Tentang Covid-19 dan Alasan Kita Tidak Bisa Salahkan Ikan Berenang
4:20 AMMengerikan memang!
Berbicara mengenai wabah Covid-19 ini. Sah! WHO sudah mendeklarasikan bahwa ini sebuah pandemi, dimana semua negara terkena, kecuali Antartika.
Oke, aku akan susun kronologi ala-ku secara berurutan mengandalkan ingatan terbatasku.
Januari, 2020
Awal kemunculannya di Januari kan, soalnya aku ngobrol sama Mbak Ines yang kebetulan ke Solo. Membicarakan tentang wabah ini. Kita nggosip, bak memikirkan bahwa virus ini buatan. Ada lab di Wuhan China yang bocor atau apa, sampai menginfeksi warganya.
Dunia internasional menyoroti virus ini. Langsung jadi perhatian dunia, eh jebul sudah merambah ke beberapa negara. Meski, angka kasusnya sedikit.
Februari 2020
Bulan Februari, aku sering banget bikin berita mengenai wabah virus corona ini. Lewat perspektif media asing, mengenai China yang dibuat kalang kabut tangani kasusnya.
Angka kasusnya sudah paling parah. Beberapa negara seperti Amerika, Rusia, Eropa terinfeksi, Bahkan, angka kasus di Jepang dan Korea melesat jauh lebih banyak.
Akhir Februari, 2020
Indonesia masih denial, tidak mengakui. Setiap bikin berita, yang aku beritakan, kata menteri ini makan nasi kucing aja sembuh. Pakai doa, ntar virus sembuh. Bahkan warganet di Twitter yang bahkan aku ketawakan adalah =alah kita makan gorengan pakai minyak goreng plus plastik, makan pakai nasi, hal hal menjijikan lainnya,-- aja masih dikasih sehat kok. Imun kita kuat!, gtu katanya.
Kan, kita dibuat gedek sendiri.
Dunia sedang kalang kabut, Indonesia malah menertawakan, kan berasa tertawa atas penderitaan orang. Ini juga bukan akhlakul karimah, ya kan.
Awal Maret 2020
Tepat tanggal 2, Jokowi selaku Presiden RI mengatakan ada 2 orang yang positif corona. Warga Depok, namun interaksinya banyak dilakukan di Jakarta.
Panik? Jelas, tak lama kemudian, 2 orang Solo juga kena. Seorang suami istri. Dimana sang suami barusan selesai ikut seminar di Bogor, dan menulari ke istrinya.
Sekarang
Aku menulis berita mengenai istri yang terinfeksi itu. Kondisinya sudah sembuh. Namun nahas, suaminya sudah meninggal terlebih dahulu. Selain itu, aku juga dapat info. Sopir dari sang suami istri itu juga terkena. Positif pula. Bahkan sampai meninggal dunia.
Inilah alasan, aku memberlakukan sistem karantina mandiri. Untuk apa? Cuy, dia warga Grogol dong. Meski Kecamatan Grogol bisa dikatakan lebih luas dari yang kita bayangkan. Tapi kan, deket gtu. Rumahku ke Jembatan Bacem bisa diitung 10-15 menitan.
Minggu ini, kasus yang terinfeksi virus corona sudah ditotal lebih dari satu juta. Amerika mengalahkan Italia di minggu ini pula. Angkanya lebih fantastis. China, sebagai negara awal terjadinya virus ini bisa menekan di angka 3ribuan orang yang meninggal. Bahkan sekarang sudah 0 kasus. Hanya kasus kambuhan aja dari orang yang sembuh kena infeksi lagi.
*
Atur napas!
Buang!
Hirup lagi!
Aku percaya, bahwa pandemi global seperi ini sesungguhnya muncul di seratus tahun sekali. Aku bukan menerawang ala-ala Mbah Mijan atau siapapun ya. Hanya saja menurut apa yang aku baca, memang begitu.
Di abad 20 tepatnya di tahun 1918, pandemi global itu bernama flu Spanyol. Walaupun asal muasalnya juga bukan dari Spanyol, tapi identifikasi kasusnya memang berada di Negeri Banteng Matador.
Kita juga dikejutkan dengan virus sebelum corona, misal SARS atau MERS, itu pun inangnya juga dari hewan. Yang masih misteri yaa, si Corona ini. Lewat binatang apakah yang menjadi inang dari tersebarnya virus ini? Kalau pun kelelawar, kayaknya belum 100 persen akurat. Menurutku sih, banyak temuan artikel berita yang belum relevan yang menunjukkan pelaku utamanya adalah kelelawar. Bahkan ada yang bilang trenggiling, loh.
Wallahualam ya, Soon-lah para ilmuan menemukan kebenarannya.
*
Suatu ketika, aku pernah mendengar nada berbicara seperti ini.
"Tuh Lihat, Negara China yang sombong aja diuji sama Allah dengan dikasih wabah itu. Mau nyingkirin umat islam. Nyesel gak tuh. Allah kalau udah turun tangan nangani orang sombong ya kek gtu."
Aku langsung maktratap.
Kalimat itu lebih ke politis sebenarnya, kalau aku nilai.
Ya nggak kayak gtu dong, Sama kayak awal Februari lalu pas Jakarta dilanda musibah banjir. Bisa dibilang diksi kalimatnya bakal sama kan. Kalau cuma nyalahin Anies Baswedan yang nggak becus ngurus Kota Jakarta.
Ya kan? Maksudnya sama kan ya.
Jakarta juga "diazab" dong sama Tuhan karena jadi kota maksiat, makanya kalau ada hujan selalu banjir.
Plis deh, kita kan gak perang antara pendukung ini dan pendukung itu. Bukan karena kebijakan ini dan kebijakan itu.
Allah tuh kalau udah ngasih musibah pasti ada maksud dan tujuannya. Gak melulu mengenai azab dan dosa kan. Iya benar, kita harus introspeksi diri, muhasabah diri, memperbaiki diri sendiri agar lebih kenceng doa dan ibadahnya.
Apakah hanya berkutat di situ saja? Aku pikir enggak dong. Kita diberi akal gunanya untuk berpikir yang jernih kan. Diberi akal agar lebih peka sama maksud dan tujuan Allah itu seperti apa.
"Kalau pun banjir datang" maka pembelajaran yang kita terima adalah oh mungkin Allah negur kita karena buang sampah sembarangan. Kita punya banyak dosa di lingkungan tempat tinggal kita ini. Oh berarti kita harus lebih menghargai lingkungan.
Menghargai energi yang biasa kita pakai. Kalau siang hari, lampu dimatikan. Somtehing like that-lah.
Sama halnya dengan "wabah corona ini", apa sih dampak positifnya. Oh, Allah ingin kita tetap di rumah. Muhasabah diri, bahwa pertemuan dengan kawan, sanak keluarga ataupun siapapun itu nyatanya punya harga sangat mahal.
Oh, atau Allah minta kita untuk menjaga bumi. Toh penelitian mengatakan kalau selama wabah corona ini berlangsung, lapisan ozon di Antariksa justru menutup. Itu artinya Allah minta agar bumi ini mengobati dirinya sejenak. Pun ini hanya pandemi yang terjadi seratus tahun sekali, gtu mungkin kata Allah buat kita.
Coba kita sikapi hal-hal yang diberi Allah untuk kita dengan memandang dan berpikir yang bijak. Tidak separatis dan menggolongkan seolah olah terdapat stratifikasi iman.
"Itu azab buat orang yang nggak beriman."
Atau,
"Azab buat orang kafir."
Tutup mulut kalian dan introspeksi diri. Bahwa manusia tidak ada yang namanya lebih tinggi. Bukankah kita sama di mata Tuhan kita. Jangan saling klaim, bahwa aku lebih tinggi imannya dibandingkan orang kafir sana, Meski aku beriman tapi aku merusak bumi, atau hal lain.
Berpikirlah bahwa apa yang terjadi di bumi ini adalah bagian dari kita. Mau kita benar, suci, kotor ataupun najis sekalipun, kita memegang kendali pada sekitar.
Bukankah sebaik baik manusia yang memberikan manfaatnya. Tidak hanya gelora mengenai iman tapi nol akhlaknya dalam memperlakukan manusia, hewan, lingkungan, bahkan makhluk Allah lainnya.
Buatlah sebuah diksi yang merangkul, mengajak pada sudut pandang iman dan ilmiah. Biar kita tidak terjebak dalam zonasi islam, kafir, komunis atau siapapun. Ayolah, kita berjuang bersama.
Kita tanggapi hal baik ini dengan cara yang baik. Kalau mau berbicara negara komunis, liberal, bahkan nasionalis sekalipun, virus corona sudah mengancam seluruh dunia. Tinggal mau apa enggak buat menyelesaikannya.
Sekaligus buat ng-challange apakah pemimpin negara tersebut becus ngurus rakyatnya atau tidak. Oops!
*
Benar!
Kita tidak ada alasan untuk menyalahkan ikan yang berenang. Aku paham, aku tahu, dan aku sadar. Bahwa manusia adalah makhluk egoistis yang diciptakan. Pada satu momentum mereka tidak akan berhenti menghujat karena merasa dirinya paling benar. Sama halnya aku disini yang merasa risih dengan beberapa zonasi orang saling menyalahkan, mengkafirkan, ini negara komunis, liberalis, islam atau apapun.
Dunia sudah bergerak sesuai kodratnya. Kita? Jadilah sebaik-baik manusia. Sebaik baik makhluk yang berpikir.
Mungkin unggahan ini akan nol pembaca, and i dont care. Mungkin sedikit bacotan akan menghidupkan nalar berpikirku, itulah alasan mengapa aku menulis ini.
Mari sikapi, apapun kondisinya, mau banjir, mau corona, mau gunung meletus, atau apapun yang terjadi di masa depan, ingatlah bahwasanya kita numpang buat berjalan di bumi Allah ini. Semangatilah dan bersikap baiklah pada sesama. Lingkungan lebih luas ini.
Jangan lupa doakan, orang-orang yang sedang berjuang, menghidupi keluarganya, menyelamatkan nyawa pasien positif corona, atau orang orang di seluruh jagad raya yang memiliki kondisi dan masalahnya masing-masing.
Wahai masyarakat dunia, kita bisa melewati ini semua kan ya!
*
Cheer up!
sat night'
04/04/2020
20.57
0 Comments