Baru Sadar Bahwa Selama Ini Aku Kedinginan

11:53 PM

Ketika air itu sampai ke ceruk yang memisahkan antara kolam dan sunyi, daun yang berjatuhan di sisa musim hujan itu sedikit tertumpuk di perbatasan. Adalah perbatasan antara jalannya ke sungai atau tertinggal di kolam. Daun itu berada di perbatasan pada rembesan yang langsung ke tanah. Tak ayal, banyaknya sampah menumpuk di sana. Mereka tak kuasa menahan laju tenangnya air.

Musim hujan sudah melewati puncak. Tak salah jika air mengalir dengan deras. Bukankah sama dengan semua rasa yang pernah terpendam? Ah apa itu, aku menjadi seolah-olah korban dari ketidakmampuanku mencerna sinyal Semesta. 

Melihat awan mendung di kaki langit sebelah barat mengisyaratkan kegundahan. Ah bolehlah saya sedikit menitip asa yang masih berkecamuk. 

Alasan Melepaskan

Suatu ketika perasaanku tidak terkalahkan melawan arogansi. Entah dalam bentuk apapun. Pada suatu ketika, gugurnya bunga yang kelopaknya berbentuk seperti lonceng berdiameter sekitar 6 mm ini dan dengan mudah akan jatuh dari dahan setiap saat bila angin bertiup.

Pernah aku berpikir, ah indah. Tapi rasa yang ada di dada tak mau kunjung lepas. Pada seseorang yang menyadarkanku untuk melepasnya karena status rendah diri dalam hatiku yang menguasainya. 

Kita pernah merasa tak mampu, padahal belum melakukannya. Atau sekedar mengkhayal memilikinya dalam genggaman meski hal itu tak mudah didapat. Dia bak orang yang tak kenal apa itu rasa, tapi kamu dibuat bertekuk lutut bahwa kamu menggilainya. Ahh, kejam memang orang yang sedang jatuh cinta itu! 

Dia adalah orang yang tidak mau diikat. Entah dengan pertemanannya, entah dengan jejak langkah kota yang dia seberang, entah pulau mana yang akan dia sambangi, entah dengan perempuan berhijab mana yang akan dipilihnya di sisa hidupnya kelak. Mencerna itu semua membuatku kerdil. Aku tak sanggup. Bahkan tak mampu. 

Berharap menyukai dalam diam saja aku sudah bersyukur. Terima kasih Tuhan, kamu berikan perasaan ini padaku. Dan Kau kirimkan perasaan ini kepada seseorang yang normal dan tidak begundalan. Ahhh, sedih tampaknya. 

Beberapa tahun lalu, lingkaran pertemananku menyukai seseorang dengan tampang bakal dan aku ikuti langkah mereka. Seru saja. Bak seperti dongeng di novel. Yang biasa ditulis Mia Arsjad tentang Inov, pahlawan november. Meski Mia harus menuliskan karakter Inov dengan karakter yang sangat nakal. Pecandu narkoba yang berjuang untuk memperbaiki dirinya sendiri. Atau pada sosok yang dibuat Orizuka tentang gambaran anak sekolahan. 

Lucu juga. Buku bacaan bisa memengaruhi paradigma berpikirku untuk melakukan hal yang sama. Ketika aku sudah dewasa, aku tak tahu lagi harus membuat karakternya bak novel sastra atau bagaimana. Tapi lingkaran pertemananku menyadarkanku untuk menemukan "orang baik". 

Syukurlah aku menemukanmu. Satu diantaranya milyaran manusia bumi ini yang hatiku pilih. Ah, sepertinya bukan lagi hati. Tapi logikaku yang memilihmu. 

**

Aku bukan orang yang hangat. Dari banyaknya karakter, aku memilih untuk menjadi egois. Kenapa? Pilihan itu sangat menyenangkan untuk aku lakukan. 

Aku tak tahu cara untuk menghibur orang. Yang aku tahu, aku lebih suka menghindar dari kesendirian. Sedih. Atau menelepon orang untuk berbagi sambatan, meski aku tidak berada di posisi yang sama ketika teman membutuhkanku. Dasar aku! 

Diantara banyaknya kerumunan aku lebih menyukai menikmati dalam diam. Aku tidak menyukai percakapan yang berliku-liku untuk mendiskripsikan bagaimana hidupku berjalan. Atau aku lebih menyukai ada satu orang yang mendengarkan aku berkomentar mengenai apa yang aku lihat. 

Itulah kenapa aku tidak semenyenangkan itu. Pahamilah. 

**

Maka aku juga harus tahu diri. Ketika perasaanku bermuara padamu, aku tahu itu salah. Ah tidak. Tuhan sungguh adil memberikan rasa ini untuk aku kelola. Padahal logika dasarku selalu mengatakan, itu tak akan bertahan lama. Maksudku, rasaku. Suatu waktu aku harus melepasnya. Ketika waktu itu datang. Aku akan melihatmu dari kejauhan. Menjemput bidadari yang kamu pilih. Menjemput pilihan hidup yang menyenangkan. 

Kamu tahu, aku bukan orang semenyenangkan itu. Pahamilah. Melihatmu, bertukar pesan, atau melihatmu punya opini lain yang kontradiksi dengan apa yang aku pikirkan, membuatku sedikit lega. 

Terima kasih Tuhan, sudah menitipkan rasa ini. Aku berjanji akan melepasnya ketika waktu jatuh temponya datang. Tapi Tuhan, ini perasaan yang membuatku senang. Bisakah bertahan lebih lama lagi. 

Aku mohon! 

Alasannya klise, aku adalah wanita yang kedinginan. Lelaki itu begitu hangat. Tak mungkin jurang perbedaan yang begitu besar membuat dia harus menetap. Ataukah dia ingin terjebak dalam ritme hidupku yang membosankan? 

***
13.47
27 april 2020
Libur kerja 2 hari 

Baru Sadar Bahwa Selama ini Aku Kedinginan

You Might Also Like

1 Comments