Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini
    Sapa.

    Biasanya diawali dengan, hei atau halo. 

    Bukan berarti aku tidak punya adab dalam menyapa. 

    Aku panggil kamu dengan sapaan, "kamu gak stres mas mikir negara terusss." 

    Dia jawab, "lucu aja liat tingkah pejabat publik."

    Ku jawab, "iya, dibuat lucu aja, jangan dipikirin ulah mereka. Nanti kamu cepet tua."

    Dia jawab, "hha, siap bu. Emang udah tua sih wkwk."

    Ku balas, "mengingatkan kembali masss, taun ini kamu udah 26 lohhh hahahaha."

    Dia jawab, "hhaa tenang-tenang. Expirednya masih lama."

    Kemudian pertanyaan pertama darinya, "Solo banjir gak bil? “

    Ku jawab saja berdasarkan analisis sejarah," solo terakhir banjir bandang taun 66 masss, sehat terkendali kota Solo."

    Pertanyaan pertamaku muncul, " lha kamu kebanjiran gak? “

    Dia balas, "mantap alhamdulillah. Kosan gak. Kena tapi jalan mau ke kantor banjir."

    Ku jawab, "terus ke kantor naik apa? Perahu?"

    Ku tambah, "Allah minta kamu buat istirahatt aja deh mas kayaknya. Masak Jakarta banjir teruss." 

    Dia balas, "nunggu surut tadi. Berangkat siang. He eh. Hujannya sekarang pagi terus bikin mager kalau kerja."

    Dan balasanku belum dia balas. Terakhir aku katakan, "iya, emang nek pagi bikin malas kerja. Pantau terus aja mas pakai situs petabencana.id."

    Dan berakhir. 

    Sesingkat itu. 

    Terima. Kasih. Sudah hadir. Dalam keruwetanku. Pandangan tentang sexual harassment kemarin itu, masih sedikit menghantuiku. 

    Setidaknya aku percaya. Mungkin ada satu atau beberapa pria di bumi ini yang menjadi sebaik-baiknya orang. Termasuk kamu. 

    Ku doakan agar kamu baik baik aja. 

    Mendapatkan dambaan pasangan seperti impianmu. 

    Bekerja untuk sosial, suka bepergian, dan bekerja untuk negara. 

    Satu kategori pun aku gak masuk. 

    Hahahahahaha!

    ***

    Sore tadi beliin jam tangan buat kado bapak. 
    Di grandmall
    Mana kayak org ilang tadi. 
    21.35
    Memimpikan robert pattinson dalam balutan batman. 
    Siapa tau dapat hal magis di mimpiku malam ini. 
    Continue Reading

    Hujan sore ini. 
    Kabar duka datang. 
    Dari teman kuliah yang pernah menemaniku magang. 

    Adalah Sipta. 
    Teman yang tidak begitu akrab tapi dijadikan akrab sama takdir membawa kita satu tempat magang.
    Adalah Balai Penelitian Nilai Budaya Yogyakarta. 
    Terima kasih tempat ini, aku sedikit banyak mengenal dia. 

    Sipta yang rajin, yang baik hati, ambisius dan percaya diri. 
    Maaf, aku tak banyak mengenalmu. 
    Mungkin satu dari kita tak banyak membuka hati. 

    Siptaaa, terima kasih sudah menjadi teman di 4 tahun perkuliahan. 
    Banyak hal yang aku pelajari, bahwa kalau kamu menginginkan sesuatu dengan melibatkan usaha dan doa akan mendapatkan hasil maksimal. 
    Aku tahu mimpimu menjadi Pns terukir di dalam doa yang kamu tempel di tembok kos-kosan. 
    Doa dan usahamu luar biasa. 
    Hasilnya pun kamu dapat menyandang gelar cpns setahun yang lalu. 

    Luar biasa. 

    Siptaaaaa, aku juga tidak tahu seberapa lama aku hidup di bumi Allah ini. 
    Banyak hal bodoh, dosa bertebaran, ketakutan, dan hal munafik lainnya yang masih aku lakukan. 
    Tabunganku belum cukup untuk membeli satu meter surganya Allah. 

    Yayak berkata "jangan siakan pertemuan dengan orang lain."

    Dari pertemuan denganmu, mengenalmu yang tidak begitu akrab, aku mencoba untuk memetik hikmah itu Sip. 

    Damai di surga ya. Khusnul khotimah. 

    Aku akan menyusulmu kelak dengan waktu dan cara yang sudah ditentukan. 

    Aku, 
    Yang masih tak percaya
    Kamu pergi secepat itu. 
    18.51
    Solo Baru, 23 Februari 2020

    ***

    Foto kita, masih ada Sipta. Sama teman satu kamarmu, Ista juga. 





    Continue Reading

    Seperti biasa.

    Sama dengan hari hari yang lain. Apalagi hari minggu kemarin, dimana aku tidak ada teman untuk makan sore. Hehe, Hananda dapat jatah shift pagi. Sedangkan Silmi ijin karena lagi operasi cabut gigi. Akupun sendiri. 

    Berbeda halnya dengan hari hari sebelumnya. Kemarin sabtu perutku keroncongan ketika mendekati waktu ashar. Yaa maklum gak pernah makan siang soalnya. Disuruh mikir dikit langsung reaksi. Nah, kebetulan hari minggu kemarin aku merasa perut agak keroncongan justru pas mendekati waktu maghrib.

    Alhasil aku ngerjain kerjaan sampai pukul 5 baru deh rencana mau ngantin.

    Pas ngantin, jelaslah jadi pusat. Oh bukan, mungkin terdengar aneh ketika ada perempuan lajang makan sendirian di meja. Hampir semua org bergerombol. Belilah sop ayam karena aku gak tau harus nyoba menu apa biar tidak merasa zonk. Hahaha. 

    Makanan selesai, si ibuk kantin pun duduk sambil menikmati hujan. Foto background yang aku tampilkan di atas memang terjadi di hari itu. Awan sudah sayu mau tenggelam. Hujan sudah rintik rintik datang. Suara gelegar gemuruh terdengar sahut sahutan, tapi teredam oleh suara jalanan. Ramai memang, semuanya mengeluarkan suara. 

    Kantin yang waktu itu sepi sedikit bising. 

    Percakapan dengan ibu pemilik kantin dimulai dengan sapaan, "pasti mbak suka makanan yang kuah kuah ya." haha, aku benarkan saja. 

    Aku gak tau harus mesen makan apa selain soto, sup ayam, atau kalau pingin agak garingan, nasi ayam lada hitam. 

    Terus aku sering ngliat ke langit. Melihat seberapa deras hujan yang akan diterima bumi waktu itu. 

    "Gak usah takut mbak, kan hanya hujan." gtu katanya. Aku cuma terkekeh mengiyakan. 

    Kemudian obrolan berlanjut justru aku memulai mendoakan, "bu mumpung hujan, mari berdoa. Gtu. Allahu ma Syaiban nafiaa."

    Si ibu bukannya egois mendoakan dirinya justru mendoakan aku semoga aku dapat jodoh, rejeki, dan lain lain.

    Dan ku jawab juga dengan mendoakan si ibu ini agar diberi kesehatan, lancar rejeki dan lain-lain. Si ibuk ini mengadahkan tangan dan mengaminkan. Di waktu itu, kami saling mendoakan dalam kebaikan. 

    Berlanjut lagi, aku bertanya kok tumben ibu yang jaga kantin. Biasanya ibu yang kurus itu. Si ibuk berkaca mata ini cerita kalau yang sering aku lihat itu adalah pegawainya.

    Singkat cerita, Ibuk adalah pemilik warung kantin ini. Dia mempekerjakan pegawai untuk mengurus kantin yang di Tribun sama yang di rumah. Wow, berarti emang laris banget yaa, sampai harus mempekerjakan pegawai. 

    Si ibuk cerita kalau apa yang dia dapat hari ini bukan serta merta adalah hasil yang instan. Sebelum dapat tempat kios di Tribun, si Ibuk pernah membuka warung sampai 3 lokasi. Adalah pasar, dekat kantor tribun yg lama, dan dekat bandara. 

    Semuanya laris, hanya saja yang paling laris adalah yang di dekat pasar. Tapi laris larisnya dagangan ibuk, dia juga pernah mendapat masalah. Dia bercerita kalau warungnya seolah olah ditutupi. Orang yang melihat seperti tutup maksudnya warung buka tapi seolah olah tutup. Warung yang menyajikan makanan fresh baru dimasak, tapi tercium oleh pelanggan seperti masakan yang busuk. Hal hal yang tidak masuk akal itu ibuk alami.

    Aku pun sontak kaget. "kok masih ada ya bu, hal hal kayak gituan. Maksudku kan, ini udah kota gtu buk, bukan desa lagi."

    Bukannya ibuk yang menjawab, malah langsung ditimpali sama si bapak, suaminya. "enggak mbak. Yaa sama aja. Mau di desa mau di kota, praktik kayak begitu memang masih ada. Karena semakin hari perkembangan jaman semakin naik, orang berlomba lomba menjadi yang terbaik, maka hal hal jalan pintas bisa jadi pilihan."

    Ohhh... 

    "Itu udah berlangsung lama mbak, justru setelah itu saya rugi serugi ruginya. Padahal bapak juga pada waktu itu baru aja keluar dari pekerjaannya dari karyawan Konimex. Udah itu hancur mbak." 

    Sudah tidak tahu apa yang dia perbuat, tapi apa yang menjadikan si ibuk ini bisa melalui ujian hidup itu. Ternyata ada 3 hal yang diberitahukan ke saya, sabar, ikhlas, syukur. Si ibuk hanya memegang hal itu. Dia tidak peduli dengan kerugian yang dia dapatkan. Akibat ulah kekuatan tak kasar mata, tapi dia menggantungkan diri sepenuhnya ke Maha kuasa. 

    Bergantung ke Allah, memang sederhana aku mengetikkan jemari atau mengucapkannya dari bibir. Tapi praktiknya, luaaarr biasa susah. Masalah manajemen perasaan, hati, dan mengutamakan Allah dalam segala tindakan kita memang benar benar diwejawantahkan melalui tindakan adalah hal yang sulit. Tidak ada pelajarannya.

    Ustaz yang koar koar pun gak ada dayanya kalau kita tidak praktik. Serius, aku juga sejujurnya mengalami itu buk.

    Tapi nikmat luar biasa kalau kita mampu melakukannya. Menyerahkan langsung ke Pemilik Kehidupan ini.

    "Mbak, ikhlas berlapang dada, nerimo, adalah hal yang sulit." 

    Bener buk, setuju. 

    "Tapi percaya aja mbak, kalau menjadikan Allah sebagai tempat bergantung itu pasti nikmat. Tidak hanya nikmat batin ya mbak ya, karena Allah pasti akan mengganti gantinya kalau hamba-Nya kesusahan."

    Inside baru. Dari perspektif ibu yang bisnisnya hancur karena ilmu gaib yang dikirim pesaingnya buat menghancurkan kesuksesannya. Allah ganti dengan tempat nyaman enak, sudah jelas dapat pelanggan kalau bukan di kantornya Kompas Gramedia ini alias Tribun Solo.

    Bahkan si ibuk ini cerita, boss besar dari jakarta datang juga pesen makanan di tempatnya. Dia pun merasa terhormat, banyak atasan di Tribun hormat dengan si ibuk. 

    I dont know ya, tapi enaknya di kantorku yang ini emang lingkungan kerjanya lumayan fair. Tidak memerhatikan kamu lebih tua dari aku, atau aku lebih muda dari kamu, semuanya sama. Kita belajar bersama, tumbuh bersama, gak ada batas, gak ada sekat. Bahkan atasan pun orangnya santuy abis. Semuanya diperlakukan sama. Egaliter. 

    Beda dengan kantorku yang lama. 

    Ehhhhh. 

    Adzan Maghrib berdengung. Percakapan pun selesai dengan alasan mengutamakan ibadah pada Gusti Pemilik Kehidupan.

    Terima kasih banget buk, berkali-kali aku ucapkan. Atas pengalaman yang luar biasa.

    Aku merasa pengalaman hidupnya ibuk ini emang relate sama apa yang aku alami. Benar sih, aku juga pernah ngalami dimana aku serahkan saja semua keputusan hidup ke Allah, aku hanya berusaha. Tiap hari apply kerja. Tapi kayak gak maksa Allah gtu mau dikasih kesempatan dimana.

    Bahkan menjadi bagian dari karyawan kompas gramedia pun juga aku daftar lewat jalan apa aku lupa, sangking banyaknya perusahaan yang aku apply. 

    Alhamdulillahnya dari segi pendapatan naik tingkat 500rb dari gaji kemarin. Hahaha, enak, jam kerja menyenangkan meskipun dapat shift malam. Kerjanya juga tidak susah. Allah menjauhkan aku dari segala bentuk kesusahan, sepertinya. 

    Allah Maha Romantis yaa. 

    Bil, ayo berjuang kembali. Memenangkan setiap harimu. Hidup yang tidak diperjuangkan tidak akan bisa dimenangkan!

    ***
    08.39 18/02/2020
    Selasa, hari libur nasional

    Ketika aku dan Uun segera bertemu
    Merindu kemudian membakar semangat lagi. 
    Untuk skripsinya uun, agar perjuangannya tidak sia sia. 

    Continue Reading


    Semusim berganti dengan tawa, harusnya. 
    Katanya memperjuangkan butuh pengorbanan. 
    Memang iya. 
    Tapi tak semudah jika dengan berlari dan menggapai lenganmu.
    Kemudian selesai. 

    Setiap malam kulewati dengan pergulatan. 
    Tentang diri yang kian pasrah. 
    Termakan beberapa kenangan. 
    Bukan sesuatu yang indah, tapi mencengangkan. 

    Jiwa jiwa lain entah hidup dalam kondisi seperti apa. 
    Aku tidak tahu. 
    Ada yang menggadaikan hidupnya dengan sejumlah uang. 
    Ada yang berpeluh kasihan mencari sesuap. 
    Ada yang tengah frustasi pada pelik soal.
    Semuanya bergeliat mengelindan, kemudian kusut. 

    Tidak hanya aku yang bertahan. 
    Kemudian berjuang lagi. 
    Tidak ada lagi kita di masa depan. 
    Pikiran berantakan menggumpal.
    Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan. 

    Sama. 
    Sepertimu. Sepertiku.
    Mencoba mengerti dan menanggapi. 
    Kicauan burung terdengar. 

    Tuhan tolong kuatkan persoalan yang tak tahu menahu ini. 
    Bukan karena aku tidak tahan. 
    Karena aku tidak bisa mengurai. 
    Mana yang menjadi awalan. 
    Lagi mana yang menjadi akhir dari penyesalan. 



    ***
    On random thought
    09.11
    Sabtu, 15 februari 2020
    Still rebahan, waited for 12.00 to work
    Continue Reading

    Ingin ku kisahkan sesuatu yang luar biasa yang Allah berikan padaku. Hal yang luar biasa itu adalah hadirnya dua orang ini dalam hidupku. Jika harus melihat proses pendewasaanku yang begitu cepat ini, tak lepas dari peran mereka salah satunya.

    Shout out to my sister!

    Zidni dan Rahma, adalah nama kedua adekku. Kami bertiga membentuk nama NAZIRA sebagai singkatan dari ketiga nama kita. Dan, dijadikan nama kos-kosan, warung toko fotocopy, butik baju, segala kartel bisnis yang dibangun ibuku. Tentu saja, bisnis keluarga kami sangat banyak dan masih skala desa. Hahahaha!

    Di depan mereka aku tidak harus selamanya menjadi dewasa. Kadang aku seperti anak kecil di depan Rahma, si adek bungsu. Aku akan mengeluhkan kekhawatiran, dan dia cuma jawab sekenanya buat membumbung hatiku. Atau di depan Zidni, aku bisa jadi orang bijak buat dia. Karena, pahamlah kalau urusan anak kuliah itu konfliknya orang dewasa dan harus diselesaikan dengan dewasa pula.

    Zidni punya tabiat yang keras. Susah diajak kompromi kalau lagi emosi. Uhhh, harus melapangkan lapangan hati buat menyamai karakternya. Sisanya, dia seperti anak kecil. Kadang nggojeki aku kalau aku butuh digojeki. 

    Misal kayak kejadian pagi ini, "mbak minta maskernya." 

    "gak mau mahal. Harga 5 ribu itu, beli di jogja (fyi, aku beli masker itu pas kunjungan ke tempat yayak minggu lalu)." jawabku. 

    "satu tok e."

    "bayar 2 ribu." kataku. 

    "masker kayak gini di kampusku mung sewu." kata dia. 

    "lhaa kan gak bermerek. Maskerku kan ada merknya." jawabku. 

    "merk opo? “ tanya zidni polos. 

    " alfamart! "


    Wkwkwk. Alhasil pertentangan itu dia menangkan karena lagi lagi sebagai anak pertama yang luar biasa pelit dan itung-itungan kaya aku harus melapangkan hati selapang-lapangnya. Beda kalau pelitnya aku dibandingkan dengan Zidni. 

    Ngomong-ngomong masalah pelit, mungkin hanya aku dan zidni yang satu tipe. Agak itung-itungan kalau masalah duit. Wwwuuuhhhh, beda kalau itu Rahma. Rahma mana bisa jadi orang pelit. 

    Bapakku ngasih rahma dari kata Rahman, penuh kasih. Bener dong kalau dia itu lebih gemati banget sama mbak mbaknya dibanding sama dirinya sendiri. Enak. Kalau lagi marahan gak kayak zidni, bisa berhari hari diam diaman. Kalau sama Rahma, cukup berapa jam. Langsung baikkan. 

    Pada hari kemarin Rahma meminta bantuanku untuk mengoreksi cerita yang dia buat untuk tugas bahasa Indonesia-nya. Disuruh sama guru untuk membuat tulisan inspiratif. Dia menulis tentang jatuh bangunnya menjadi seorang idol. Yaah begitulah, karena dia lagi kesengsemnya sama idol grup. 

    Tapi sebelumnya dia cerita tentang cerita yang ditulis temannya. Dan untuk ukuran orang dewasa, tulisan yang diceritakan Rahma memang sedikit mengagetkan. Karena perluasan konflik yang dibangun. Mindblowing sih menurutku. 

    "Ceritanya temenku judulnya apa ya mbak, kalau gak salah Di balik jendela, atau Tembok jendela. Ceritanya gini, ada bapak bapak sakit punggung, jadi dia tiap hari hanya berbaring terus di rumah sakit. Nah bapaknya itu tidurnya di pojok, dekat sama jendela. 

    ... Si bapak itu punya jejeran juga bapak bapak, yg juga gak bisa bergerak. Tiap hari si bapak yang tempatnya di pojok jendela itu selalu ngasih tau bapak di sampingnya. Bahwa apa yang dilihat dari balik jendela itu indah. Dia bisa lihat anak anak bermain, bisa liat awan, pokoknya apapun yang indah yang gak bisa dilihat sama bapak-bapak di sampingnya.

    ... Hingga suatu ketika to mbak, bapaknya yang tempatnya dekat jendela itu meninggal. Si bapak yang jejernya ngerasa kehilangan, trus minta sama suster rumah sakit buat mindahin tempat tidurnya di dekat jendela, ditempat bapaknya yang udah meninggal itu. Tau gak mbak apa yg dilihat? Cuma tembok kosong.

    ... Dan ternyata, bapak yang meninggal itu buta. Dia punya imajinasinya sendiri buat nyeritain apa yang dia bayangkan dan diceritakan ke bapak sampingnya."

    Wow.

    Ku jawab ke Rahma, "apik nho mma."

    "Ho o mbak, tugas ku kon gawe cerita inspiratif ngono. Tapi emang ceritanne nggone kancaku kui emang apik. Sayang e, dia ki nganyelke."

    Oh oke. 

    Hahaha.

    Edited: lagi, kejadiannya adalah menjelang isya hari ini. 

    Tiba tiba wasap ku di berondong banyak chat. 


    Sumpah aku ngakak. Dan kujawab di telepon dengan antusiasnya. Ok, ok, besok aku bikin beritanya. Gtuu~

    Sebenarnya banyak banget cerita tentang mereka. Karena dua hal itu yang baru saja terjadi, dan aku pun juga tengah dirundung rindu untuk menulis segalanya di blog ini, jadi kenapa engga. 

    Dua adekku, yang di setiap sholat fardu, duha, bahkan malamku. Cuma minta buat dilancarkan studinya. Menjadi sebaik-baik manusia.

    Bahkan aku bangga, keberadaan mereka membuat orang tua harus menurunkan ekspektasi anak anaknya. Dua tahun tinggal kelas, orang tua sadar bahwa kebanyakan ilmu yang mereka pelajari membuat mereka muak. 

    Selalu sejalan, beriringan, bareng-bareng. Sampai kapanpun.

    ♥️

    Pagi hari, 09.09Selasa, 11 Februari 2020
    Hari libur nasionalkuuu~

    Bonus foto-foto kami saat liburan di villa sekipan, Tawangmangu. 18 januari yang lalu



    Continue Reading


    Benar memang!

    Kita tengah berjudi pada hidup ini. Kita memang menguji diri dengan ketidakpastian yang ditawarkan semesta.

    Dulu memang aku tidak berpengalaman dalam dunia kerja. Kerja pertamaku sebagai editor, eh bukan, sekaligus jadi penulisnya di pabrik penerbitan buku di Kartasura hanya bertahan 10 bulan karena satu dan lain hal. Alhamdulillah. Allah jauhkan aku dari lingkungan toxic. Orang orang yang berani ngomong di belakang. Bahkan membuka hal yang harusnya aku perlu tahu saja harus jadi "rahasia" dulu. Menyebalkan sekali. 

    Untung tidak bertahan lama. Bukan aku yang tidak bertahan di sana. Tapi emang, dari pihak perusahaan itu saja yang ng-cut aku. Mungkin karakterku tidak cocok, begitu kiranya. 

    Allah Maha Baik. Jelas. 

    Allah bukakan banyak masalah di depan, karena tahu aku tidak akan berpotensi di tempat kerja itu. Qadarullah yaa, semuanya teratasi dan bertahan 10 bulan adalah sesuatu. Maksudku, aku pun juga di tahap tengah berjuang untuk menyukai lingkunganku. Ya sebenarnya hanya tiga orang sih yang menjadikanku bertahan. 

    Yulia, Rahayu dan mbak Mif saja. 

    Sisanya, entahlah. Mungkin kita sudah beda dunia dan ramah saja di depan dengan yang lainnya. Padahal dengan tiga orang itu pun aku banyak sekali perbedaan pendapat. Wajar dong wkwkwk. 

    Sekarang, Allah tunjukkan kuasamya. Di tempat kerja yang mengejar target, traffic naik, dan orang-orang ambisi. 

    Memang betul perlu penyesuaian. Itu hanya akan jadi persoalan waktu saja. Suatu saat aku akan terlatih dan terbiasa. 

    Lagi-lagi Allah Maha Baik yaah. 

    Allah, semoga aku kuat. Apapun yang aku hadapi esok, esoknya lagi, bahkan esoknya lagi. 

    Sambil merenung, aku ikhlaskan beberapa hal ganjel yang pernah jadi pikiran. Kan aku termasuk kategori yang dendaman sebenarnya sama orang ya. Hahaha jadi, beginilah. Semoga aku baik baik saja. 

    Dalam temaram malam, mbokde nanya. 

    "Piye, piye, kok aku rapaham, beb" 

    Ku jawab, "aku ingin kayak orang yang suka nyindir di sosmed gtu mbokde. Gakpapa ya, bertindak absurd wal bodoh di muka publik ramasalah juga sepertinya."

    Dia bertanya gara-gara aku unggah status ini di wasap. 



    Selamat malam, selamat memimpikan dia. Ingat besok berangkat jam 6 agar sampai jam 7 pagi. Bertarung dengan perjudian yang diatur oleh semesta. 


    ***
    Menjelang tidur kuselesaikan 4 bab dari Animal Farm-nya George Orwell. Berkisah tentang tumbangnya diktator manusia di tangan hewan hewan di peternakan Masson.
    Kemudian memikirkanmu dalam kelabunya malam.
    Sudah jam 22.23
    Continue Reading
    Gemes banget syalala, yeyeye!

    Coba bayangkan kalau kita ini dibanding-bandingkan dengan anaknya temen bapak/ibu, atau bahkan sesama saudara sendiri. Si adekmu ngelakuin ini itu, kamuuu? Atau, anaknya Bu "ini" udah dapat kerja di sana, di sini.

    Yeileeeh! 

    Muak banget kan ya. Pernah pada suatu ketika pas jaman pilpres apa ya, lupa. Pokoknya pas kampanye. Kampanye partai merah yang terkenal beringas di Solo dan hampir menduduki beberapa tempat dan salah satunya masjid, pernah menjadi sorotan (gaya bahasa berita banget gak sih, aku). Saat aku tiba di warung milik keluarga, ibuk lagi ngitung apa, dan tiba tiba cerita. Cerita yang diangkat adalah kakak sepupu saya. Luqman namanya. Dia bersama teman-teman remaja masjid menjaga masjid suatu tempat agar tidak diduduki massa kampanye si merah. 

    Di dalam cerita tersebut, ibuk seolah-olah menuding kelompok tertentu berpotensi akan membuat kerusuhan. You know what I mean. Dan aku hanya manggut-manggut. Di penghujung cerita, ibuk seolah membandingkan "apa yang dilakukan Luqman dengan apa yang aku lakukan". 

    Aku bilang, "setiap orang punya nilai dan prinsipnya masing-masing. Gak bisa distandardisasi semua org melakukan hal yang sama."

    Tidak ingin mendebat, ibu langsung terdiam.

    Lagi. 

    Pada sebuah momentum, ibu membandingkan aku dengan jiwa masa mudanya. Iya. Ini lagi-lagi perkara kenapa anaknya tidak ada yang aktif di remaja masjid. Wong, bapaknya aja takmir masjid, penyuluh agama kecamatan Grogol, ibunya saja pendiri gerakan ngaji di desa. Kenapaaa???

    Kalau ditanya aku juga tidak tahu jawabannya. Sepertinya anak bapak ibu tidak ada yang berbakat buat meneruskan perjuangan mereka. Tapi yang jelas, tiap orang punya darah juang masing-masing dengan nilai dan prinsipnya. 

    Misal aku, pernah terlibat di gerakan sosial ranah pendidikan. Ikut menjadi relawan Solo Mengajar misalnya. Terus menjabat jabatan penting dalam mengelola Bakti Muda, contoh lainnya, hauwaah. Tapi aku senang kok nglakuinnya. Aduh kalau disuruh mengikuti jejak, say to sorry. Bukan gimana gimana, malah jatuhnya berat buat aku lakukan.

    Laah kalau gak enjoy, buk. Gimana?

    Mending kita melakukan kebaikan dimana kita merasakan keikhlasan kan. Daripada ikut dan lambat laun jadi perbandingan. 

    Nahhh!!!

    Sebenarnya itu jawabannya. Aku gak mau jadi perbandingan. Aku hanya membandingkan dengan standar yang aku mau. Aku gak mau dibandingkan dengan jiwa masa mudanya ibuk. Aku juga gak mau dibandingkan dengan adekku, sepupuku, teman-temanku. Aku akan menjalani hidup sehidup-hidupnya dengan caraku. 

    Aku adalah jiwa bebas dengan standarnya. Titik!

    Alasan kenapa aku menulis ini. Kadang aku melihat hidup yang dijalani orang terkadang gampang buat kita yakini. Dan sering pula kita berkomentar dengan membandingkan hidup kita dengan orang lain itu. Nambah nelangsa saja jalan hidup kita. Begitu dan seterusnya. 

    "eh enaknya jadi dokter, dapat suami dokter apalagi. Anaknya mesti pinter."

    "eh enak sepertinya jadi pns. Leha leha dapat duit," 

    "kayaknya jadi Rafathar itu enak sekali ya, orang tuanya sama sama orang berduit. Bisa hidup tanpa merasakan penderitaan, kek kita kita."

    Enak sekali yaa kerjaan anda. Nyinyir teruss. 

    Iya. Hidup memang sawang sinawang. Kadang melihat hidup orang lain adalah cara yang paling gampang. Daripada kita usaha dengan usaha kita sendiri. Atau bahkan orang lain ada yang berpikir, hidup seperti aku enak juga ya. Dan kita berakhir pada perbandingan. Saling membandingkan. Tidak sehat. Mental rusak. 

    Aduh bodoh sekali kalau sempat terpikirkan. 

    Tapi yakinlah, jangan jadikan dirimu sebagai pusat perbandingan. Makanya pihak/organisasi/lembaga apapun yang sering melakukan studi banding tidak akan berhasil atau sukses karena selalu memperbandingkan. 

    Yaiyalaahh. 

    Maksudku, ketahui setiap jiwa/pihak/lembaga/organisasi/atau apapun itu punya kebutuhan fisik dan psikologisnya masing-masing. Misal nih kayak aku. Saat Mbokde Imaf ke Jepang, ke Amerika suatu ketika aku pernah berpikir. "kapan gtu bil, kamu mengenal dunia lebih luas?" atau kata yayak, "kita harus memperluas tempat sujud kita." Orang-orang yang mempunyai jiwa travelling pasti menyenangkan yaa buat jalan jalan. Ke tempat baru. Mengenal orang baru. Terus ada kiriman feed di instagram. Buat dibagikan. Kita yang melihat postingan instagram menganggap seakan akan "mereka" tengah membandingkan kehidupan mereka dengan diri kita yang nelangsa. Tapi bagi aku enggak. Aku bahagia kok dengan hanya mengakar di Solo. Leha-leha. Mendekap di balik selimut sambil nyetel drama korea. Atau nulis sampah berfaedah di blog kek gini. 

    Kita tidak perlu pura-pura bahagia dengan beradu peran seperti apa yang mereka citakan. Tidak perlu. Kalau kamu memang tersiksa melakukannya, ya jangan dilakukan. Gtu... Lakukan apa saja lah yang sekiranya kamu merasa nyaman. Toh, apa yang kita lakukan untuk memperkuat potensi diri kita kan. Bukan untuk jadi bahan perbandingan. 

    Tapi emang bener pernyataan Egy, sebaik baik manusia saat ini adalah yang bijak dalam mengendalikan postingan. Wkwkwk. Karena takut jika dikatakan racun. Ia tidak mau manusia lain yang melihat feed instagramnya malah menjadikan diri sebagai pusat perbandingan. Bahkan ia menahan diri buat keep foto di Taiwan karena dalam rangka "penjagaan". Standing applause buat dia!

    Baiqlaaah.

    Biarkanlah jiwa ini merasa seperti ini... 

    ... aku bahagia dengan mereka yang mencapai achievement tertentu. Aku menolak alpa bagaimana diri ini seolah ditinggal ya. Wajar. Dan saling mendoakan, tentu saja. Maksudku, aku gak harus mencapai apa yang mereka capai. Aku bahagia cuma mencapai titik yang ingin aku capai saja. Begitu harusnya. 

    Udahlah ya. Tak. Perlu risau. 

    Tapi, perihal banding membandingkan. Sesekali hlaa mbok boleh gtu. Gantian aku yang nyinyiirrr. Keknya enak gtu yaa membandingkan orang. Mumpung lagi di fase melupakan segala hal yang terjadi, hauwah. Apalagi aku ini suka gampang lupa sama sakit hati, mohon yaa pembaca. Biarkanlah tulisan ini menjadi liar tidak berfaedah gtu. 

    ManuSIA bodoh itu Aku, dong 

    Aku pun ikut ikutan dalam ihwal, banding membandingkan. Sesuai dengan judul postingan, bahwa pekerjaan membandingkan adalah pekerjaan bodoh. 

    Dan btw, sebenarnya niat aku membuat postingan ini untuk membandingkan 2 manajer di tempat kerja yang berbeda. Karena you know-laaah, membandingkan adalah pekerjaan bodoh. Aku ingin sekali-kali gtu jadi orang bodoh wal juliddiyah di unggahan ini. 

    Hahahahaha!

    Karena aku lelah wal semlenget wal bodoh di hari bodoh nasional ini. Pingin banget nyinyir tentang masa lalu. Kita kruek-kruek lagi ya. Bagaimana dengan sikap manajer pabrik penerbitanku dengan manajer pengelolaan sebuah portal berita online di Solo ini.

    Karena dalam tulisan ini akan banyak membahas tentang masa lalu, jadi dengarkanlah tentang kisah klasik justifikasi sistem perpolitikan di tempat kerja. 

    Pertama, bapaknya itu emang so islamiyah sekali. Sesekali memang mendoakan saat aku meminta ijin sakit atau apa.

    Kedua, karena memang islamiyah jadi memang tutur bahasanya sangat halus sekali. Seperti kain sutera lapis emas. Sopan indah sekali begitu tata kramanya. 

    Nah yg paling aku tidak suka. Kek wajar gtu ya, suka berpapasan kalau ke kamar mandi. Sesekali pernah ngliat mukanya asem, so berbanding terbalik dengan selama ini yang diperlihatkan. Usut punya usut, sepertinya si bapak memang berafiliasi dengan pihak tertentu dan memandangku sebegitu "tidak berkompetensi" nya. 

    Dan munafiknya itu banget-bangetan. Aneh! Kadang suka ngomong berbeda di orang yang berbeda. Dan suka mengorek info ke org lain tentang orang lain. Oh ternyataaa.

    Dan lagi. Kurang tegas! Terima kasih yaa atas nama saudara Retno. Whahaha. Karena dulu di awal bulan pernah bermasalah sama mbak yang satu ini, mengajariku untuk membuka sikap asli si bapak manajer terhormat. 

    Bukannya segera diselesaikan. Harus menunggu 2 bulan baru ketemu saat evaluasi kerja. Dan baru saat itu aku bercerita semua. Maksudku kan, kalau ada staff yang bermasalah. Panggil saja. Toh biar clear. 

    Sampai waktunya evaluasi tiba, sebenarnya aku sudah lupa pada konflik tragis itu. Ehh si bapak malah baru manggil. Hhhuuuuu!

    Nahhh kalau dibandingkan yaa. Well, karena baru kenal baru-baru ini, gak adil kalau aku umbar. Tapi lebih ke first impression saja. 

    Si bapak di portal online ini terbilang santuy bin rileks bin kalem. Tapi lebih dominasi ke santuy sih. Gimana enggak, potongan rambutnya ala ToMingTse F4 ala Jerry Yan tahun 2000an. Pakai jins kedodoran dan kaosan. 

    Meskipun keliatan bapak-bapak, kalau pas benerin rambut itu lohhh. SEEETTTT!!! AAAARGHHHHHHH... 

    Semakin dilanjutkan semakin halu wal konyol sekali. 

    Sebenarnya esensinya bukan pada perbandingan  dua manajer. Tapi yg satu tjurhat masa lalu dan yang satu menceritakannya pakai mode abg labil ngomongin gebetannya. Njomplang! 

    Iye. Yaudah. Kan yang bakal baca postingan ini adalah Nabila Masa Depan. 

    Jadi bil, selamat kamu sudah kembali stabil mental jasmaniyah dan rohaniyahmu. Kamu sudah bisa tegas pada perbandingan yang dilakukan orang tua, orang lain, atau siapapun itu. Terima kasih kamu mau bertahan sampai tahap ini. Ini tidak mudah. 

    Kuat, kuat, dan menjadi kuat lagi! Untukmu dan masa depanmu. Itu aja dulu, besok lanjut ke halaman terakhir mazhab juliddiyahnya. 

    ***
    Sabtu, 8 Februari 2020
    Antara gembrebeg, semlenget, suhu badan naik. 
    Otakmu zonk, lebih baik kamu berbaring dan halu. 
    Karena itu nikmat. 
    19.38

    Potret makan siangku sendirian, di balkon kantor. Ulalaaa~~~






    Continue Reading
    Pisang godog pemberian suster

    Tanpa tedeng aling-aling, tanggal 23 Januari 2020. Imaf tiba-tiba chat wasap ku.

    Aku pingin cerita.

    Dan kujawab, oke besok siang kita ketemu. 

    Sesingkat itu permintaan Imaf aku kabulkan. Aku tahu dia sudah melewati hari sendu dan tidak menyenangkan. Rasa yang pernah ia titipkan, terenggut pada komitmen. Harga mati memang jika berani ia langkah bak satu langkah saja. 

    Seperti burung yang cedera karena sayapnya patah. Momentum pertemuan ini memang bertajuk pada tema penerimaan. Tentang kehidupan yang tidak semulus jalan tol, dan lain sebagainya. 

    Kami janjian dan aku datang setelah adzan duhur. Karena sebelumnya, aku harus menunggu bapakku pulang ke rumah terlebih dahulu. Sayang, kalau harus menutup warung fotocopy-ku.

    Jadilah, di suatu tempat kos mungil, Mbokde Imaf bercerita menggebu. Tentang temannya yang memiliki bayi dan mengejar-ngejar dosen pembimbingnya untuk konsultasi/bimbingan. Tentang struggle bagaimana dia menutup buku rasa yang sudah dia pendam pada seseorang. Tentang banyak hal. Kami seorang perempuan yang pandai dalam membuat narasi pembicaraan ngalor ngidul tak tentu arah. Dan menikmatinya. 

    Hahahahaha. 

    Seperti itulah kalau dua perempuan bertemu. Tak butuh dua jam tiga jam buat berbincang, bahkan kalau Tuhan menciptakan 48 jam dalam sehari, pun tak pernah cukup untuk membicarakan segalanya. 

    Hari itu, aku sepakat menemani Mbokde seharian. Aku pun diajak untuk bertemu dengan teman karibnya dari S2 yang (istimewanya) seorang suster Katolik. Di sebuah tempat dekat dengan SD Marsudirini, aku disambut oleh suster Katolik sudah tua. Mungkin berusia 50 tahunan. Namun, fisiknya tampak bugar. Ia bahkan sangat gesit dalam berjalan dengan modar mandir mengambil flashdisk atau laptopnya naik turun tangga. 

    Aku lebih banyak diam. Pun, aku juga tidak bisa membantu banyak. Aku mendengarkan dua orang yang saling berkonsultasi pada masing-masing jurnal, kemudian membahas Thesis, dan diakhiri dengan keputusasaan si suster yang merasa dia tampak bodoh di kajian ilmu sosiologi. Seperti itu terus. 

    Pada jam yang sudah menunjukkan waktu ashar, obrolan Imaf-suster Katolik itu pun sudah mengarah ke hal hal santai. Aku banyak terlibat banyak pada percakapan mereka. Semakin lama, semakin menarik minatku. 

    Sang suster menanyakan padaku, "apakah ini pertama kalinya kamu bertemu dengan sosok suster seperti saya?" 

    Kujawab saja, iya. Ini pertama kalinya. Maksudku, dalam arti dimana aku banyak berbincang seperti saat ini. Aku banyak melihat suster berjalan di pagi hari di dekat Pasar Gemblegan. Tapi maksudku, aku hanya melihat dari jauh. 

    Obrolan semakin menarik, ketika Imaf memancing sejarah suster katolik itu. 

    "Bil, suster ini pernah tinggal di Roma loh terus ke Filipina dan Amerika." kata imaf. Aku takjub dong. 

    Sang suster bercerita tentang kisah hidupnya yang memutuskan untuk menjadi suster. Pertentangan keluarga terjadi. Dimana keputusan nekadnya itu diambil saat dia tak lama menerima pinangan dari seorang pria. 

    " Saya itu seperti diberi wahyu dari Tuhan, mbak. Begitu saja. Memang ini jalan Tuhan yang harus saya ambil." sahut sang Suster. 

    Memang kadang tidak masuk di akal logika. Sang Suster harus melepas banyak hal yang menjadi dambaan banyak orang. Menjadi seorang suster katolik berarti kamu harus memiliki tiga prinsip. Adalah kemiskinan, kesucian, dan kemurnian. 

    Ia mengabdikan dirinya menjadi biarawan. Hidup jauh dari kemewahan, yang ada justru penuh pas-pasan. Tapi kalau suster bilang, itu bagian dari kemiskinan, salah satu prinsip yang mereka anut. Padahal bisa saja kan dia jadi pengusaha kaya. Apalagi suster ini sedang menjalani proyek sosial buat pemberdayaan umat katolik dengan membuka usaha batik. Omzet bisa ratusan juta sebenarnya. Dan dia ikhlas semua usahanya buat umat. Apalah saya yang masih partikel debu seperti ini. 

    Prinsip kemurnian, jelas dia menjaga dirinya selalu dalam lindungan Tuhan. Bayanganku kalau di Islam itu seperti i'tikaf di masjid di sepuluh hari terakhir Ramadhan gtu kali ya. Pokoknya lebih ke banyak banyak mendekatkan diri pada Sang Maha Kuasa. 

    Nah yang prinsip terakhir ini yang sering aku galaukan dan justru berbenturan dengan prinsip suster. Menjaga kesucian. Menjadi suster katolik tentu saja harus suci, tidak boleh tersentuh oleh laki-laki. Suster memilih jalan berliku dengan alasan panggilan Tuhan ini daripada harus mengikuti tren kebanyakan orang, masih saja menyisakan kekaguman pada semua keputusan yang dia ambil. 

    Seketika aku amaze. Karena aku masih menjadi bagian dari banyak orang yang berpikir pada momentum yang sama. Lahir, sekolah, lulus kuliah, nikah, punya anak, meninggal. Mungkin aku bagian dari ekosistem kebanyakan, dan menolak untuk membentuk tujuan yang berbeda. Suster tidak. 

    Ia berpesan pada kami berdua. "Saya membuat keputusan menjadi suster di umur 25 tahun. Sama dengan umur kalian saat ini. Umur seperti kalian, kalian harus tentukan. Menjadi seperti apa kalian di masa depan." 

    Tertampar, tertohok, dan speechless. Pasti! 

    Ini sudah memasuki bulan februari. Aku sudah berumur 25 tahun lebih 2 bulan. Tetapi pertanyaannya pada keputusan besar apa yang akan aku ambil, ini masalahnya. 

    Allah, Allah, Allah, Ya Tuhan kami kuatkan! Aku tidak tahu bagaimana caranya hidup di fase seperti ini. Selain ada kesempatan aku ikut bertarung sambil menguji diri dan berjudi pada hidup ini, aku tak tahu lagi. 


    ***
    Setelah pertemuan dengan suster, kami datang ke Luwes. Kami berdua mencoba untuk refleksi diri. Tentang penerimaan, ikhlas dan takdir Tuhan. Setia-tiba itu menjadi religius. Memang benar ketika manusia menerima apa adanya selalu berakhir tanda tanya. 

    24 Januari 2020

    potret kecil yang bisa kami bagikan dari pertemuan sore itu.



    Continue Reading

    Hei.
    Pada langit yang kutitip rindu semalam. 
    Ingin kuceritakan hal yang aku dapat dari pertemuanku bersama sahabat di tanggal 1-2 Februari lalu. 

    Pertemuan bersama imaf dan yayak di jogjes

    Aku berjumpa dengan kawan lama. Sebetulnya dia kawan yang sering aku sebut namanya di sini. Hanya saja hal yang membuat pertemuan ini begitu spesial adalah dia menyelesaikan pengabdian selama 1 tahun di pulau terluar Indonesia yaitu Natuna. Melalui sebuah program Indonesia Mengajar.

    Bukan sebuah kisah horor menakutkan yang aku dapat. Aku tidak butuh itu. Hahaha, memang keterlaluan sekali aku ini. Bukan pula cerita tentang struggle-nya dia menghadapi hidup di perantauan. 

    Tentu saja bersama dengan mbokde Imaf aku datangnya. Agenda sisipannya sih hanya njagong di nikahannya Yasin. Aduh malas banget deh sebenarnya. Kalau enggak demi tujuan utama ketemu dek yayak. Hahahaha. 

    Beberapa waktu setelah kepulangan yayak ke Jawa, ke Bantul lebih tepatnya, dia tengah menggilai sosok orang. Aku tidak tahu. Caranya dia menyampaikan seolah-olah "sosok" ini adalah "the one and only". Just him. Gak ada yang lain. Sebegitu panjang aku berlarut-larut dalam ceritanya. Dalam doa yang dia panjatkan. Sesederhana, "ya Allah beri aku kesempatan", kadang membuat akal logikaku gak bekerja. 

    Kenapa orang ini sebegitu jatuh. Sebegitu tenggelam dan larut dalam perasaannya? 

    Yang aku dapati masih dalam kebingungan. Bukan sebuah jawaban yang memuaskan. 

    "Bil, aku punya sahabat kan. Si mbaknya itu juga pas ketemu suaminya karena doa-doanya. Doanya sama Allah, sederhana. Ya Allah aku pingin ngobrol. Allah kasih itu kesempatan. Cuma ngobrol ajaa. Dan qadarullah berlanjut-lanjut sampai pada pernikahan." begitu katanya. 

    Tetap gak masuk di logika lagi. Bukan karena aku meragukan kekuasaan Allah ya. Hanya saja aku masih berpedoman bahwa semuanya itu harus sejalan, antaranya doa sama usaha. Laaah, mbaknya saja hanya doa. Peluang ketemunya memang ada, tapi kan hanya nol koma sekian persen, kan. Dan gak bisa jadi standar semua orang untuk melakukan hal yang sama juga. 

    "Hei anda, doa itu juga bagian dari usaha! " tukasnya. 

    Jika diteruskan, aku yang mati konyol sendirian dalam obrolan ini. Tapi aku memaklumi. Allah masih menitipkan kekosongan hati sampai bertahun tahun ini karena menyuruhku mengeja perasaan. Logikaku bermain begitu sempurna. Allah mungkin ingin aku agar memahami "rasaku" terlebih dahulu. 

    Bahkan pada sosok yang pernah sebelumnya aku tulis di blog ini. Tentang dia yang menjadi metafora. Aku bahkan mendoakan namanya. Hanya sekali. Aku masih ingat, pada hujan sore hari saat aku melewati sawah sepulang kerja. 

    "Mas semoga kita berjodoh ya." begitu doaku pada Sang Pencipta Langit. 

    Tapi... 

    Pada sebuah pesan singkat setelah pertemuan dengan yayak dan mbokde di jogja. Aku chat imaf tiba tiba di malam harinya. Rasanya aku ingin buru buru menyampaikan pesan ini. Seolah tidak ada hari esok dan menunggu untuk menyampaikan keganjelan hati ini. 

    "Maf, sepertinya aku sama mas itu gak jodoh deh. Tadi pas pulang kerja aku (terbiasa ngalamun di perjalanan) mikir dan cek ombak perasaanku. Mungkin aku lebih ke kagum aja kali ya. Dia bukan feelingku." kataku. 

    Yayak dan imaf selalu mengulang perihal "feeling" berkali kali. Ini kata magis yang mengantarkan mereka pada pengalaman percintaan mereka sendiri. Karena you know lah, aku masih kosong bertahun tahun, seolah olah kata "feeling" adalah kata sakti madraguna yang belum aku dapati. Dan pertemuan dengan mereka berdua mengajariku untuk mengenal "rasa" mu. 

    "Tapi mbokdeee, aku juga dapat feeling nek aku bakal ketemu feelingku sebentar lagi. Entahlah. Kayaknya hanya butuh waktu saja."

    Imaf: wkwkwk aku ngekek bil. Santai aja kali, jangan dibuat beban. Kalau memang belum menemukan yaudah tunggu. 

    Hp aku tutup. Sudah larut. Aku tidak ingin memperlama obrolan itu. Meskipun begitu, aku memejamkan mata sebelum tidur dengan berharap dalam waktu dekat semuanya datang. I dont know Who is he. 

    Siapapun dia. Dimanapun dia berada. 

    Halo mas, perkenalkan ini aku Nabila! Senang bertemu dengan mas. 


    ***
    Libur kerja, Jumat 7 Februari 2020
    07.45
    Grup trio macan bergemuruh dengan permintaanku yang ingin dikenalkan dengan anak komisaris pertamina. Siapa tau kan yaa, hahahahaha! 


    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ►  2021 (34)
      • ►  Aug 2021 (1)
      • ►  Jul 2021 (3)
      • ►  Jun 2021 (3)
      • ►  May 2021 (4)
      • ►  Apr 2021 (8)
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ▼  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ▼  Feb 2020 (9)
        • Sapanya, Siang Tadi!
        • Selamat Berpulang, Siptaaaaa
        • Kamu Tahu Tempatnya Bergantung Dimana, Bil?
        • Akhir dari penyesalan
        • Tentang Adekku, Hari ini!
        • Tak Sadar, Kita Tengah Berjudi
        • Membandingkan Adalah Pekerjaan Bodoh
        • Belajar dari Suster Katolik Tentang Keputusan Hidup
        • Diajari Mengeja Rasa!
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top