Diajari Mengeja Rasa!
5:03 PM
Pada langit yang kutitip rindu semalam.
Ingin kuceritakan hal yang aku dapat dari pertemuanku bersama sahabat di tanggal 1-2 Februari lalu.
Bukan sebuah kisah horor menakutkan yang aku dapat. Aku tidak butuh itu. Hahaha, memang keterlaluan sekali aku ini. Bukan pula cerita tentang struggle-nya dia menghadapi hidup di perantauan.
Tentu saja bersama dengan mbokde Imaf aku datangnya. Agenda sisipannya sih hanya njagong di nikahannya Yasin. Aduh malas banget deh sebenarnya. Kalau enggak demi tujuan utama ketemu dek yayak. Hahahaha.
Beberapa waktu setelah kepulangan yayak ke Jawa, ke Bantul lebih tepatnya, dia tengah menggilai sosok orang. Aku tidak tahu. Caranya dia menyampaikan seolah-olah "sosok" ini adalah "the one and only". Just him. Gak ada yang lain. Sebegitu panjang aku berlarut-larut dalam ceritanya. Dalam doa yang dia panjatkan. Sesederhana, "ya Allah beri aku kesempatan", kadang membuat akal logikaku gak bekerja.
Kenapa orang ini sebegitu jatuh. Sebegitu tenggelam dan larut dalam perasaannya?
Yang aku dapati masih dalam kebingungan. Bukan sebuah jawaban yang memuaskan.
"Bil, aku punya sahabat kan. Si mbaknya itu juga pas ketemu suaminya karena doa-doanya. Doanya sama Allah, sederhana. Ya Allah aku pingin ngobrol. Allah kasih itu kesempatan. Cuma ngobrol ajaa. Dan qadarullah berlanjut-lanjut sampai pada pernikahan." begitu katanya.
Tetap gak masuk di logika lagi. Bukan karena aku meragukan kekuasaan Allah ya. Hanya saja aku masih berpedoman bahwa semuanya itu harus sejalan, antaranya doa sama usaha. Laaah, mbaknya saja hanya doa. Peluang ketemunya memang ada, tapi kan hanya nol koma sekian persen, kan. Dan gak bisa jadi standar semua orang untuk melakukan hal yang sama juga.
"Hei anda, doa itu juga bagian dari usaha! " tukasnya.
Jika diteruskan, aku yang mati konyol sendirian dalam obrolan ini. Tapi aku memaklumi. Allah masih menitipkan kekosongan hati sampai bertahun tahun ini karena menyuruhku mengeja perasaan. Logikaku bermain begitu sempurna. Allah mungkin ingin aku agar memahami "rasaku" terlebih dahulu.
Bahkan pada sosok yang pernah sebelumnya aku tulis di blog ini. Tentang dia yang menjadi metafora. Aku bahkan mendoakan namanya. Hanya sekali. Aku masih ingat, pada hujan sore hari saat aku melewati sawah sepulang kerja.
"Mas semoga kita berjodoh ya." begitu doaku pada Sang Pencipta Langit.
Tapi...
Pada sebuah pesan singkat setelah pertemuan dengan yayak dan mbokde di jogja. Aku chat imaf tiba tiba di malam harinya. Rasanya aku ingin buru buru menyampaikan pesan ini. Seolah tidak ada hari esok dan menunggu untuk menyampaikan keganjelan hati ini.
"Maf, sepertinya aku sama mas itu gak jodoh deh. Tadi pas pulang kerja aku (terbiasa ngalamun di perjalanan) mikir dan cek ombak perasaanku. Mungkin aku lebih ke kagum aja kali ya. Dia bukan feelingku." kataku.
Yayak dan imaf selalu mengulang perihal "feeling" berkali kali. Ini kata magis yang mengantarkan mereka pada pengalaman percintaan mereka sendiri. Karena you know lah, aku masih kosong bertahun tahun, seolah olah kata "feeling" adalah kata sakti madraguna yang belum aku dapati. Dan pertemuan dengan mereka berdua mengajariku untuk mengenal "rasa" mu.
"Tapi mbokdeee, aku juga dapat feeling nek aku bakal ketemu feelingku sebentar lagi. Entahlah. Kayaknya hanya butuh waktu saja."
Imaf: wkwkwk aku ngekek bil. Santai aja kali, jangan dibuat beban. Kalau memang belum menemukan yaudah tunggu.
Hp aku tutup. Sudah larut. Aku tidak ingin memperlama obrolan itu. Meskipun begitu, aku memejamkan mata sebelum tidur dengan berharap dalam waktu dekat semuanya datang. I dont know Who is he.
Siapapun dia. Dimanapun dia berada.
Halo mas, perkenalkan ini aku Nabila! Senang bertemu dengan mas.
***
Libur kerja, Jumat 7 Februari 2020
07.45
Grup trio macan bergemuruh dengan permintaanku yang ingin dikenalkan dengan anak komisaris pertamina. Siapa tau kan yaa, hahahahaha!
0 Comments