Membandingkan Adalah Pekerjaan Bodoh

4:40 AM

Gemes banget syalala, yeyeye!

Coba bayangkan kalau kita ini dibanding-bandingkan dengan anaknya temen bapak/ibu, atau bahkan sesama saudara sendiri. Si adekmu ngelakuin ini itu, kamuuu? Atau, anaknya Bu "ini" udah dapat kerja di sana, di sini.

Yeileeeh! 

Muak banget kan ya. Pernah pada suatu ketika pas jaman pilpres apa ya, lupa. Pokoknya pas kampanye. Kampanye partai merah yang terkenal beringas di Solo dan hampir menduduki beberapa tempat dan salah satunya masjid, pernah menjadi sorotan (gaya bahasa berita banget gak sih, aku). Saat aku tiba di warung milik keluarga, ibuk lagi ngitung apa, dan tiba tiba cerita. Cerita yang diangkat adalah kakak sepupu saya. Luqman namanya. Dia bersama teman-teman remaja masjid menjaga masjid suatu tempat agar tidak diduduki massa kampanye si merah. 

Di dalam cerita tersebut, ibuk seolah-olah menuding kelompok tertentu berpotensi akan membuat kerusuhan. You know what I mean. Dan aku hanya manggut-manggut. Di penghujung cerita, ibuk seolah membandingkan "apa yang dilakukan Luqman dengan apa yang aku lakukan". 

Aku bilang, "setiap orang punya nilai dan prinsipnya masing-masing. Gak bisa distandardisasi semua org melakukan hal yang sama."

Tidak ingin mendebat, ibu langsung terdiam.

Lagi. 

Pada sebuah momentum, ibu membandingkan aku dengan jiwa masa mudanya. Iya. Ini lagi-lagi perkara kenapa anaknya tidak ada yang aktif di remaja masjid. Wong, bapaknya aja takmir masjid, penyuluh agama kecamatan Grogol, ibunya saja pendiri gerakan ngaji di desa. Kenapaaa???

Kalau ditanya aku juga tidak tahu jawabannya. Sepertinya anak bapak ibu tidak ada yang berbakat buat meneruskan perjuangan mereka. Tapi yang jelas, tiap orang punya darah juang masing-masing dengan nilai dan prinsipnya. 

Misal aku, pernah terlibat di gerakan sosial ranah pendidikan. Ikut menjadi relawan Solo Mengajar misalnya. Terus menjabat jabatan penting dalam mengelola Bakti Muda, contoh lainnya, hauwaah. Tapi aku senang kok nglakuinnya. Aduh kalau disuruh mengikuti jejak, say to sorry. Bukan gimana gimana, malah jatuhnya berat buat aku lakukan.

Laah kalau gak enjoy, buk. Gimana?

Mending kita melakukan kebaikan dimana kita merasakan keikhlasan kan. Daripada ikut dan lambat laun jadi perbandingan. 

Nahhh!!!

Sebenarnya itu jawabannya. Aku gak mau jadi perbandingan. Aku hanya membandingkan dengan standar yang aku mau. Aku gak mau dibandingkan dengan jiwa masa mudanya ibuk. Aku juga gak mau dibandingkan dengan adekku, sepupuku, teman-temanku. Aku akan menjalani hidup sehidup-hidupnya dengan caraku. 

Aku adalah jiwa bebas dengan standarnya. Titik!

Alasan kenapa aku menulis ini. Kadang aku melihat hidup yang dijalani orang terkadang gampang buat kita yakini. Dan sering pula kita berkomentar dengan membandingkan hidup kita dengan orang lain itu. Nambah nelangsa saja jalan hidup kita. Begitu dan seterusnya. 

"eh enaknya jadi dokter, dapat suami dokter apalagi. Anaknya mesti pinter."

"eh enak sepertinya jadi pns. Leha leha dapat duit," 

"kayaknya jadi Rafathar itu enak sekali ya, orang tuanya sama sama orang berduit. Bisa hidup tanpa merasakan penderitaan, kek kita kita."

Enak sekali yaa kerjaan anda. Nyinyir teruss. 

Iya. Hidup memang sawang sinawang. Kadang melihat hidup orang lain adalah cara yang paling gampang. Daripada kita usaha dengan usaha kita sendiri. Atau bahkan orang lain ada yang berpikir, hidup seperti aku enak juga ya. Dan kita berakhir pada perbandingan. Saling membandingkan. Tidak sehat. Mental rusak. 

Aduh bodoh sekali kalau sempat terpikirkan. 

Tapi yakinlah, jangan jadikan dirimu sebagai pusat perbandingan. Makanya pihak/organisasi/lembaga apapun yang sering melakukan studi banding tidak akan berhasil atau sukses karena selalu memperbandingkan. 

Yaiyalaahh. 

Maksudku, ketahui setiap jiwa/pihak/lembaga/organisasi/atau apapun itu punya kebutuhan fisik dan psikologisnya masing-masing. Misal nih kayak aku. Saat Mbokde Imaf ke Jepang, ke Amerika suatu ketika aku pernah berpikir. "kapan gtu bil, kamu mengenal dunia lebih luas?" atau kata yayak, "kita harus memperluas tempat sujud kita." Orang-orang yang mempunyai jiwa travelling pasti menyenangkan yaa buat jalan jalan. Ke tempat baru. Mengenal orang baru. Terus ada kiriman feed di instagram. Buat dibagikan. Kita yang melihat postingan instagram menganggap seakan akan "mereka" tengah membandingkan kehidupan mereka dengan diri kita yang nelangsa. Tapi bagi aku enggak. Aku bahagia kok dengan hanya mengakar di Solo. Leha-leha. Mendekap di balik selimut sambil nyetel drama korea. Atau nulis sampah berfaedah di blog kek gini. 

Kita tidak perlu pura-pura bahagia dengan beradu peran seperti apa yang mereka citakan. Tidak perlu. Kalau kamu memang tersiksa melakukannya, ya jangan dilakukan. Gtu... Lakukan apa saja lah yang sekiranya kamu merasa nyaman. Toh, apa yang kita lakukan untuk memperkuat potensi diri kita kan. Bukan untuk jadi bahan perbandingan. 

Tapi emang bener pernyataan Egy, sebaik baik manusia saat ini adalah yang bijak dalam mengendalikan postingan. Wkwkwk. Karena takut jika dikatakan racun. Ia tidak mau manusia lain yang melihat feed instagramnya malah menjadikan diri sebagai pusat perbandingan. Bahkan ia menahan diri buat keep foto di Taiwan karena dalam rangka "penjagaan". Standing applause buat dia!

Baiqlaaah.

Biarkanlah jiwa ini merasa seperti ini... 

... aku bahagia dengan mereka yang mencapai achievement tertentu. Aku menolak alpa bagaimana diri ini seolah ditinggal ya. Wajar. Dan saling mendoakan, tentu saja. Maksudku, aku gak harus mencapai apa yang mereka capai. Aku bahagia cuma mencapai titik yang ingin aku capai saja. Begitu harusnya. 

Udahlah ya. Tak. Perlu risau. 

Tapi, perihal banding membandingkan. Sesekali hlaa mbok boleh gtu. Gantian aku yang nyinyiirrr. Keknya enak gtu yaa membandingkan orang. Mumpung lagi di fase melupakan segala hal yang terjadi, hauwah. Apalagi aku ini suka gampang lupa sama sakit hati, mohon yaa pembaca. Biarkanlah tulisan ini menjadi liar tidak berfaedah gtu. 

ManuSIA bodoh itu Aku, dong 

Aku pun ikut ikutan dalam ihwal, banding membandingkan. Sesuai dengan judul postingan, bahwa pekerjaan membandingkan adalah pekerjaan bodoh. 

Dan btw, sebenarnya niat aku membuat postingan ini untuk membandingkan 2 manajer di tempat kerja yang berbeda. Karena you know-laaah, membandingkan adalah pekerjaan bodoh. Aku ingin sekali-kali gtu jadi orang bodoh wal juliddiyah di unggahan ini. 

Hahahahaha!

Karena aku lelah wal semlenget wal bodoh di hari bodoh nasional ini. Pingin banget nyinyir tentang masa lalu. Kita kruek-kruek lagi ya. Bagaimana dengan sikap manajer pabrik penerbitanku dengan manajer pengelolaan sebuah portal berita online di Solo ini.

Karena dalam tulisan ini akan banyak membahas tentang masa lalu, jadi dengarkanlah tentang kisah klasik justifikasi sistem perpolitikan di tempat kerja. 

Pertama, bapaknya itu emang so islamiyah sekali. Sesekali memang mendoakan saat aku meminta ijin sakit atau apa.

Kedua, karena memang islamiyah jadi memang tutur bahasanya sangat halus sekali. Seperti kain sutera lapis emas. Sopan indah sekali begitu tata kramanya. 

Nah yg paling aku tidak suka. Kek wajar gtu ya, suka berpapasan kalau ke kamar mandi. Sesekali pernah ngliat mukanya asem, so berbanding terbalik dengan selama ini yang diperlihatkan. Usut punya usut, sepertinya si bapak memang berafiliasi dengan pihak tertentu dan memandangku sebegitu "tidak berkompetensi" nya. 

Dan munafiknya itu banget-bangetan. Aneh! Kadang suka ngomong berbeda di orang yang berbeda. Dan suka mengorek info ke org lain tentang orang lain. Oh ternyataaa.

Dan lagi. Kurang tegas! Terima kasih yaa atas nama saudara Retno. Whahaha. Karena dulu di awal bulan pernah bermasalah sama mbak yang satu ini, mengajariku untuk membuka sikap asli si bapak manajer terhormat. 

Bukannya segera diselesaikan. Harus menunggu 2 bulan baru ketemu saat evaluasi kerja. Dan baru saat itu aku bercerita semua. Maksudku kan, kalau ada staff yang bermasalah. Panggil saja. Toh biar clear. 

Sampai waktunya evaluasi tiba, sebenarnya aku sudah lupa pada konflik tragis itu. Ehh si bapak malah baru manggil. Hhhuuuuu!

Nahhh kalau dibandingkan yaa. Well, karena baru kenal baru-baru ini, gak adil kalau aku umbar. Tapi lebih ke first impression saja. 

Si bapak di portal online ini terbilang santuy bin rileks bin kalem. Tapi lebih dominasi ke santuy sih. Gimana enggak, potongan rambutnya ala ToMingTse F4 ala Jerry Yan tahun 2000an. Pakai jins kedodoran dan kaosan. 

Meskipun keliatan bapak-bapak, kalau pas benerin rambut itu lohhh. SEEETTTT!!! AAAARGHHHHHHH... 

Semakin dilanjutkan semakin halu wal konyol sekali. 

Sebenarnya esensinya bukan pada perbandingan  dua manajer. Tapi yg satu tjurhat masa lalu dan yang satu menceritakannya pakai mode abg labil ngomongin gebetannya. Njomplang! 

Iye. Yaudah. Kan yang bakal baca postingan ini adalah Nabila Masa Depan. 

Jadi bil, selamat kamu sudah kembali stabil mental jasmaniyah dan rohaniyahmu. Kamu sudah bisa tegas pada perbandingan yang dilakukan orang tua, orang lain, atau siapapun itu. Terima kasih kamu mau bertahan sampai tahap ini. Ini tidak mudah. 

Kuat, kuat, dan menjadi kuat lagi! Untukmu dan masa depanmu. Itu aja dulu, besok lanjut ke halaman terakhir mazhab juliddiyahnya. 

***
Sabtu, 8 Februari 2020
Antara gembrebeg, semlenget, suhu badan naik. 
Otakmu zonk, lebih baik kamu berbaring dan halu. 
Karena itu nikmat. 
19.38

Potret makan siangku sendirian, di balkon kantor. Ulalaaa~~~




You Might Also Like

0 Comments