Pages

  • Home
  • Tumblr
  • linked
facebook linkedin twitter youtube

Rumah Dialektika

    • About Me
    • Renjana
    • Cerita Pendek
    • Opini

    Its to late to say, but here we go.

    Zidni Rosida Taufiqoh, terima kasih kamu sudah berjuang keras. Terus hidup, sehat, baik baik saja hingga hari ini. Eksistensimu masih dibutuhkan. Kiprahmu selanjutnya akan dinantikan.

    Lahir di 12 Agustus 1997 hingga berdiri sampai detik ini bukan hal yang mudah. Dunia sudah kacau. Ditambah hantu pandemi yang nggak kelar-kelar.

    Membuang mimpi dan mengejar cita cita hanya beda tipis kadang. Orang tak mudah berpikiran untuk menerobos. Rintangan ke depan udah terbuka zid. Kamu mau lewat jalan mana.

    Tenang, kamu nggak bakal sendirian. Ada aku!

    YUK udah yuk, bangun dan terus semangat menerjang mimpi di depan mata.

    (*)

    Rabu, 18 Agustus 2021
    17.40
    Continue Reading



    I'm fallin in love. Someone that playing in the court.

    But sometimes it breaks me. No matter how you feel, no matter what going on, it breaks me so hard. Right place doesnt mean its alraight. I mean, when we dont know what happened for the future, we're just doing right time now.

    With work hard, even pain and failure looms over us.

    Dear, dont falling down so low. embarras yourself like this. Rise up and keep fight.

    You just said for the interviewed, "Previously, when a game went like this, I would be able to recover and think clearly," 

    "I would have been able to pull through. But I couldn't recover tonight, and that's down to my weakness."

    Firstly, you said confident. You can attack the game. 

    But it doesnt work again. You already tired. 

    But his confidence deserted him when Heo began to gain a foothold in the first game, and he was unable to reassert control.

    "I was 10-5 up in the first game, I wasn't moving badly and I had an attacking image in my mind," you said.

    "But then I lost a few points in a row and my opponent beat me to 11, which affected me mentally and I didn't recover. I came up short."

    Dear KenMot I wanna said, "Won several tournament and then comeback stronger than ever!"

    Oke? Lets move. Dont make me so frustated again.

    (*)

    29/7/2021
    Sorry just make me feel so bad yesterday
    21.12
    Continue Reading
    Cerah banget kan awannya, tapi bikin gerah.


    Tepat hari ini tanggal 20 Juni, sudah 16 hari yg lalu dan absen nulis 2 kali :( di blog. Nggak tau kenapa, males banget. Otak burn out terus. Nggak bergairah blas. Ini kalau gak nulis lagi 2 minggu lagi bisa ditendang dari grup perwasapan, yang which is its okay juga :)

    Tepat hari ini pula, adalah perayaan Idul Adha. Ada yang spesial tahun ini. Yaitu aku ikut berkurban. Hanya kambing sih. Awalnya ditawari ikut iuran sapi di sebuah kelompok di masjid. Tapi sudah ada yang ngisi. Nggak papa. 

    Bentuk ikhtiar kebaikanku. Mengikhlaskan berapa juta itu untuk dibelikan kambing. Kemudian berbagi pada sesama. 

    Merasa banyak-banyak syukur setelah dikasih banyak sekali kebaikan.

    Orang tua positif covid-19. Bapak terinfeksi Desember 2020 berjuang sendirian, tanpa ina itu, isolasi di rumah. Ibuk baru saja sembuh juga beberapa pekan lalu. Terinfeksi bulan Juni lalu, baru sembuh 2 minggu ini.

    Alhamdulillah.

    Sebuah kebaikan yang aku dapatkan di tengah kebisingan kita mendapati banyak kabar duka.

    Alhamdulillaah.

    Punya dua adek yang menyenangkan sekaligus menyebalkan di satu sisi wkwkwk. Sebuah kebaikan lainnya yang aku terima.

    Mutual twitter yang menyenangkan. Teman-teman yang saling dukung satu sama lain. Alhamdulillah banget.

    Ya Allah, aku merasa mendapatkan banyak kebaikan dari segi rezeki, dukungan, dan limpahan semuanya.

    Masih bisa menghirup dan menghela napas. Merasakan rasanya nikmat makan. Menikmati secerca harapan. Berkhayal. Merasa cukup waras dan baik baik saja.

    Semoga, semoga, semoga. Kita semua diberi ketabahan di dalam musibah yang datang. Kemerdekaan di atas penjajahan. Kebaikan yang meluas di tengah situasi yang semrawut.




    (*)

    16.22
    20/7/2021



    Continue Reading

    Sebuah perjalanan panjang yang aku benci adalah menggunakan bus. Ah, bau mesinnya menyeruak dan selalu membuatku mual. Rasanya ingin menyumpal itu mesin mesin dengan karung, andaikan bus itu bisa berjalan tanpa mesin, sudah kulakukan jauh-jauh hari. Langkahku terasa berat untuk melangkah menuju bus. Temanku Nadia dan Azizah--aku tidak tau kenapa kedua teman SD-ku bisa menjadi teman seperjalanan jauhku--sibuk dengan aneka ragam tas. Barang bawaan mereka cukup banyak hingga menghabisi tempat. Lagi-lagi aku juga tidak mengerti perjalanan yang seharusnya memakan waktu semalam bisa menggunakan bus rukun sayur. Halo? Apa kabar dengan revitalisasi transportasi umum. Hoak. Aku tidak percaya bisa hidup semalaman ditemani bau mesin. Ini perjalanan gratisku. Lagi! Yang namanya perjalanan gratis aku zdddtidak boleh banyak bacot. Cukup tenang. Dan kalaupun harus muntah, muntahlah. Diwadahi alas besi cukup menyeruak bau kerumunan. Biar aku tidak jadi pergi. Ayahku orang yang cukup peduli dengan kesehatanku selama perjalanan, beliau pasti mau untuk menjemputku di tengah jalan. Jika bus sudah terkena muntahku, untuk melindungi seluruh penumpang pasti sopir bus dengan siap sedia menurunkanku di jalan manapun. Persetan dengan agenda wajib!

     

    Nadia memberikanku cukup ruang. Dia memilihkan tempat dekat dengan jendela. Dan berada di sisi depan. Aku bisa dengan leluasa memandangi kaca. Memandangi setiap lekuk perjalanan panjangku. Tapi apa yang kulakukan. Aku bergumul dengan kesendirian dan tetap tenang. Aku tidak ingin kedua temanku merasa khawatir dengan kondisiku. Jelas. Sudah pasti pusing dan tiba-tiba suhu badan naik. Maklum. Kondisi ini selalu aku dapati saat akan melakukan perjalanan jauh. Apalagi dengan menggunakan bus. Demamku langsung naik tinggi.

     

    Sebelum aku sempat tertidur, kulihat sawah sawah hijau. Baru saja ditanam. Meski bulir bulir padi masih tumbuh. Sebelah sawah,  ada lapangan tak cukup luas. Tapi mampu membuat penduduk desa memanfaatkan untuk ajang pertandingan voli. Bermain dengan anak tetangga saat usia senja tak lama lagi. Pancaran matahari sudah terlihat jarang. Karena awan mendung menggenangi membuat tua usia. Seperti wajah Nenek Wardoyo. Melihat pemandangan jalan pun tidak cukup bagus view-nya. Aku hanya melirik sinis pada dunia. Sopir di sampingku terlihat fokus dengan jalanan. Cuaca mendung seperti ini saja ia tak cukup mampu dengan melihat jalan tanpa kaca mata. Mencolok sekali dengan celana jeans longgar kaos polo merah dan topi. Tak lupa kaca mata hitam. Untuk ukuran sopir bus rukun sayur ia terlihat modis. Harusnya ia dipekerjakan di bagian bus jarak jauh yang bagus. Bus yang ber-ac. Bus dengan fasilitas lengkap seperti televisi dan sound yang cocok untuk berkaraoke. Bus yang tak ketinggalan dengan fasilitas wifi. Itu harusnya. Faktanya tidak demikian.

     

    Lalu ketika matahari merangkak turun bumi, awan pecah di ufuk timur, tergambar jelas melalui siluet putih deras. Hingga membuat jarak pandang perjalanan semakin meringkuk sendu. Jalanan belum basah. Bus yang kutumpangi jalan cepat menghindar dari peluru air di langit yang siap menghujam. Menusuki bus kami. Lagi- lagi aku merasa mual. Hatiku seolah dibuat tentram dengan ulah pasukan langit yang tidak menyerah mengajar keberadaan kami yang menjauh ke arah utara. Deru bus yang semakin lama semakin berjalan cepat. Sesekali harus ngerem dadakan. Ah, kepalaku.

     

    Nuansa sore dikejar kejar oleh pasukan langit, harusnya aku keluar dari bus sambil menggegam erat payung, berjalan menyusuri petang atau menembus waktu dengan sepeda motor. Mengantri membeli martabak. Di sisi jalan, banyak aneka warung. Dan roti bakar. Mie ayam dan bakso. Tinggal pilih salah satunya. Memikirkannya saja membuatku merasa hangat. Selip dingin bisa membentuk hegemoni keromantisan. Ditemani bau tanah yang menusuk wangi. Harusnya lagi ditemani belahan hati. Duh, hatiku.

     

    Hei, bagaimana kabarmu? Terakhir bertemu saat kamu menemaniku di Langenharjo. Pesanggrahan milik Pakubuwana. Senja di Bulan Suci Ramadhan. Sekembali dari sana, kita buka puasa bersama. Momen itu hanya sekelumit saja. Karena itulah aku merindumu. Tapi, kamu sudah mendapatkan ganti perempuan. Katanya mahasiswi pendidikan. Wah, calon guru. Pasti sabar. Pasti penyayang. Cocok untuk dijadikan istri. Tidak sepertiku. Pemberontak dan keras kepala. Lagi-lagi aku memang tak sebanding dengan perempuanmu.

     

    Udara semakin dingin. Ac alami memasuki ruang di bus reyot ini. Lalu gerimis. Bus ini pun menyerah pada keputusan bahwa dia memang kalah. Angin yang membawa butir peluru airnya sedikit demi sedikit masuk. Lewat jendela kaca. Sampai sampai membuat embun. Hingga sesekali jatuh di tanganku. Petir tak kalah meramaikan dengan gemanya yang mengagetkan penduduk bumi. Aku melek. Aku sadar. Nuansa romantis tak akan aku dapati. Hanya sebuah khayalan. Gerimis ini membangunkanku dari pikiran panjang tentang kamu. Langit tiba tiba saja gelap. Habis energinya. Menyimpan kembali untuk esok hari.

     

    Bus masih melaju. Meninggalkan kenangan yang tiba tiba hadir tanpa perintah. Tidak cukup satu. Sebelum tidur, aku bermimpi. Tentang kamu. Lagi. Masih dalam hitungan menit. Tentang kamu yang pernah menyambutku dengan senyum lebar. Saat akan memasuki ruang kuliah. Menyapaku. Dan memintaku untuk mewakili angkatan untuk pertandingan futsal. Oh, tentu aku menyanggupi. Lalu aku meringis. Kaku. Entah kenapa, hatiku menjadi semakin ringan. Karena memikirkanmu. Tapi selalu berat di akhir. Mungkin karena kamu sudah punya gandengan. Menyesakkan.

     

    |||

     

    Aku terkesiap. Nadia membangunkanku dari mimpi panjang. Rasanya ringan. Hatiku tak sekeruh kemarin. Sekembalinya ke alam nyata, ternyata aku masih di bus. Sesampai di masjid untuk menjama' sholat maghrib dan isya, aku langsung mapan tidur. Dalam tidurku, aku berharap kembali memimpikan kamu. Tapi, nyatanya Tuhan memberiku petunjuk tentang acara esok hari. Ya, esok hari itu adalah hari ini. Dan bus masih melaju. Entah sampai kapan akan tiba. Aku malas menanyakan. Hari masih petang. Jam di tangan menunjukkan pukul 3 pagi. Sebentar lagi subuh. Rasa sesal kembali mengguncangku. Harusnya aku tidak bangun. Kembali bangun sama artinya harus merasakan pusing dan mual. Suhu badanku bisa naik lagi. Padahal kemarin malam hujan sampai titik-titik airnya mengenaiku, aku dalam keadaan sehat wal afiat. Tidak untuk aku bangun.

     

    Kulirik jalanan. Berusaha untuk mengalihkan perhatianku dari rasa mual dan pusing. Kulihat plang besar di tengah jalan. Wow, sudah memasuki Bogor ternyata. Ah, macet. Padahal baru pukul 3 pagi. Wajar juga, karena bus ini melalui jalanan dekat Pasar tradisional. Ibu-ibu bangun pagi hanya untuk mendapatkan sayuran segar. Jalanan hanya diisi sebagian besar angkutan yang mengangkut hasil bumi untuk dijual. Aku berusaha mendinginkan perasaanku. Sebentar lagi sampai. Sebentar lagi.

     

    Nadia yang membangunkanku ternyata ingin punya teman melek. Duh, orang ini. Kalau bukan teman baikku, aku pasti berusaha untuk tidur lagi. Aku mendengarkan banyak sekali cerita darinya. Mulai urusan keluarga sampai hati. Aku hanya cukup mendengarkan. Karena dia cerita. Tak nyaman rasanya untuk menimpali. Buat apa  antusias. Karena ini masih terlalu pagi. Pagi-pagi cerita hanya aku balas deheman, anggukan atau ber-o ria. Maklum saja. Energiku aku simpan bila suatu waktu aku muntah. Bau mesin lagi-lagi menusuk hidung. Rasanya ingin ku minta Pak supir untuk menghentikan perjalanannya. Sudahlah. Cepat atau lambat perjalanan ini akan berakhir.

     

    Jika Nadia tidak menunjuk sebuah plang besar bertuliskan zona Madina, aku mungkin sudah akan bersiap untuk kembali tidur. Menjemput mimpi indah yang tertahan. "Setelah ini kita sampai."

     

    Kata 'setelah' tidak akan cepat aku percaya kalau bus yang membawaku ini putar balik di jalan dan menurunkan kami semuanya di pelataran jalan menuju zona Madina. Langkahku semakin ringan untuk melangkah. Walaupun harus berdesakkan ingin keluar dari ketidaknyamannya bus reyot ini. Kalau aku punya kuasa, aku ingin bus ini cepat di pensiunkan. Kasihan rakyat yang memakai.

     

    Waktu sudah menunjukkan pukul empat lebih, rasanya seperti mimpi melewati perjalanan jarak jauh hanya dengan berbekal dua tas. Satu tas punggung dan satu tas yang khusus aku gunakan untuk menyimpan pakaian. Nadia dan Azizah membawa tiga tas. Satu tas tunggu dan dua diantaranya adalah tas cangking. Aku tidak tahu apa isi di dalamnya. Kalau berisi kosmetik apa sampai memakan tempat sedemikian besarnya.

     

    Aku bergegas segera mengambil air wudhu dan sholat subuh. Sebelum energi yang dihimpun matahari tersebar lagi di belahan bumi yang diterangi. Selepas sholat aku masih mengenakan mukena dan tergeletak di alas sajadah, melanjutkan tidur yang sungguh sungguh tidur. Efek tidur sambil duduk ditambah goyangan bus yang melaju sesekali ngerem dadakan, punya efek tersendiri di badanku. Dan aku benci itu. Punggungku seolah dicubit sampai memar semua. Setiap aku mencoba rilekskan, krekk-krekk sampai mau patah tulang-tulangku.

     

    |||

     

    Aku lupa kapan pastinya. Sampai-sampai aku sudah berbenah dengan baju rapi selepas bangun tidur di masjid. Aku mandi di toilet masjid. Tidak seperti kos-kosanku di jogja. Yang kamar mandinya pesingnya minta ampun. Ah, pilihan terbaik untuk hidup adalah pulang ke rumah. Semuanya serba rapi. Kalaupun kotor, aku tidak segan-segan untuk membersihkannya. Karena itu merupakan rumahku. Sebagian aku melalui masa hidup ya hanya di rumahku. Meskipun secara de facto merupakan rumah orang tuaku dan secara de jure merupakan rumah Nenek yang diwariskan untuk ibuku. Kalau mau bersih bersih kamar mandi kos itu rasanya ada yang ganjel. Karena semua kebersihan sudah ditangani oleh petugas kebersihan yang setiap pukul 8 pagi membersihkan lorong lorong kos dan menyapu daun mangga yang jatuh di pelataran rumah.

     

    Tak butuh waktu lama, kami peserta training digiring ke sebuah aula. Disana aku bertemu kembali dengan teman-temanku yang lain di berbagai Universitas. Rasanya seperti nostalgia. Karena terakhir kami bertemu saat temu Nasional di Bandung empat bulan yang lalu. Kami diperintah untuk membuat liukkan melingkar. Seperti ular-ularan. Seisi aula, penuh dengan jejeran ular-ularan yang kami bentuk. Tak tahu persis, di belakangku ada Irul, teman dari jogja. Dan dia laki-laki di deretanku. Depan dan belakang Irul perempuan. Pasti ada yang salah dengan formasi ini. Ah, turuti saja perintah trainer. Karena sesaknya, aula yang besar seolah tertutup dengan keberadaan kami yang berjejer membentuk formasi. Tubuhku ditopang oleh Irul dari belakang. Dan dia sudah bermacam-macam dengan tangannya. Lama sekali. Walau hanya sekedar mengusap-usap. Rasanya geli. Lalu enak. Sampai, seorang trainer perempuan dengan jilbab lebarnya memergoki kami. Ah, ini pasti gara-gara Irul.

     

    Kami berdua disuruh untuk maju ke depan. Tak ada kata depan. Seluruh ruang aula penuh dengan deretan formasi ular. Sampai kata 'depan' yang diminta adalah di tengah-tengah. Mukaku pucat. Kalau formasi ini dibentuk dengan sangat apik yang mengatur zona perempuan dan laki-laki mungkin tidak ada Irul di belakangku. Dia laki-laki diantara deret perempuan. Dan aku berada persis di depannya. Salah siapa ini? Salah siapa ruang aula penuh sesak? Kalau trainer yang baik tak akan menempatkan aula sebagai tempat untuk bermain ice breaking.

     

    Persis di tengah ruangan kami ditunjuk-tunjuk karena ulah kami. Mukaku, aku buat datar. Toh, menurutku aku tidak sepenuhnya salah. Aku membela diri dalam hati. Meskipun trainer perempuan dengan jilbab lebar itu selalu berbusa-busa mengeluarkan dalil agamanya, aku sepenuhnya sadar tetap tak kugubris. Masa iya, seorang Ariani yang selama hidupnya menjalani sistem single happy berbuat seperti itu. Ia sudah sangat takut dengan yang namanya dosa. Sejak kelas 2 SD saat temannya memamerkan rambut mereka, ia tutupi dengan jilbab. Seorang yang tidak agresif memperebutkan laki-laki yang disukainya sampai melepasnya pergi demi perempuan yang jurusan pendidikan itu berbuat hal yang seronok. Kalau dinalar, itu tidak mungkin. Ini pasti mimpi.

     

    Kulihat lelaki yang jurusan kedokteran yang menatapku dengan tajam. Wajahnya oriental dengan kulit coklat dan rambut berkarakter seperti landak. Sering nyigrak ke atas secara alami. Seorang yang aktif dengan lembaga dakwah kampus plus dia seorang Presiden Mahasiswa  BEM fakultas Kedokteran. Di dalam hunusan tatapannya aku merasa kotor. Adli, masih tak membiarkan aku kembali menatapnya karena malu. Ah, kalau aku bertemu dia sebelum bertemu kamu, aku pasti sudah jatuh di cintanya. Terpejam sebentar mataku. Aku berharap ini hanya sekedar mimpi. Tak berhasil.

     

    Sebuah deringan alarm pukul 05.15 berbunyi. Lagunya Reminds of you milik Byul menceritakan patah hatinya aku padamu. Karena mendapatkan perempuan yang bukan aku. Tepat! Aku bersyukur bisa keluar dari mimpi buruk. Mimpiku seolah ada celah cacatnya jika itu nyata. Bagaimana mungkin teman SD, Nadia dan Azizah bisa satu perjalanan denganku ke Bogor yang harusnya aku lakukan dengan teman aktifis kampus. Di dalam mimpiku pula, aku memimpikanmu. Kejaran peluru air masih melekat. Begitu nyata. Rasa mual. Rasa pusingku semuanya menyatu. Rasanya hatiku bergetar mengingatnya. Membayangkan kamu diantara lelaki yang ingin kucintai.


    Hanya kamu. Tetapi tercoreng dengan ditunjuknya aku di tengah-tengah deretan formasi ular sambil diceramahi panjang lebar bersama Irul. Tak kusangka orang yang bermasalah di mimpiku adalah orang yang tak terduga seperti Irul. Kalau bisa memilih, aku pasti memilih Adli. Cowok sholeh itu bagaimana jadinya jika bermain seronok denganku. Di tengah-tengah kerumunan. Ah, otak kotor memenuhi pikiranku. 


    Bergegas ke kamar mandi kos yang pesing. Kembali ke dunia yang benar-benar nyata. Jam 7 harus cepat-cepat ke kantor. Menekuri dunia. Sebelumnya aku cek di instagramnya. Adli sudah update dengan foto bersama bersama mahasiswa baru yang mengikuti expo UKM. Detik itu, maaf. Aku melupakanmu.

    |||

    menemukan cerita ini di file laptop

    2016 lalu

    Continue Reading

    Terbang membawa hampa. Mawar tak lagi harum baunya. Semerbak putik bunga berguguran tak lagi bawa daya. Maka penyambutan suka cita datang.

    Elang yang terbang jauh itu datang membawa pesan damai. Membawa kabar baik bak bumi yang diselamatkan dari kiamat. Bencana besar yang digadang-gadang datang itu tak lagi ada.

    Mungkin semburat senyum sinis itu membawa kebahagiaan tersendiri. Pada malam yang selalu sepi. Dia datang hangat menyinari seperti pagi.

    "ketika kita bisa bangkit dari keterpurukkan," kata sahabatku.

    Aku jawab, kita pasti bisa.

    Ya. Karena kabar baik akan segera datang menyapa.

    "Pasti kamu tahu rasanya dikecewakan kan?" tanya sahabatku lagi. Dia merenung di tengah tenggelamnya senja ini.

    Kami duduk di rerumputan dekat tumpukan sampah tepi kali. Melihat senja seperti melihat isi semesta yang indah ini. Suatu kali dia akan tenggelam. Mungkin pula fajarnya akan menyongsong dari utara.

    "Tapi gakpapa. Itu hal baiknya," imbuh sahabatku lagi.

    Aku mengernyit lagi. Tak mengerti.

    "Karena ada kamu yang bakal memegangku erat. Kalau aku jatuh, kalau aku tenggelam, dari mimpi-mimpiku," tambahnya.

    Dia patah hati. Aku tahu. Tapi dia membuat patah hatinya menjadi lebih bermakna. Lebih naik derajat dari yang biasa aku lihat di sinetron tv.

    " Kondisi kita seperti tidak bermimpi tinggi-tinggi ya, soalnya gak bakal dapat, " kataku.

    Dia hanya terkekeh. Kemudian menggeleng.

    "Nggak perlu miliki dunia ini. Satu dari berapa juta persen pun kita gak bakal sanggup. Udah nikmati aja,"

    Kenapa kalimat pasrahnya selalu tepat di saat aku belum berusaha tapi sudah dijatuhkan. Ah, rasanya menyebalkan dan tersadar dalam satu tarik waktu.

    *

    Mata itu menatapku lagi. Seperti ladang sahara yang membara. Gersang tetapi membawa adil besar. Kita tengah kepanasan mengusahakan hal yang tak mungkin. Tapi seolah seperti rumah.

    Bagi harapan yang pupus. Dan sudah terseok pada sampah. Di lapisan lithosfer yang jauh bermil di bawah bumi sana.

    Mata itu miliknya. Tak pernah hilang.

    20 juni 202
    19.51


    Continue Reading




    Senjakala malam menyapa malammu. Penuh kesunyian dan deru redam suara napas yang tak bertalu. Pada dia, langit malam yang cerah. Bisakah datang membawa secerca keceriaan di tengah kegelapan. 

    Wahai sore menjelang malam, tidak bisakah kau titipkan maksud dan tujuanku sebelumnya? Membawa pekat dan sunyi yang masih membelenggu untuk terhempas.

    Ditengah hingar bingar cerita yang datang bersahutan. Bak suara kucing-kucing tetangga rapat di pinggir pos ronda malam. Tak bisakah sunyi atau perasaan yang tidak memiliki tumpuan ini sirna. Biarkan burung dara peliharaan tetangga membawa serta kabar bahagia itu.

    Ah, 

    Atau setidaknya daun yang tidak ditakdirkan untuk jatuh itu membawa pesan penuh makna. Bahwa setidaknya dia sudah mencoba bertahan pada ranting dari terpaan angin muson yang sudah datang.

    Kemudian, memori liar itu datang. Soal cerita kusut masa lalu yang masih dibawa-bawa hingga menjelang tidur.

    Untuk semua orang yang mengenakan rok putih dengan atasan batik biru tua itu. Hal yang paling dirindukan dari yang pernah ada. Sorak-sorai seorang siswa yang memenangkan penghargaan. Atau pidato kepala sekolah yang menggebu-nggebu di tengah kekhidmatan siswa di lapangan upacara.

    Atau pada tatapan cinta pertama di sekoalah dulu.

    Heuh.

    Kan, kadang hidup memang harus berjalan. Terlalu menyenangkan jika membawa kaca spion di setiap perjalanan. Tatkala sepi dan sunyi itu datang, kalanya memang kita harus pasrah.

    Ah, pada perasaan yang sudah datang membuncah. Membawa serta kaca pecah. Meringis kesakitan sempurna di dalam hati. Kemudian menangis dalam diam ketika tidur tiba.

    Sudahlah. 

    Kan kata orang, di usia kita sekarang, menangis sudah menjadi bagian rutinitas yang menyebalkan. Toh kita tidak bisa menghindari hal menyenangkan yang akan datang.

    "Pada kesunyian, 

    masi ada harap? Aku haturkan doa di tengah malam yang panjang,"

    (*)

    21.07
    Minggu 
    13.6.21
    Continue Reading
    Ada waktu yang menyapa penat. Ketika rintik hujan tak mampu menyembunyikan kegusaran. Waktu itu kamu sempat sesumbar mengatakan tempat terbaik pertemuan kita.

    Di depan La Sagrada Familia. Aku dan kamu adalah penganggum karya Antoni Gaudi. Bisa jadi, karya besarnya Gaudi ini bisa menjadi tolak ukur pertemuan kita selanjutnya.

    Aku hanya terkekeh. Sepanjang pantai Sepanjang di Gunung Kidul itu aku tak ubahnya boneka yang kerap kali menertawakan apa yang kamu katakan. Apakah mungkin? Apakah bisa?



    Bumi yang seluas tak bisa kita jejali dengan keinginan yang tak berujung. Begitu pula hanya sebuah tempat kecil di muka bumi ini. Deru ombak masih terdengar. Sayup-sayup mendengarkan lagu rapper asal California itu. Cocok menemani datangnya musim kemarau sebentar lagi.

    Pada suatu waktu aku mengadah. Menantikan janji yang pernah kamu umbar. Lalu setelah itu? Apa yang akan kita dilakukan?

    Menipu diri sendiri bahwa aku bisa hidup sendiri tak ubahnya seorang munafik. Aku terkadang kesal. Tidak. Terkadang kamu membuatku kesal. Dengan jalan cerita hidup yang tak memiliki ujung. Ya, memang hidup tidak pernah tahu kemana ujungnya.

    Banyak hal, banyak cerita yang ingin aku tanyakan. Tapi kemudian, kamu justru teralihkan dengan peyek cumi kecil itu.

    *

    Dan tentu saja aku bukan pembual besar. Aku menepati omongan kosongmu kala itu. Di sinilah aku. Berada tepat di tengah kota Barcelona. Di depan karya masterpece Antoni Gaudi. Di pinggir jalan seperti orang kurang kerjaan, menantimu. Lebih tepatnya menanti bulan yang tak mungkin kamu wujudkan. 

    Ah, setelah prahara tak masuk akal. Setelah kamu mengungkit masalah yang harusnya sudah kita selesaikan. Dan mencoba lembaran baru. Aku berdiri di depan Gereja Khatolik ini bukan karena ingin menyapa kenangan buruk kita berdua. 

    Aku ingin melepasmu. Melepas semua bualan yang tak kamu wujudkan itu. Tidak, bahkan kamu tidak bersungguh-sungguh mewujudkannya. Aku di sini yang tersesat. 

    Semua alur berpikirmu benar-benar membawaku ke titik nol. 

    Di depan tempat yang hampir pernah dihancurkan ketika perang saudara Spanyol ini aku akan kembali memulai titik nol komaku. Bermula dari tempat ini. Aku wujudkan omongan keras kepalamu. Tentu saja. Sendirian! 

    (*) 

    6 juni 2021
    10.41

    Continue Reading

    Kala itu datanglah seorang kucing putih betina ke rumah. Sering meminta makan. Dia datang ketika siang tiba. Entah tak tahu menahu jika sudah pagi atau petang menjelang. Tetapi baru keseringan datang dan mencari sesuap makan, satu minggu kemudian hilang.

    Tak tahu dimana rimbanya, ternyata dia diam-diam bunting. Melahirkan 2 ekor anak kucing manis menggemaskan. Karena kucing putih itu berbulu putih-dan seperti dugaanku, betina itu dihamili kucing jantan abu-abu- maka adillah jika kedua anaknya memiliki dua bulu warna yang kontras.


    Yang satu abu-abu, yang satunya lagi putih. Setelah dua anaknya beranjak besar dan sudah bisa ditinggalkan, kini gak tahu dimana rimba keberadaan si ibu ini. 

    Tega, tahu-rahu anaknya mencari makan sendiri. Terpisahkan dari kehidupan bapak dan ibunya. 

    Karakter dua anak kucing yang satu rahim tapi beda warna ini pun kontras berbeda. Kucing berbulu putih agak malu-malu. Kalau didekati justru dia yang menjauh. Seperti hubungan percintaan ku persis. Kemudian yang kucing berbulu abu, justru sebaliknya. Dia justru tak takut jika dekat-dekat dengan manusia. Bahkan terang-terangan minta dielus-elus, minta disayang-sayang, seperti kita kaum fakir cinta. 

    Berbulan-bulan berlalu. Entah kemana keberadaan kucing putih pemalu itu. Bak seperti induknya, hilang tak berbekas apalagi pamitan. Sayangnya, kucing kecil abu abu yang selalu minta kasih sayang itu justru menetap. 

    Kalau sore tiba, aku dan adekku jajan keluar, mengeluarkan motor, si kucing abu sering membuntuti. Bahkan sampai keluar gerbang. Tapi dia tahu ke celah mana dia bisa lewat agar balik ke rumah lagi. 

    Kucing abu selalu tahu kemana pintu depan dan belakang. Dia pintar. Apalagi kalau bapak sedang mengaji dan dia ikut mengganggu, maka diusirlah kucing itu dari gerbang depan. Terus pindah ke gerbang belakang. Kalau dari gerbang belakang berusaha masuk ke ruang makan, kami mengusirnya agar tetap berada di dapur. 

    Sebutlah, bahwa whiskas adalah makanan mahal para kucing, kami berikan. Asalkan dia tidak masuk pintu rumah. Cukup di tempat jualan, atau di dapur saja. Sudah trauma keluarga kami, dikencingi dan diphp baju yang habis dijemur. 

    Banyak kucing hilir mudik, mungkin si adik abu-abu ini memang memiliki kisahnya. 

    Hingga, suatu ketika kucing ini jatuh sakit. Sebelum jatuh sakit, tak kutemui dia dalam sehari atau dua hari. Oh, aku pikir dia sudah menemukan rumah terbaiknya. Ada majikan yang baik hati dan tidak sombong yang sudi memberikan dia makan harian. Tidak telat. Dan memandikannya kalau dia kotor. 

    Ternyata esok harinya dia datang dengan luka. Kepalanya seperti tergores luka seperti pulang perang. Kakinya pincang. Kucing abu itu hanya bisa diam dan meringis kesakitan. Lalu kubelikan dia whiskas lagi. 2 bungkus whiskas basah rasa tuna kesukaannya. Tapi tidak dia makan. 

    Aku googling di Internet, kenapa kucing dengan kondisi mata berair bisa susah makan. Kata Internet dia hanya sedang flu. Oh, pantas kucing abu itu sering masuk keluar dari kamar mandiku untuk minum. Aku pikir dia akan segera sembuh. Meski tidak makan dan hanya minum saja. 

    Adekku bahkan membuatkan air madu untuk si kucing agar cepat sembuh. Sesekali susu putih uht yang masih banyak di kulkas tak luput diberikan. Semuanya berharap si kucing abu ini kembali aktif. Kembali merengek minta dielus. Kembali bisa berlarian mengejar kami yang geli ketika bulunya didekatkan ke kulit kaki, gara gara nggak mau ngelus. 

    Bahkan pagi hari di sabtu (22/5) saat kami sekeluarga pergi ke pantai pun, kamu masih bisa jalan. Sudah diberikan tempat layak dan empuk oleh adikku di garasi rumah. 

    Tapi, 

    Sayangnya, 

    Semua jerih payah kami tak membuahkan hasil optimal. Kucing itu mati. Dia meninggal pada Kamis (27/5) dengan damai keesokan paginya di bawah mobil. 


    Sebelumnya, masih nampak malam terakhir ketika dia masih hidup. Masih belum mau makan, hanya meminum air madu buatan adikku. Ketika keluar beli jajan malam malam. Dia melihatku dari kejauhan. Hanya duduk. Seolah bersembunyi dan tidak ada firasat apa-apa. 

    Nak, terima kasih sudah datang ke keluarga kami. Maaf, seharusnya kami memperlakukanmu dengan layak. Hidup tenang dalam keabadian ya, 💔

    (*) 

    Sabtu, 29/5
    Ada momen ketika kamu klayu, semua org rumah buka bersama di luar rumah, puasa Ramadan kemarin (25/4)


    Continue Reading
    oi

    Lama tidak membuat review atau sekedar ulasan singkat, apalagi drama. Sebenarnya dulu aku pernah - mau - bikin ulasan drama korea Chocolate yang ada Netflix. Tapi apalah daya ya, masih sawang an di draft. Nggak tau kapan mau ke publish. Padahal secara nilai drama kek 'aku banget' gitu.

    Drakor berjudul 'Miracle That We Met' ini tayang di KBS tahun 2018. Asal muasal nonton ini adalah, karena aku jatuh cinta sama karakter Yongcrates di drama terbaru Ki Bum, Law School.

    Yup alasan nonton drama adalah bapaknya ini. Hem



    Terus kapan lalu, 3 hari yang lalu apa ya, di salah satu akun perdrakoran yang aku ikuti di Twitter nge-spill kalau tahun 2018 lalu drama 'Miracle That We' ini ratingnya paling tinggi, sekitar 10, berapa persen gtu. Sebenarnya agak familiar banget sama template drakornya. Pernah nemu di viu atau kalau nggak di iflix.

    Tapi apalah daya, pas sekarang aku pingin nonton udah dihapus aja dramanya dari streaming apps apapun. Ketemunya via ilegal yaitu telegram. Haha.


    Bercerita tentang sosok pria Song Hyun Chul (seorang bankir) yang terlibat kecelakaan. Di sisi lain ada pria yang memiliki nama yang sama Song Hyun Chul (seorang koki masakan China) yang juga kecelakaan di waktu yang sama bareng di bankir itu.

    Sayangnya nahas, Song Hyun Chul si koki justru harus meninggal duluan. Sementara Song Hyun Chul si bankir hidup dari kematian. Eh ternyata malaikat pencabut nyawa yang ngatur salah satunya meninggal itu berbuat ceroboh. Yang harusnya mematikan sosok Song Hyun Chul si bankir berakhir dengan kematian Song Hyun Chul, si koki.

    Imbasnya, ruh dan jiwa si koki masuk ke tubuh si bankir. Seperti yang sudah ditebak, aktor Kyong Min jadi si bankirnya. Mau nggak mau dia harus berpisah sama istrinya kan. Istrinya tahu sang suami meninggal (secara tubuh si koki udah dikremasi).

    Drama soal pertukaran jiwa gini sebenarnya kesukaanku banget. Wkwk. Lanjut, oke.

    Jiwa Song Hyun Chul, si koki di tubuh Song Hyun Chul, bankir ini akan menguak alasan dibalik kecelakaan mereka. Usut punya usut, Song Hyun Chul, bankir ini memiliki masalah terkait pekerjaannya soal pinjaman palsu. Terkuaknya setelah Song Hyun Chul, si koki ingin melakukan pinjaman ke bank berakhir dengan adanya pinjaman lain yang mengatasnamakan namanya. 

    Kasus ini bakal menyeret petinggi bank tempatnya berada. Yang pada akhirnya terkuak bahwa si Song Hyun Chul, si bankir ini sedang dijebak, mau dimatikan kariernya.

    Di sisi lain, ruh Song Hyun Chul si koki di tubuh si bankir ini juga membuat dilematis. Karena pada dasarnya dia adalah seorang ayah yang memiliki seorang putri. Tapi, karena terjebak di tubuh si bankir, ia harus menjadi sosok kepala keluarga yang memiliki istri cantik dan dua anak, Kang Ho dan Mi So.


    Sebenarnya, kehidupan rumah tangga Song Hyun Chul, si bankir sama istrinya yang cantik ini tak berjalan harmonis. Di awal eps sudah disuguhi konflik rumah tangga. Dimana karakter si bankir ini dominan dan keras. 

    Ia langsung minta istrinya buat keluar dari penjaga toko yang gajinya nggak seberapa. Yaah, kan dia bankir ya, anak orang kaya lagi kan, warisan berjibun banyak, karier bagus, istrinya justru jadi penjaga toko di mal. 

    Tapi semenjak Song Hyun Chul bankir dirasuki sosok Si koki justru karakternya berbeda. Dia tampil menjadi ayah yang hangat bagi kedua anaknya. Suami yang perhatian. 

    Yaaah mau nggak mau konflik dilematis muncul sampai di titik istrinya yang asli, si koki tahu bahwa bankir bernama Song Hyun Chul merupakan ayah sekaligus suaminya. Agak aneh memang. Apalagi, kan rupanya berbeda.

    Hingga di eps 13-14, Song Hyun Chul si bankir kembali ke keluarga aslinya meski dengan rupa yang berbeda. Meski istri si koki sebenarnya udah merasa bahwa suaminya bukan sosok yang dikenalnya lagi.

    Ini karena memori Song Hyun Chul, si bankir sudah mulai muncul lagi. Karakter dinginnya dan tegasnya di kantor juga mulai keluar. Hingga, istri si koki berkesimpulan buat 'melepas suaminya' ke sosok Song Hyun Chul, si bankir.


    Sampai takdir benar-benar buruk banget. Gara-gara istri Song Hyun Chul, si koki terlibat kecelakaan (eps15) hingga berakhir dengan kematian. 

    Ahh begitu menyesakkan dada. Andai segala sesuatunya bisa diputar lagi. Nggak bakal kejadian kan akhir yang menyedihkan ini. Tapi plottwsit yang ditunggu-tunggu semua orang adalah akhir yang indah dan menyenangkan.

    Ketika itu, malaikat pencabut nyawa yang melakukan kesalahan memutar balik kejadian demi kejadian. Berakhir dengan kehidupan normal. Yes, back to eps 1, ketika awal mula konflik itu bermula.

    Tidak terjadi kecelakaan, tidak ada kematian salah satu Song Hyun Chul, tidak ada lagi perpisahan. Yes, plottwsit banget. Jadi semua yang terjadi dari eps 2 sampai 15 adalah mimpi yang nyata bagi Song Hyun Chul, si bankir.



    Pas awal dia bangun, ketika dia ulang tahun dan semua rekaman memori dalan mimpinya seperti nyata, Song Hyun Chul si bankir bisa membalikkan keadaan dengan baik baik saja.

    Hubungan kakunya dengan sang istri, juga berakhir indah. Dia tahu kalau di mimpinya, istrinya itu berani gugat cerai nyerahkan pengajuan perceraian, tapi udah bisa ke cegah dengan sikap hangatnya yang mendadak itu.

    Ini keren. Top banget buat dramanya. Ratenya aku kasih 4,8 dari 5.0 ♥️

    Sebahagia itu aku nemu drama lawas se-excited ini.

    Apa yang aku pelajari, berbahagialah dengan kehidupan dan indahnya hari ini. Kadang kalau takdir nggak bagus bisa berakhir dengan pertukaran elemen yang kusut dan nggak masuk akal. Setidaknya begitu.

    Daaaann, tentu saja kita harus berani meminta maaf atas kesalahan yang kita timbulkan. Sama. Seperti apa yang dilakukan Song Hyun Chul, si bankir yang kaku mendadak perhatian pada istri dan anaknya. Memang kaku dan dingin nggak bisa cepat berubah jadi hangat kan. Setidaknya, Song Hyun Chul, si bankir mencobanya.





    (*)

    2 hari maraton drama ini
    17 mei 2021
    19.15
    Continue Reading

    Malaikat pencabut nyawa hari ini salah sasaran mematikan orang. Harusnya takdir tidak berkehendak pada pria manajer perusahaan besar. 

    Nahas memang, malaikat justru mematikan pemilik toko kelontong. Sudah lama dikebumikan. Sampai belatung memakan jenazah yang dikebumikan. Ahh, sudah terlambat bagi malaikat pencabut nyawa itu untuk memperbaiki kesalahannya.

    Sang istri pemilik toko itu menangis tersedu-sedu. Andai arwah sang suami itu ada di sampingnya, bukankah tangan gaibnya mengelus-elus pundak istrinya.

    Tanggal ulang tahun dan namanya sama. Malaikat pencabut nyawa kebingungan. Apakah daya, semuanya tidak sesuai dengan kehendak semesta.

    Konflik pun terjadi.

    Padahal di dunia nyata, sosok manajer perusahaan tersebut dikenal bengis. Tidak pandang bulu. Dan menakutkan bagi karyawannya. 
    Continue Reading

    Dan, kisah ini bakal berakhir indah seperti yang sudah sudah. Kuharap juga kamu bakal tahu.

    Jadi begini kisah aku menemukan perempuan itu. 

    ... dimulai dengan perjalanan kereta sehari semalam. Aku duduk di peron menunggu beberapa teman yang ikut serta. Jelang keberangkatan, teman-teman yang lain tengah asyik bersenda gurau. Jujur, aku tak punya cukup tenaga. Ransel di punggungku sudah cukup berat untuk kubawa. 

    Memasuki kereta pun, aku bukannya memisahkan diri dari rombongan. Kebetulan tempat dudukku memang memisah. Beberapa teman duduk saling berhadapan, sementara aku terdepak dengan seorang bapak tua. 

    Tak ingin sepi sendirian, aku berbasa basi. Bapak sebelahku yang kini usianya hampir 60 tahun ini akan datang ke kota tujuan kami, hendak menengok anak-cucu. Kebetulan, dia ada sedikit rejeki untuk berkunjung. 

    Sudah hampir tengah malam. Obrolan kami terputus. Aku memberi waktu bagi bapak sebelahku untuk beristirahat. Memasuki ke stasiun pemberhentian selanjutnya, kursi di depanku yang kebetulan kosong akhirnya terisi oleh penumpang lainnya. 

    Dan itu kamu. 

    Gadis bertubuh pendek yang kesusahan menaruh tas kopernya di atas. Dengan ringan tangan aku bantu. Kemudian aku menawarkan apakah tas punggungmu sekalian ditaruh di tempat penyimpanan di atas bangku kita. Kamu menjawabnya dengan senyuman tipis, berujar bahwa akan membawanya serta dalam dudukmu. 

    Ketika kita saling bertatapan di bangku masing-masing, banyak berkecamuk pikiran. Apa yang kau lakukan di kota tujuan. Dari mana asalmu. Berapa usiamu. Dan lain sebagainya. 

    Hari sudah malam. Kamu bahkan terlihat menyandarkan kepala di bantal tidurmu. Aku yang mencoba tidur dan tak bisa ini pun berakhir dengan menatapmu tipis tipis. Takut kamu merasa tak nyaman. 

    Ketika mata kita saling beradu tatap, kamu justru menawarkan perbincangan hangat. Berbasa basi apakah aku perlu bantal tidurnya. Dan tentu saja aku jawab, tak perlu. Kita baru pertama kali bertemu, tapi kamu sudah menawarkan kehangatan hatimu. 

    Kemudian kamu menjelaskan bahwa sepertinya kamu tak nyaman dengan bantal tidur yang kamu bawa. Takut daripada tidak berguna, akhirnya aku menerima tawaranmu. 

    Malam. Panjang. Berakhir dengan saling bertanya satu sama lain. Seperti yang dari awal aku perkirakan. Pertanyaan dan rasa penasaran akan dirimu dijawab tuntas. 

    Perjalanan ke barat yang bercuaca dingin dan tak ramah itu justru berbeda. Aku menemukan kehangatan. Ketika kamu berakhir cerita. Mengungkapkan kecemasan. Menakdirkan pada percakapan panjang. 

    Jalan panjang menuju menemukanmu begitu unik. 

    Sudah 5 tahun lalu berlalu. Kejadian yang seharusnya tak begitu membekas. Ketika tiba-tiba, wajah yang cukup familiar aku temukan di peron stasiun lain di kota lain. 

    *

    I found her - Faime
    7 Mei 2021
    Ku katakan bahwa harusnya memang kita tak perlu bertemu jika berakhir merindu 💔

    Continue Reading

    Hei, beberapa hari yang lalu aku tengah sibuk merapikan playlist spotify-ku. Butuh hampir 3 jam lebih dari sahur sampai jam 8 pagi sebelum memulai kerja. 

    Dan terpikirkan (ngide) bikin tulisan alasan aku melakukan pekerjaan tidak penting ini. Haha, merapikan lagu di spotify itu semacam pekerjaan tidak penting tapi melelahkan. Menguras emosi dan nurani. Kenangan masa lalu muncul timbul dan menggetarkan.

    Tentu mengasyikkan melakukan sesuatu semenyenangkan ini. Jadi begini. Playlist spotify yang kerap aku dengerin terdiri ada 3 bagian kenangan yang menyenangkan, sendu, dan menggairahkan.

    1. at that past before we move


    Aku menyadari bahwa 2019 adalah tahun pembelajaran terbaikku. Mulai pertama kalinya bekerja. Di sebuah perusahaan individu. Berat, ah enggak juga. Kalau dipikir sekarang, aku malah ngakak. Bisa melewati semuanya dengan baik-baik saja. Menertawakan bahwa aku hidup nyaman dan bahagia saat ini. Berterima kasih atas nikmat yang luar biasa yang diberi Tuhan.

    Playlist ku masa itu, berkutat pada Tidal Wave milik Old Sea Brigade dan favoritku Rose  Petals.

    "It's heavy now, we don't change
    Come back down, keep it safe
    Spinning room, lost my mind
    Keep it up, killing time

    Don't wait up, it'll be okay
    Though it's coming at me like a tidal wave"

    (Tidal Wave - Old Sea Brigade)

    Bahkan masuk daftar Iron & Wine - Call it Dreaming, sudah membuatku berfantasi. Salah satu favorite line dari lirik Iron & Wine adalah when our hands hurt from healing, we can laugh without the reason.

    Ya, imajinasi kita ada seseorang di sebelah kita buat tertawa segetirnya ketika tengah merayakan kegagalan. Menangis pilu karena kehilangan. Dan bersemangat di satu sisi lainnya. Menggegam erat bahwa kita tidak sepenuhnya sendirian🥂.

    2. every may we'll be miss


    Sebenarnya aku bikin playlist ini di soundcloud dan sepertinya sama seperti di playlist sebelumnya juga. Tapi aku pindahin ke spotify karena 'aku sudah bayar langganan hampir satu tahun daripada mubazir' ya kan, pikirku.

    Playlist ini penyempurnaan playlist yang aku buat di bulan april 2020. Karena mengalami perpindahan dan suasana, aku bikin baru. Temanya (definitely) tentang semangat hidup. Itulah alasan 3 top lagu yang ter-capture adalah  It's A Beautiful Day dari Rob Drabkin, Sweet Arizona by East Love, daaaann tentu saja kesukaan (engga juga sih) Everything is Possible Now by Clouds And Thorns.

    Kayaknya hampir di setiap playlist selalu nyempil salah satu lagunya Clouds and Thorns deh. Gak tau kenapa. Oke movin, latar belakang playlist ini sudah ter-spill bahwa aku ingin menjalani hidup dengan semangat dan optimisme.

    Bahkan, semua playlist di folder every may we'll be miss cocok didengerin pas pagi hari. 

    Cause it's a beautiful day
    Sun on my face feeling ok
    Don't let it get away
    It's a beautiful day
    Feel so proud
    Scream it out loud
    It's a beautiful day

    (Rob Drabkin - Its a Beautiful Day)

    Dan salah satu kenangan 'nggilanik' adalah dorongan untuk memulai percakapan di saat lagi mendengarkan Everything is Possible Now by Clouds And Thorns.

    Haha 🥰

    3. when we love so much


    Adalah playlist yang belakangan bulan terakhir sering aku putar. I dont know why, tapi kecandu aja. Sebenarnya bosan juga sih haha. Itulah alasannya aku memberi nama when we love so much.

    Kamu cinta semua lagu lagunya meski bosen dan sering terputar, gitu aja sih alasannya. Gak ada spesial. Bahkan beberapa lagu adalah lagu patah hati. Coba cek yang ter-capture adalah Let Her Go by Passenger, Where's My Love dari SYML, dan Waiting Around dari Aisha Badru.

    Padahal semakin ke bawah playlist yang memastikan mampu menyelesaikan keseluruhan lagunya butuh 1 jam lebih ini, cukup menyenangkan. Ada Sign Me UP dari Mart Harke.

    "You keep me in my youth
    It gives me peace of mind
    That fifty years from now
    You'll still be in my life

    Ohhhhhhh
    I'll be here, here with you
    Ohhhhhhh
    I'll be here" 


    (Sign Me Up - Mart Harke)

    (4. the candle of June) 


    Belum juga bulan Juni, kenapa dikasih judul itu? Menarik. Alasannya karena lagu teratasku adalah I'll Just Remember dari Trevor Stott. Salah satu liriknya adalah the candle of June, jadi kenapa engga kalau dijadikan di judul playlist baru.

    Dan ini bakal jadi playlist baruku nanti. Haha. We'll see yah seberapa lama aku bertahan dengan playlist lagu di folder ini. Tapi beberapa aku spill lagu kesukaan yang harusnya aku masukkan di playlist sebelumnya, tapi buat menambah semangat buat playlist lagu baru, aku spill di sini. Salah duanya adalah Sorrow dari Plasi. Lagunya Plasi absolutely amajing, seneng banget dengerinnya. Dan Run by Horrison Storm. Ini lagu pengingat ku di saat butek ngerjain pekerjaan lama.

    Huaaaahhh.

    Noted : aku sudah kasih link di masing masing playlist. Feel Free for everybody to enjoy what i feel through my playlist 🥰🥂

    *

    12.58
    30 april 2021
    Bye April, nice to see you.
    Welcome May, be nice and kind yeah. 

    My music now Whisky and Blankets

    Darlin' it's alright, I'm not going anywhere
    I want to be right by your side
    Darlin' it's alright, I'm not going anywhere
    I want to be right by your side

    Continue Reading

    Rasanya njomplang ya.

    Kamu di sana, dan aku masih rebahan di sini. Kamu sibuk dengan hal-hal baik, aku stag memikirkan kapan gajian. Kapan aku foya-foya membelanjakan uangku.

    Mendadak rembulan bersinar terang malam ini. Menaungi kegelisahan akan hari hari esok yang suram. Ah suram kan. 

    Tetapi terangnya rembulan tak bisa memaksaku untuk terus berdiri tegap dan berharap rasa percaya diri yang timbul manenggelamkan mantra jahat. Jika waktunya tiba bakal segera tamat, tamatlah riwayatmu. 

    Hal yang kamu Sukseskan tak ubahnya bak gelombang buih. Gara-gara terus mengeluarkan hal kosong ke permukaan. Tapi meninggalkan jejak kenangan bukan. 

    Sama. Seperti kita merindukan akan mendekat bulan ketika purnama tiba. Laut tak bisa menyentuh langit, tanpa seizin Pencipta. Ya, nanti pasti akan tiba waktunya. 

    Di siklus kehidupan yang baik-baik saja ini, semuanya teratur. Sama seperti bagaimana kita menjalani hidup. Sekolah, makan, tidur, bermain. Bercerita dengan kawan lama, terus mengkhayalkan sesuatu yang tidak kasat mata. Hal membahagiakan di depan mata meski perih pada akhirnya. 

    Karena sejatinya jika takdir tidak bersahut, buat apa pula kita berharap. Nah sama seperti aku. 

    Bagaimana aku menatap jalanan ramai meski yang kupandangi hanya kesepian belaka. Bagaimana bisa aku hidup damai, meski meninggalkan luka sebelumnya. 

    Jadi mari, kita euh, bergandengan tangan. Saling memaafkan. Kemudian jatuh cinta lagi selamanya. Meski tangan kita tidak saling bertautan menggenggam tangan. 

    (*) 

    25 april
    19.01
    Habis gajian dan makan makan


    Continue Reading


    Sebentar lagi kereta akan datang. Tanda peringatan sudah dibunyikan. Petugas dengan sigap beberapa detik lagi menutup portal di jalanan ramai ini.

    Lelaki itu tak ubahnya mengeluh. Hari masih terik, es teh plastik yang dibelinya sudah hampir habis. Menyisakan cairan dari es batu.

    Pekerjaannya sama sekali tak berat. Tapi tetap saja berhubungan dengan nyawa manusia. Apapun pekerjaan yang ada pertaruhan nyawa, mana ada yang gampang. Ah hidup. Membawanya mendekat dari bilik pos jaga di sisi portal jalur masuk kereta api. 

    Penghormatan dan rasa bangganya datang ketika masinis kereta api yang melewati memberi tanda. Beberapa petugas bersikap bak rasa hormat. Itulah sudah menjadi kebanggaan. Sudah pantas untuk diceritakan pada cucunya di rumah. 

    Ah ngomong-ngomong masalah cucu. Sekarang dia kelas berapa, tak pernah tahu. Meski perkembangan teknologi sedemikian canggih, tetap saja waktu adalah hal utama. Ia bahkan sudah hampir 2 tahun tak tahu bagaimana kabar anak dan cucunya. Keluarga kecil mereka mengadu nasib di kota besar. Berharap ada secercah harapan yang membuatnya bertahan. 

    Ketika Ramadan ini kembali menjadi sia-sia lantaran tak menyimpan kenangan bersama anak dan cucunya. Ah tak apa. 

    Terkadang kita hanya perlu Menertawakan hidup yang begitu renyah dengan berbagai gejolak. 

    Dipandanginya kereta dari arah barat dan tanda sudah dibunyikan beberapa menit lalu. Petugas kereta memberinya tanda hormat dengan menyembunyikan klakson singkat. Kemudian hormat. Pria tua itu menyambutnya, meski hanya beberapa detik tak apa. 

    Sudah lebih dari cukup menemani hari harinya. 

    Minggu, 18 april 21
    21.43




    Continue Reading


    Gelombang laut apakah mereka tidak lelah untuk terus mengombak?

    Angin muson tidakkah mereka berhenti bertindak ketika musim yang ditunggu datang?

    Dan apakah kamu juga akan berhenti mencari penantian terakhirmu?

    Kala aku menuliskan pepatah asal dan aku lempar di cuitan akun twitter ku, tak kusangka bakal mendapat jawaban tak terduga dari rekan rekan. 

    Seolah mereka memang membenarkan terkait apa yang ingin aku tasbihkan. Soal pertanyaan pada 'kapan', dan diakhiri dengan 'selesai'. 


    Mengingat apa yang menjadi dasar berpikirku, semuanya tak bakal 'selesai' pada apa yang belum kita 'mulai'.

    Maka menyeruaklah semua anggapan-anggapan kosong. Bisakah dengan bijak kita lepaskan saja helaan napas penat yang mengambang ini.

    Senyum sinis itu, pikiran pikiran bodoh itu, dan kekhawatiran konyol itu. 

    Ah manusia bodoh ini kenapa harus berpikir yang tidak tidak. Seolah semua pikiran jahat itu bakal terjadi sebentar lagi.

    Kemudian terucap soal 'apakah masih ingat ini?'

    Aku mungkin tidak bisa membohongi perasaanku kan. Bahwa pada suatu masa pernah dibuat bertekuk lutut pada seseorang. 

    Aku senang. Aku gembira. Setidaknya hari-hariku punya nafasnya. Maka suasana yang datang menjadi hangat. Hati terasa ringan untuk bergerak. Pikiran hanya terfokus pada satu dua gerak kinetis yang tergambar jauh. Isi rapalan doa hanya berfokus agar Tuhan mempertemukan dengan 'indah' lagi di kemudian hari.

    Bahkan rasa penat yang menyeruak itu seakan menyerah. Bagaimana caraku memandang dengan cara berbeda. Bagaimana senyumku akan terukir berbeda dan seakan terpaksa bahagia. Seolah olah penat yang datang melanda dibayar suci pada perasaan yang sudah terkredit hampir setiap hari.

    Aku menyukai laki-laki dengan jiwa yang hangat. Senang membantu orang lain tanpa diminta. Mencurahkan waktu dan jiwa raganya untuk sesama. 

    Hei, tidaklah cukup untuk segera melepas penat dengan menyerah.


    Jika suatu saat dia benar-benar pergi. Tidak menyisakan ruang untuk hati yang tidak dianggap ini, aku masih tidak yakin aku bakal sanggup melepas. Melepas rasa bahagiamu dengan kesedihanku. Melepas senyum sumringah di hari bahagiamu dengan kepura-puraanku.

    Benar. Semuanya hanya perkara waktu saja. Akan tiba waktunya nanti aku benar-benar ikhlas, se-ikhlas-ikhlasnya. Meninggalkan kamu. Meninggalkan kehampaan. Meninggalkan jerih payah yang tidak menyisakan apa apa.

    Tapi terima kasih. Pernah membuat hatiku hangat. Meski hanya hitungan detik ketika menatapmu dari kejauhan.

    Ah, perempuan bodoh ini ternyata masih berhalusinasi, kamu akan muncul di perempatan jalan raya itu di pukul 7 pagi hari.

    (*)

    Terima kasih 7 april
    Menulis ini ndengerin lagu galau, dan feel nya pas.
    20.09


    Continue Reading

    Akhirnyaaaaaa saudara sebangsa dan setanah air. Series ini selesei kurampungkan. Agak mengharubiru emang, haru biru literally arti secara harfiah porak poranda yaaa 😵

    Oke, awal mulanya si Segeste lapor ke Varus, bapaknya Ari. Bilang kalau Ari adalah orang yang berkhianat. Dia punya rencana bakal ngrhancurin emperium Roma, gtu katanya.

    Tapi dengan kebenaran yang dia bilang, Bapaknya seolah telah ditipu daya sama Segeste. Yaiyalaaah dia bakal percaya anak angkatnya daripada Segeste kan.

    Oke. Karena percaya, Varus juga auto percaya dong sama rencana Armenius yang bakal perang sama suku yang nggak mau nyerahkan anaknya itu. Rencananya mereka bakal bawa banyak pasukan, nanti pas di sisi hutan, pasukan Roma dibagi jadi masuk ke hutan dengan barisan kayak ular memanjang gtu.



    Pasukan Barbar yang sudah bersatu langsung dong ngikutin instruksinya Arminius sebelumnya. Perintahnya cuma motong pasukan, biar enak 'ngehabisinnya' 🙄

    Arminius awalnya ikut pasukan Romawi. Sampai perintah buat nyebar masuk ke sisi hutan itu doi yang mimpin. Sementara itu, bagian sisi pasukan Barbar dipimpin sama istrinya Ari, Thusnelda. 



    Awalnya rada alot sih. Ada suku Hadgan (awalnya doi jadi calon suaminya Thusnelda, tapi apalah daya udah kalah pamor sama Ari kan ya) yang tetiba nggak mau gabung perang. Suku suku lain agak minder. Bakal berkurang banyak orang kalau Hadgan nggak gabung. Sampai si Thusnelda ini pertaruhkan matanya sendiri disilet demi membuktikan kalau Dewa bakal ada di pihak mereka.

    Iya, masa itu percaya tahayul alias peramal itu kuat banget cuy. Apalagi kan Thusnelda ini juga peramal kan.

    Udah jedeeeerrr, perang terjadi.

    Mukanya Varus udah kek pedih, perih banget ngeliat anaknya sendiri jadi musuh berbulu domba. 



    Pasukan Barbar menang banyak nerapin strateginya Arminius. Episode 6 ini adalah episode tergetir yang pernah ada. Selain Arminius ngeliat bapak kandungnya bunuh diri dengan tenggalam di Rawa, Ari juga ngeliat Varus bunuh diri dengan pedangnya. 

    Yaiyalaaah, daripada kalah perang. Pasukannya dihancurin sama anak sambungnya sendiri, dikhianati, mukanya udah hancur kalau Varus pulang ke Roma kan. Lebih baik bunuh diri. 

    Di depan kepala matinya Varus, Arminius curhat soal apa yang udah dikasih Varus ke dia. Gimana pun juga, Varus kan orang yang berjasa bikin Ari jadi saat ini. Meskipun pasukan Romawi ini ngebantai suku suku ya sendiri, Germania. 


    Berakhiiirrrr.

    Tapi ada yang ngganjal. Nasib cintanya Folkwin ke Thusnelda setelah kemenangan pasukan Barbar. Folkwin cuma ngomong gini ke Thusnelda. Bener, gimana pun Thusnelda harus bertindak. Wong strategi awalnya, Thusnelda mau dinikahi Ari cuma buat ngeyakinan para kepala suku buat perang yang berhasil mereka menangkan ini. 

    Lalu dimana janji manis Thusnelda nanti? 


    Akankah Ari yang bakal memenangkan hatinya, ataukah Folkwin?

    Nantikan season keduanya 🐎

    (*)

    2 april 21
    Hari yang indah untuk menyerah
    13.13
    Sepulang pergi bersama di umbul pelem 
    Continue Reading

    Gila gila gilaaaaa 🥴🥴🥴

    Makin berat ajaaa ya bunda yaa beban hidup kita. Bayar tagihan listrik, arisan, pdam. Belum lagi ngurusin kisah cinta segitiga Folkwin - Thusnelda - Arminius ini 🤒

    Oke lanjut.

    Folkwin Wolspeer menyerahkan tanda kutip kekasihnya, Thusnelda pada Ari. Dengan catatan, bagian strategi. Legowo banget emang. Folkwin nih kayak second lead yang menyedihkan. Pada akhirnya dia harus menyerahkan perempuan yang dicintainya atas nama bangsa mereka sendiri.

    Udah tuh, langsung dah nikah. 


    Selesei nikah. Jamuan makan, berkumpullah para kepala suku kepala suku dalam meja makan. Membahas persatuan bangsa, intinya Ari minta buat semua suku bersatu menghancurkan emperium Roma. 

    Ada satu suku yang kagak mau percaya. Iya, yang suku Bructeri. Laaah gimana mau percaya coba. Gara-gara sebelumnya Ari nih pernah menggali kepalanya kepala suku Bructeri. Jadi ajakan Ari buat bersatu ditolak. 

    Nah ada momen menarik nih. Si Folkwin kan rada rada cemburu ya, ngeliat Thusnelda nikah sama Ari. Dia mabok sendirian, ngegalau di depan perapian di tengah hutan. Bujubuneeehhh. 


    Terus al hasil, Folkwin ketangkep tuh sama pasukan Romawi. Dijadikan budak, nah kalung persahabatannya ketinggalan. Dan kalung itu ditemukan sama Tolio, anak buah Ari. 

    Trus dilaporin ke Ari dan Thusnelda. Soal penemuan kalung itu. Ari bilang, kalau kita nyerah perjuangan Folkwin sia sia. Padahal esok harinya pasangan muda ini mau ketemu ayah angkatnya Ari, Varus. 

    Pas ketemu sama Varus yaa baik-baik aja. Arminius emang orang yang bermuka dua banget deh. Di belakang jadi musuh, di depan baek baek aja ke pasukan Romawi. Thusnelda datang ngedampingi sekaligus ngenalin, nih lo bini guaaa, gtu kali ya. 



    Pada kesempatan yang terhormat itu, Varus ngasih hadiah dari kaisar Roma berupa pedang dan kenaikan pangkat, sekaligus ngasih perintah baru. Buat nyandera anak kepala suku kepala suku yang masih bocah bocah. Iyaaa kayak doi jaman dulu laah nasibnya. Perintahnya langsung dari si Varus, Thusnelda mendadak langsung takut kalau suaminya bakal khianatin rencana awal mereka.

    Soalnya Ari ngiyain aja tuh perintah Varus. Nah ternyata ada maksud tersembunyi ges.

    Maksudnya adalah anak-anak itu diambil biar di pas rapat antar kepala suku, Ari ngajak kepala suku lain buat bersatu. Mereka sepakat tuh sama apa yang dimauin Arminius kan. Ehem, luar biasa emang. Titik sorotnya adalah mbak Thusnelda yang bareng sama Ari ngeyakinin para kepala suku lain bersatu. Buat ngehajar pasukan romawi yang berlegiun-legiun itu.


    Karena pada akhirnya anak-anak kepala suku yang awalnya disandera tapi dikembaliin kan jadi bikin Varus perlu kroscek langsung sama kinerja Arminius kan ya. Kok lu kagak becus nyandera anak anak kepala suku sihhh.

    Arminius beralasan kalau ada salah satu kepala suku yang ogah ngasih anaknya. Gtu. Dia nyaranin buat ngikut 'jebakan' yang udah disiapkan Ari sama bangsa Barbar lainnya.

    Tapiiiiiii

    Hidup lagi lagi menguji kita buat nambah tantangan lagi. Bapaknya Thusnelda, Segeste ngecium bau bau pemberontakan si Arminius ini. Ari dinilai khianatin bapak sendiri. Lhaaa emang yaaa 😤 demi bisa nglawan Roma. Tapi Segeste masih sakit hati, doi nggak jadi kepala suku pengganti Segimerus (bapak kandungnya Ari).

    Ya Allaaah, nafsu kekuasaan membutaknmu pakdeeee🥴.

    Si Segeste ngadep Varus langsung lapor kalau Ari sedang ngejabakmu.

    Dengdengdeng!!!!

    (*)

    Kamis 1 april
    21.56
    Tinggal 1 eps lagi 🥰
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me!

    About Me!

    Arsip

    • ►  2023 (1)
      • ►  Jan 2023 (1)
    • ▼  2021 (34)
      • ▼  Aug 2021 (1)
        • Zidni's day
      • ►  Jul 2021 (3)
        • Dont fallin down so low
        • Qurban Pertamaku
        • Menyemai Kekopongan
      • ►  Jun 2021 (3)
        • Terbang di Ujung Senja
        • Nyanyianku pada Kesunyian
        • Bertemu Tepat di La Sagrada Familia
      • ►  May 2021 (4)
        • Kedamaianmu Tiba
        • Apa yang Aku Dapat Setelah Menonton 'Miracle That ...
        • Keajaiban Takdir Kita
        • Jalan, Berakhir Menemukanmu
      • ►  Apr 2021 (8)
        • Merapikan Kenangan dari Playlist Spotify
        • Njomplang, Bagai Langit dan Bumi
        • Hanya Perlu Menertawakan Hidup
        • Penatkah Demi Menyerah?
        • Ngulas Barbarians Series Netflix Eps 6 : Ketika Pe...
        • Ngulas Barbarians Series Netflix Eps 5 : Ketika Ar...
      • ►  Mar 2021 (6)
      • ►  Feb 2021 (4)
      • ►  Jan 2021 (5)
    • ►  2020 (64)
      • ►  Dec 2020 (4)
      • ►  Nov 2020 (4)
      • ►  Oct 2020 (4)
      • ►  Sep 2020 (4)
      • ►  Aug 2020 (5)
      • ►  Jul 2020 (6)
      • ►  Jun 2020 (6)
      • ►  May 2020 (5)
      • ►  Apr 2020 (9)
      • ►  Mar 2020 (6)
      • ►  Feb 2020 (9)
      • ►  Jan 2020 (2)
    • ►  2019 (12)
      • ►  Jul 2019 (1)
      • ►  May 2019 (4)
      • ►  Apr 2019 (1)
      • ►  Mar 2019 (2)
      • ►  Feb 2019 (3)
      • ►  Jan 2019 (1)
    • ►  2018 (6)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  Apr 2018 (1)
      • ►  Jan 2018 (3)
    • ►  2017 (9)
      • ►  Dec 2017 (1)
      • ►  Nov 2017 (2)
      • ►  Oct 2017 (1)
      • ►  Sep 2017 (5)
    • ►  2016 (3)
      • ►  Sep 2016 (1)
      • ►  Apr 2016 (1)
      • ►  Mar 2016 (1)
    • ►  2015 (7)
      • ►  May 2015 (6)
      • ►  Mar 2015 (1)
    • ►  2014 (25)
      • ►  Nov 2014 (1)
      • ►  Oct 2014 (2)
      • ►  Jun 2014 (1)
      • ►  May 2014 (2)
      • ►  Apr 2014 (6)
      • ►  Mar 2014 (3)
      • ►  Feb 2014 (7)
      • ►  Jan 2014 (3)
    • ►  2013 (12)
      • ►  Dec 2013 (7)
      • ►  Oct 2013 (2)
      • ►  May 2013 (1)
      • ►  Jan 2013 (2)
    • ►  2012 (12)
      • ►  Dec 2012 (3)
      • ►  Nov 2012 (2)
      • ►  Jun 2012 (2)
      • ►  May 2012 (2)
      • ►  Jan 2012 (3)
    • ►  2011 (14)
      • ►  Dec 2011 (3)
      • ►  Nov 2011 (11)

    Labels

    Artikel Ilmiah Bincang Buku Cerpen Curahan Hati :O Essay harapan baru Hati Bercerita :) History Our Victory Lirik Lagu little friendship Lomba menulis cerpen :) Memory on Smaga My Friends & I My Poem NOVEL opini Renjana Review Tontonan Story is my precious time Story of my life TravelLook!

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    recent posts

    Powered by Blogger.

    Total Pageviews

    1 Minggu 1 Cerita

    1minggu1cerita

    Follow Me

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top