk pada sibuk dengan leluconnya mereka sendiri. Sahit, temanku yang berada di belakang bangku Wisnu langsung menyahut tanpa ekspresi ke arah Wisnu yang kebetulan sedang menghadap ke belakang. Sambil menutupi wajahnya dengan jaket warna ungunya.
    Aku langsung ngantuk nu, ~Sahit~
    Sahitpun tak luput dari tulisanku. Kadang aku masih bingung dengan ucapannya Sahit tak masuk akal. Kita kan sedang membahas anak kembar versinya Bu Yuni. Kenapa dia ngantuk, harus diumumin. Apa hubungannya. Agh, nggak ada masalah. Yang penting dapat tulisannya Sahit.
    Tak lama, Bu Yuni melanjutkan pelajarannya kembali.
    “…Kemungkinan paling besar, kulit bumi itu menjauh.” Ujar Bu Yuni mengembalikan keadaan normal seperti semula.
    Karena Ketiban Glasial.  ~Arga~
    Bu Yuni disela-sela menggambar di papan tulis mendapat ujaran dari teman belakangnya Ida, Arga.
    Ketiban Sial.  ~Arga~
    Arga memaknai dengan kata-kata kejatuhan Glasial sebagai kejatuhan Sial yang mungkin akan masuk ke memorinya.
    Pelajaran Bu Yuni dilanjutkan dengan fungsi Perairan.
    …Pariwisata, Perikanan…  ~Bu Yuni~
    Di seberang aku mendengar suara Lia menggema lagi.
    Iya dong…. ~Lia~
    Pernah buang air di sungai?  ~Bu Yuni~
    Pertanyaan Bu Yuni mendapat reaksi beraneka ragam jawaban dari teman-temanku. Kelas heboh.
    Aku melirik ke arah Tika, yang sedang lesu. Aku menyuruhnya untuk mengatakan sesuatu. Apa saja.
    Ngomong apa? ~Tika~
    Siiip. Sudah hampir mendapat suara dari penjuru kelasku. Sepuluh Enam.
    Kumpulan air merupkan…  ~Arga~
    Arga dengan deskripsinya yang suaranya tertangkap basah.
    Semua ucapannya kamu catet, bil? ~Wisnu~
    Kepergok. Wisnu tahu kalau aku nggak punya pekerjaan lain kecuali menulis semua omongannya anak-anak di kelasku. Sebagai obat ngantuk. Tetap berkonsentrasi.
    Kaya malaikat saja, semua ditulis… ~Wisnu~
    Tak tanggung-tanggung, Wisnu seperti bertasbih mendengung-dengungkan namaku dengan sandangan super jelek biar aku bisa menulis semua apa yang ia katakan.
    “Nabila jelek, Nabila malas, Nabila bodoh, Nabila Juhud…” katanya sok imut meniru gaya khasnya Bebew teman sekelasku.
    “Ntar yang kamu omongin tak edit.” Potongku cepat memberhentikan semua tasbihannya itu.
    Aku menulis nama yang disebutkan Wisnu tadi di kertasku dengan pengeditan super sempurna.
    Aku Cantik! ~Nabila~
    Gimana sih, ngomong-ngomong sendiri, nulis-nulis sendiri. Yang bagus lagi. ~Arga~
    Hening. Kok kertasku nggak berlanjut sih. Humph…semua pasang mata sedang mendengar Bu Yuni bercerita. Sampai-sampai Wisnu yang berada persis di belakangku nyeletuk.
    Edan…~Wisnu~
    Sangar…~Wisnu~
    “Seperti anda beli Kodak.” Bu Yuni melanjutkan guyonan segarnya.
    Beli kodok, bu…~Wisnu~
    Danau Dhouullin……~Arga~
    Nggak pa-pa juga. Semua yang aku tulis di kertas ini, kalau nggak Wisnu ya, Arga. Nggak ada selain mereka. Apalagi teman sebangkuku ini jarang banget ngomong. Ya sudah deh, kertas penuh dengan nama Wisnu dan Arga yang kalau ngomong sampai terdengar sampai radius 100 kilometer.
    Bel pergantian Jam berdenting. Berpikir-pikir dan berpikir. Amnesia banget. Maaf terlalu sibuk mengonsentrasikan pikiranku ke hal-hal yang aneh. Hm… bentar lagi pelajaran apa ya? Aku sibuk mengingat-inngat.
    Apppaaa?? Bu Lilik Marliyati. Celetukku dalam hati. Nafasku sulit untuk aku atur. Berhadapan dengan orang yang ahli politik. Pelajaran Kewarganegaraan. Auww… Maaf bu, saya tidak berminat dengan dunia politik.
    Aduh sakiiiit……Hufth! ~Nabila~
    Tak sengaja kertasku terbang ke arah Wisnu dan menulis apa yang baru saja aku lontarkan dari mulutku. Tulisan kaligrafinya Wisnu mewarnai setelah tulisanku. Mana jelek lagi, Sumpah ya…
    Suasana sangat memberikan rasa kantuk yang mendalam. Buktinya, Wisnu bersiap-siap akan melayang. Ia hampir terbang ke alam mimpi. Indahnya….
    Aku ingin tidur. Pelajarannya Bu Lilik buat emosi aja ~Wisnu~
    Aku tak mengerti. Orang sepintar Wisnu, masih sempat-sempatnya ngomong kaya gitu. Memang sih, nggak usah dipungkiri. Semua orang merasa tertekan batinnya kalau berhadapan dengan guru yang satu ini.  
     Duh, liat orang-orang yang akan terbang ke alam mimpi sungguh indah menawan. Tertidur pulas. Pulaaassss?? Bentar lagi kan, pelajarannya Bu Lilik, gimana mau pulas. Ralat ! Menjaga kepuasan dalam tidur sebelum gurunya masuk kelas ini.
    Duh, sampahnya kok disini sih, Kurang ajar!! ~Nabila~
    Kataku sendiri tanpa malu aku tulis ucapanku sendiri di deret terakhir kertas yang aku punya.
    “Billa, ke kamar mandi yuk!” ajak Hana yang mengganggu konsentrasi mimpi buatanku.
    “Hmm… Boleh.” Jawabku pasrah saat melewati teman sebangkuku, Ida.
    “Kenapa sih, jeng?” tanyaku pada Kanjeng yang masih punya saudara karib dengan keraton Solo.
    “Tadi bolpoinku isinya mluber.” Katanya seraya membasuh sikut tangannya dengan sabun.
    Tiba-tiba pikiran yang tak kuundang datang menghampiri. Teringat dengan Ibunya Hani, alias Bu Lilik. Hani teman sekelasku yang sangat berambisi menjadi politisi ini sering diganggu dengan sebutan anaknya Bu Lilik yang guru PKn. Padahal anak kandungnya Bu Lilik juga sekolah disini juga. Tapi kakak kelas. Ganteng sih. Tapi masalahnya aku nggak mau berurusan dengan ibunya. Siapa lagi kalau bukan Bu Lilik.
    “Han, buruan. Bentar lagi jamnya Bu Lilik lho.” Aku memperingatkan.
    “Duh, aku malas tuh.” Sepeti tak ada harapan untuk hidup. Mukanya Hana dari tadi tertekuk terus. Ngantuk adalah penyebab utamanya.
    Dari jauh saat aku berjalan menuju kelasku. Aku serasa melihat malaikat maut datang menghampiriku. Sory, terlalu hiperbola. Gimana nggak berlebihan. Bu Lilik datang, ndes. Aku sih lebih suka sama anaknya daripada ibunya. Tapi, kalau suka sama orang itu harus satu paket dengan orang tuanya juga.
    Satu…Dua… Tiiiiiigaa. Pintu kelas dibuka oleh seseorang. Aku yang saat itu berada di baris pertama mendapat tatapan pertama dari guru yang akan mengajar selama 2 jam pelajaran ini. Kenapa nggak satu jam saja. Kalau aku jadi Kepala Sekolah, jam pelajaran PKn aku beri 5 menit aja sekalian. Asyik bukan? Eh, tapi kalau aku jadi Kepala Sekolah, Bu Lilik kan anak buahku. Kenapa aku harus mengurangi jamnya. Sekalian saja 5 jam pelajaran. Biar muridnya pada kesulitan. Biar jadi penerus bangsa yang berpendidikan pada nilai dan norma yang diajarkan Pancasila. Mampuss…
    Itu punyaku. Bolpoinku kualitas bagus…~Arga~
    Masih ada dengung-dengung suara lebah di bangku belakangku ini. Padahal Bu Lilik sudah datang.
    Menghampiri Maut. ~Nabila~
    Tolong dihapus papan tulisnya. ~Bu Lilik~
    Perkataan dari awal berjumpa. Menghapus papan tulis. Ini bakal jadi acara seru. Coba tebak, apa! Spidol yang sebelumnya dipakai Bu Erni, guru yang mengajar sebelum Bu Yuni tadi permanent. So, papan tulisnya luar biasa kotornya. Ditambah dengan gambar aliran sungai yang super abstrak dari Bu Yuni. Super sekali….
    Anak di kelasku pada kewalahan membersihkan papan tulis dengan berbagai macam cara. Tapi hasilnya NIHIL.
    “Tugas untuk mid semester bagi siswa yang remidi…” Bu Lilik bergumam sendiri sambil membuka daftar nilai.
    Jangan dibacain bu…~Arga~
    Satu per satu murid di kelasku tak luput dari absensi nama beserta hasil nilai yang diperolehnya. Sampai-sampai aku mendengar temanku yang dengan wajah penuh kekaguman karena ada salah satu temanku yang nilainya paling tinggi yang bernama Nyo-nyo. Kenapa panggilannya nyo-nyo. Karena setiap ngomong sesuatu diakhiri dengan kata nyo. Iya-nyo; Apa-nyo; Siapa-nyo;….nyo; Jadi rumusnya adalah bla-bla-bla + nyo.
    Edan…~Nyo-nyo~
    Arga pun tak kalah.
    Jos…~Arga~
    Mereka seraya mengekspresikan kekagumannya. Entah apa yang mereka kagumi. Asalkan aku bisa menuliskan kata yang mereka ucapkan.
    Tugasnya membuat power point. ~Bu Lilik~
    Power point lagi…~Ida~
    Deadline-nya kapan bu? ~Arga~
    Kelas kembali riuh, gara-gara soal remidi. Sampai-sampai tak ku dengar ada orang yang memanggilku.
    Nabila, Penghapus! ~Wisnu~
    “Hm.. tugasnya dikirim ke e-mail?” Tanya Ida. Aku hanya bisa menggeleng kepala. Coz, aku tak terdaftar sebagai siswa yang ikut remidi.
    “Alamat e-mail nya apa, Wis?” Tanya Arga ke teman sebangkunya.
    L-i-l-y-k marliyati dot smaga et…~Wisnu~
    Et apa? ~Arga~
    lilykmarliyati dot smaga et jimel dot kom. ~Nabila~
    Jadi alamat e-mailnya adalah lilykmarliyati.smaga@gmail.com
    Setelah berselang waktu lama…….
    Huh, ngantuk bu-bu. ~Wisnu~
    “Kenapa harus dituntaskan sekarang?” Bu Lilik dengan nada suara yang sudah diatur seperti biasa.
    Setelah berba-bi-bu, Bu Lilik menjelaskan lagi materinya. Kelas kembali heboh karena papan tulis kotor itu tadi dilihat oleh Bu Lilik. Lebih tepatnya dicermati, didiskusikan dan dibuat Undang-undang. Itu kan kata-katanya Politisi. Sedang satu kelas telah siap dengan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Intrograsinya Bu Lilik.
    “Kok susah dihapus?” Tanya Bu Lilik kebingungan.
    Tadi pakai spidol permanent, bu.. ~Arga~
    Iya bu…~Arif~
    Ngehapusnya pakai balsam, bu…~Wisnu~
    Appa???? Nggak salah tuh, pakai Balsam. Papan tulisnya masuk angin. Berani taruhan, kalau Papan tulisnya bau orang habis kerokan. Bujubunneeeehhhh…..
    “Kalau hari sabtu, semangat nggak?” Tanya Bu Lilik memancing.
    “Semangat dong, bu….” Jawabku mengalahkan beribu-ribu jawaban yang riuh dari teman-temanku.
    Padahal kenyataan yang terjadi. Hari sabtu merupakan hari ngantuk sedunia. Nggak percaya?? Buktikan saja sendiri. Kalau Bu Lilik kerjaannya nggak ngasih multivitamin yaitu guyonan. Aku jamin, PKn adalah pelajaran yang membosankan.
    Orang yang minum jamu, dikasih pahitnya dulu baru manisnya…~Bu Lilik~
    Entahlah, aku tidak menyimak secara pasti. Padahal awalnya guru yang satu ini membahas Suprastruktur Politik. Kenapa nyambungnya bisa membahas jamu. Kalau pembangunan gedung DPR masih ada sangkut pautnya. Karena sama-sama berbicara Politik. Lha kalau jamu, Apa hubungannya???
     Yang pakai spidol permanent tadi siapa? ~Bu Lilik~
    Haduh, duh, duh… kok mbahas ini lagi.
    “Bu Erni, bu…” jawab satu kelas. Kompak.
    “Ntar kalau sampai di kantor, aku marahi..” kata Bu Lilik sambil tertawa renyah.
    Guru yang satu ini memang ahli dalam teknisi spidol-spidolan. Ia mencoba menghapus dengan cara menumpang tindihkan tulisan yang permanent dengan spidol yang ia punya. Karena berhasilnya cara ini, seluruh anak antusias memberi semangat.
    “Lagi…lagi….lagi….” Taufik Banu Sialan memberikan semangat pada Bu Lilik. Dengan harapan menghapus semua tulisan permanent itu. Maka waktu akan habis tanpa pelajaran Politik. Asyikkkk….

    ☻☻☻☻☻
    Cukup sekian tuk hari ini, ASEM

    Nabila Chafa, absen 23 ASEM
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ►  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ►  Jun 2021 (3)
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ►  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ▼  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ▼  Nov 2011 (11)
        • aku gila ! XD
        • lives is ngga mudeng
        • Love is Ngga Mudeng
        • Surat Cinta untuk Tuhan
        • Memoar of Grandma
        • Nonton Bareng FD 5 social One
        • We're IS 1 (sosial one)
        • ASEM :D
        • Beautiful of Friendship
        • Saturday with ASEM (Anak Sepuluh Enem)
        • Panggil aku bunda

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top